TRIBUNJATENG. COM, BANJARNEGARA -- Tingginya angka stunting masih menjadi permasalahan serius di berbagai daerah, tak kecuali di Kabupaten Banjarnegara.
Stunting tidak boleh dipandang sebelah mata. Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki kecerdasan lebih rendah dibandingkan anak yang tumbuh dengan optimal.
Pada akhirnya, stunting dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang.
Di tahun 2021, dari catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, persentase kasus stunting di kota Dawet Ayu itu masih 22,67 persen.
Angka kasus ini sebenarnya sudah menurun, dibandingkan Tahun 2020 sebesar 22,93 persen. Tapi angka ini masih jauh dari target penurunan angka stunting nasional di tahun 2024, yakni 14 persen.
"Iya masih tinggi. Banjarnegara masih 10 besar, " kata dr. Sulistyowati, M.Kes, Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara, Sabtu (19/3/2022)
Sulis mengatakan, stunting adalah gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan di bawah standar.
1.000 hari pertama sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting mencegah terjadinya stunting.
Pihaknya sudah melakukan berbagai langkah pencegahan dan penanganan stunting agar kasus itu bisa diturunkan.
Bahkan program itu bukan hanya dilaksanakan Dinas Kesehatan, namun juga berbagai dinas hingga melibatkan pemerintah desa.
Ada dua model intervensi yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Banjarnegara untuk pencegahan stunting, yakni intervensi spesifik dan intervensi sensitif.
Intervensi sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penyebab tidak langsung stunting, semisal dengan penyediaan air minum dan sanitasi, jambanisasi hingga peningkatan akses pangan bergizi.
Kegiatan ini melibatkan seluruh stakeholder terkait, di antaranya Dispermasdes, Kemenag, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, hingga Pemerintah Desa.
Sementara intervensi spesifik merupakan kegiatan yang langsung mengatasi penyebab terjadinya stunting dari sektor kesehatan. Ini lah yang dilakukan Dinas Kesehatan semisal dengan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil dan balita.
Hanya dalam dua tahun terakhir, ia mengakui kegiatan pencegahan itu kurang maksimal karena Pandemi Covid 19.