"Ganti rugi seharusnya dilihat dari usaha kita sebab di sini sebagai pendukung wisata religi, begitupun para tukang tambal ban sudah terkenal di kalangan sopir truk," jelasnya.
Mereka sebenarnya sempat ditawari untuk relokasi di eks Terminal Terboyo.
Namun, tawaran tersebut dianggap dingin lantaran di lokasi itu dinilai sepi.
"Kami ditawarkan pula untuk mengisi jasa katering selama proyek berjalan tapi ya belum jelas, mau pindah dagang ke mana masih abu-abu," katanya.
Para pedagang kini tidak bisa berbuat banyak. Mereka mau tidak mau harus hengkang dari lokasi itu.
"Kami diminta ambil ganti rugi tanggal 6 Juni 2023. Bagi kami, ini pilihan sulit sekali," paparnya.
Pedagang lain, Kusniah (55) menuturkan, tak bisa berbuat banyak adanya proyek tersebut.
Usaha warung makan yang sudah digeluti selama 15 tahun terpaksa harus diakhiri.
"Aku ikut pemerintah saja, ini tanah mereka," katanya.
Perempuan dua cucu ini mengaku, para pedagang tidak meminta ganti rugi yang berlebihan.
Hanya saja setidaknya sesuai dengan biaya pembangunan warung.
Seperti warungnya yang belum lama dibangun dengan bahan dinding dan atap seng menghabiskan biaya hingga Rp12 juta belum termasuk jasa tukang.
"Kami digusur ikuti aja, tapi ya jangan dikasih uang segitu," tuturnya.
Kendati begitu, ia merasa tertekan lantaran kebingungan harus mencari sumber penghasilan lainnya.
Ia memang memiliki warung kecil-kecilan di rumah tetapi penghasilan warung itu jauh dari warungnya di Jalan Yos Sudarso.