Berita Video

Video Aliansi Solidaritas Wadas Gela Demo di Kantor Gubernur Jateng

Penulis: hermawan Endra
Editor: abduh imanulhaq
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Selain itu, dokumen AMDAL antara pertambangan dengan bendungan juga digabungkan, yang mana hal demikian berarti tidak sesuai dengan Pasal 22 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Permen LH No.5 Tahun 2012.

"Proses pembentukan AMDAL yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat hingga mata pencaharian warga Desa Wadas yang direnggut sebagai implikasi pertambangan batuan quarry andesit, akhirnya memicu pergolakan dari warga dalam bentuk penolakan terhadap pembangunan Bendungan Bener, terkhusus pertambangan batuan andesit, " imbuhnya.

Namun, lannjut Yuda penolakan yang dilakukan oleh warga dengan berbagai upaya tersebut nyatanya mendapatkan tindakan represif oleh aparat.

Sebagai contoh, di tahun 2021 tepatnya pada tanggal 23 April, warga beramai-ramai melakukan aksi demonstrasi dengan memblokade jalan guna menghalangi aparat masuk ke Desa Wadas dalam upaya sosialisasi dan pematokan lahan.

Namun, aksi yang semula berjalan dengan damai justru mendapatkan respon yang berbeda dari pihak aparat.

Sebagai implikasi dari hal tersebut, terdapat 12 orang yang diamankan oleh pihak aparat dan setidaknya 9 orang mengalami luka-luka.

Baru-baru ini pula, tepatnya pada tanggal 8 Februari 2022, terjadi aksi penyerbuan kepolisian di Desa Wadas. Penerjunan personel polisi ditujukan dalam rangka pengukuran tanah milik warga yang dilakukan petugas Badan Pertanahan Nasional.

Dalam faktanya, pengukuran ini mendapatkan penolakan dari warga dan berimplikasi terhadap penangkapan paksa puluhan warga Wadas.

Hal ini terjadi lantaran penyerbuan polisi ini dilakukan dengan Tindakan pencopotan beberapa poster yang berisikan penolakan terhadap pertambangan di Desa Wadas juga pengepungan dan penangkapan sewenang-wenang kepada warga Wadas yang sedang melakukan mujahadah di masjid yang berada di Dusun Krajan.

Yuda menambahkan, apabila menilik dari kasus-kasus tersebut, upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat sejatinya telah melanggar serta menciderai hak-hak dari warga negaranya.

UUD NRI Tahun 1945 sebagai landasan dalam berbangsa dan bernegara, tepatnya di Pasal 28E ayat (3) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

"Selain itu, jaminan untuk dapat melakukan kebebasan dalam hal mengeluarkan pendapat nyatanya secara jelas sudah di atur di dalam UU No.9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu, Perkap No.7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum juga memberikan kewajiban dan tanggung jawab kepada Polri untuk memberikan pelayanan secara profesional, menjunjung tinggi HAM, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan keamanan," katanya.

Kegagalan pemerintah Jawa Tengah dalam memenuhi kebutuhan serta melindungi rakyatnya sejatinya tidak berhenti disitu.

Pada 20 November 2021 lalu, Gubernur Jawa Tengah menetapkan UMP Jawa Tengah tahun 2022 sebesar Rp 1.813.011,- melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/37 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2022, yang mana menjadikan jumlah UMP Jawa Tengah menjadi UMP paling rendah di Indonesia.

Apabila merujuk pada ketentuan yang termaktub dalam Pasal 25 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, maka penetapan upah minimum haruslah didasarkan pada kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan dari wilayah yang bersangkutan.

Halaman
123

Berita Terkini