Terungkap Pengungsi Rohingya Kabur dari Kamp Bangladesh: Padahal Dijatah Makan Rp124 Ribu Sehari

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengungsi Rohingya yang baru tiba kembali ke perahu setelah masyarakat setempat memutuskan untuk mengizinkan mereka sementara mendarat untuk mendapatkan air dan makanan di Ulee Madon, provinsi Aceh, Indonesia, pada 16 November 2023. Sekitar 250 pengungsi Rohingya mencapai Indonesia bagian barat dengan perahu kayu yang penuh sesak pada 16 November 2023, sehingga jumlah pengungsi yang dilaporkan oleh pejabat setempat tiba pada minggu ini menjadi hampir 600 orang. (Photo by amanda jufrian / AFP)

TRIBUNJATENG.COM - Rekor jumlah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kamp pengungsian di Bangladesh terjadi pada tahun ini.

Berdasarkan informasi dari Badan Pengungsi PBB (UNHCR), jumlah pengungsi Rohingya yang menyeberangi Laut Andaman menggunakan perahu mencapai 3.722 orang hingga November 2023.

Angka tersebut menunjukkan peningkatan dibanding tahun 2022 lalu, di mana sebanyak 3.705 orang Rohingya melakukan perjalanan laut, mencatatkan jumlah tertinggi sejak tahun 2015.

Baca juga: Tak Mau Terima, Warga Aceh Kirim Pengungsi Rohingya ke Kantor Wali Kota Sabang

Pengungsi Rohingya yang baru tiba beristirahat di pantai setelah masyarakat setempat memutuskan untuk mengizinkan mereka sementara mendarat untuk mendapatkan air dan makanan di Ulee Madon, provinsi Aceh, Indonesia, pada 16 November 2023. Sekitar 250 pengungsi Rohingya mencapai Indonesia bagian barat dengan perahu kayu yang penuh sesak pada 16 November 2023, sehingga jumlah pengungsi yang dilaporkan oleh pejabat setempat tiba pada minggu ini menjadi hampir 600 orang. (Photo by AMANDA JUFRIAN / AFP)

Lebih dari 1 juta etnis Rohingya, yang merupakan minoritas Muslim dari Myanmar, saat ini tinggal di luasnya kamp pengungsian di bagian timur Bangladesh. Mereka mayoritas melarikan diri dari Myanmar pada tahun 2017 sebagai respons terhadap apa yang disebut PBB sebagai genosida oleh militer Myanmar.

Pengungsi yang mencoba melarikan diri dengan perahu berusaha menyeberangi Laut Andaman menuju Malaysia atau Indonesia, dua negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Namun, upaya ini seringkali berakhir tragis, dengan ratusan nyawa hilang dalam perjalanan yang penuh risiko dengan kapal yang sering tidak layak.

Chris Lewa dari Arakan Project, sebuah kelompok pemantau kapal-kapal tersebut, menyatakan keyakinannya bahwa akan ada peningkatan lebih lanjut dalam jumlah pengungsi Rohingya yang tiba. Usman Hamid, direktur Amnesty International untuk Indonesia, juga mengungkapkan perkiraannya serupa.

Penyebab peningkatan ini diidentifikasi oleh kelompok bantuan dan advokasi, serta para pengungsi sendiri, sebagai dampak buruknya kondisi di kamp-kamp pengungsian Bangladesh.

Harapan untuk kembali ke Myanmar dalam waktu dekat semakin memudar karena Myanmar umumnya menolak mengakui kewarganegaraan Rohingya, sementara di Bangladesh, pengungsi menghadapi masalah kekerasan geng, kurangnya lapangan pekerjaan dan pendidikan, serta keterbatasan jatah makanan.

Program Pangan Dunia PBB, yang menjadi sumber utama bantuan pangan untuk pengungsi, telah memotong nilai uang bulanan di kamp-kamp pada Juni 2023. Hal ini, untuk kedua kalinya tahun ini, menyisakan rata-rata USD 8 per orang atau Rp124 ribu, dengan badan tersebut menyalahkan kurangnya dukungan dari para donatur.

Imigran Rohingya terus berusaha menyeberang, meskipun risiko tinggi, sebagai respons terhadap kondisi sulit di kamp pengungsian.

Jumlah kapal yang menuju Indonesia meningkat secara signifikan, mencapai sekitar 60 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yang hanya mencapai 22 persen.

Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang masih bersedia menerima pengungsi Rohingya.

Namun, ada tanda-tanda perubahan kebijakan, dengan beberapa kapal dilaporkan didorong kembali ke laut sebelum akhirnya berhasil mendarat di Aceh.

Amnesty International menyalahkan kegagalan pemerintah pusat dan tuntutan hukum terhadap penduduk setempat atas dugaan penyelundupan manusia sebagai faktor yang memengaruhi perubahan ini.

Meskipun demikian, masyarakat pesisir di bagian barat Aceh sebagian besar telah berusaha mengakomodasi pengungsi sebaik mungkin.

Halaman
12

Berita Terkini