"Di rumah, lingkungan juga memberi pendekatan pendampingan untuk terapi perilakunya."
"Kemudian ada pembatasan penggunaan HP dan mengatur waktu tidurnya."
"Itu harus secara ketat supaya gejala yang muncul terkendali," kata dia.
Baca juga: Jalan Pati-Tlogowungu yang Rusak Ditambal setelah Ada Truk Muatan Kayu Jati Terguling
Selain pasien rawat jalan, kata Yarmaji, dalam satu tahun belakangan ada sekira 5 kasus anak yang dirawat di bangsal jiwa.
Mereka berasal dari usia SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
"Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya."
"Ini mungkin terkait pandemi, PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), karena harus sekolah online, pihak sekolah harus pakai HP demi berjalannya pendidikan."
"Tapi di HP banyak yang dilihat dan menarik, penggunaan HP jadi untuk hal lain juga."
"Tanpa tersaring, akhirnya anak kesulitan menghentikan penggunaan HP," kata Yarmaji kepada Tribunjateng.com, Rabu (1/2/2023).
Dalam banyak kasus, kata dia, secara psikologis sebetulnya anak ingin berhenti, tapi bingung tidak tahu caranya menghentikan.
Akhirnya muncul gejala tambahan berupa depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku.
"Untuk yang dirawat di bangsal, Alhamdulillah sekarang sudah bisa rawat jalan semua," ucap dia.
Baca juga: Migrasi NIK Jadi NPWP, Khusus ASN Pemkab Pati Ditarget Tuntas Januari 2024
Untuk mencegah kasus serupa terulang, menurut Yarmaji, perlu peran kolaboratif antara orangtua dan pihak sekolah.
"Orangtua di rumah harus kendalikan penggunaan HP pada anak."
"Ada pembatasan."