TRIBUNJATENG.COM - Kelangkaan gas elpiji 3 kilogram di wilayah Jepara, Kudus, Demak dan sekitarnya yang terjadi sejak bencana banjir Februari lalu hingga sekarang ini membuat anggota DPR RI H Abdul Wachid prihatin.
Abdul Wachid mengatakan sejak bencana banjir yang melanda Kudus, Demak dan Jepara sekitar dua bulan lalu, ia sudah mendapat keluhan dari warga soal kelangkaan elpiji bersubsidi.
Dan ternyata, keluhan itu masih ada hingga saat ini. Padahal banjir sudah ditangani dan arus distribusi barang maupun jasa yang melalui jalur pantura maupun jalan protokol di tiga kabupaten itu sudah lancar.
Kelangkaan ini membuatnya heran. Sebab saat puasa Ramadan hingga jelang Lebaran 1445 H, pihak Pertamina maupun pemerintah daerah juga menginformasikan jika persoalan kelangkaan elpiji bersubsidi akan teratasi karena tak ada kendala dalam pasokan.
Namun ternyata kondisi di lapangan tak seperti itu. Masyarakat masih melaporkan soal kelangkaan elpiji melon.
Baca juga: Bupati Jepara Minta Tambahan Stok Gas Elpiji 3 Kg, 900 Ribu Tabung Tak Cukup
Baca juga: Picu Konflik, Aturan Pembelian dengan Tunjukkan KTP Diprotes Pengusaha Pangkalan Gas Elpiji di Solo
Baca juga: Dilema Pedagang Ecer Gas Elpiji Melon Wajib Pembelian Tunjukkan KTP
Berbekal laporan warga, Abdul Wachid langsung terjun ke lapangan. Ia berkeliling menemui warga, pengecer hingga agen resmi Pertamina.
Temuannya, elpiji bersubsidi memang masih langka dan harganya juga jauh melebihi harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Harga gas bersubsidi yang seharusnya Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu kini melonjak signifikan. Sebab karena langka, harga gas elpiji melon tembus Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu.
"Ini jelas memberatkan. Rakyat miskin kian menjerit," ujar wakil rakyat asal Jepara ini, Minggu (21/4/2024).
Menurut politisi Partai Gerindra ini, kelangkaan elpiji bersubsidi itu dipicu kebijakan terkait droping (distribusi) gas dari Pertamina ke agen.
Saat ini, distribusi gas elpiji dari Pertamina ke agen hanya dilaksanakan saat hari kerja. Secara otomatis, saat hari libur nasional, aktivitas distribusi gas elpiji terhenti. Imbasnya, agen tidak bisa menyalurkan elpiji tersebut ke pengecer atau langsung konsumen.
"Ini temuan saya di lapangan. Saya minta Pertamina bisa segera mengubah kebijakannya, termasuk juga menertibkan pengguna gas bersubsidi. Kalau kebijakan masih tetap, kelangkaan gas akan terus terjadi di masyarakat terutama yang menggunakan gas bersubsidi," jelasnya.
Selama tahun ini, kata Abdul Wachid ada 23 hari Hari Libur Nasional. Atau jika dihitung mendekati kebutuhan gas elpiji dalam kurun waktu sebulan.
Menurutnya, meski pihak Pertamina melakukan kebijakan tambahan dropping gas dengan istilah fakultatif. Semisal saat Tahun Baru dan Lebaran Idul fitri namun faktanya hal itu tidak berdampak menekan kelangkaan gas elpiji di lapangan.
Oleh karena itu, menurutnya solusi terbaik adalah Pertamina mengembalikan kebijakan distribusi gas elpiji ke agen tiap hari, termasuk saat tanggal merah atau hari libur nasional.