Disusun Oleh : Ns. Nafisatun Nisa, MSN ( Dosen S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang )
TRIBUNJATENG.COM - Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan bagian bawah, pada umumnya berlangsung sampai 14 hari yang ditandai dari infeksi ringan tanpa gejala, sampai infeksi sedang dengan gejala batuk, pilek, dan demam.
ISPA menyebabkan rasa tidak nyaman bahkan mengganggu aktivitas sehari-hari, juga sangat mudah menular terutama pada anak-anak. Virus corona yang menajdi penyebab COVID-19 masuk dalam kategori ISPA.
Di Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penderita ISPA pada balita yang cukup signifikan, yaitu 12,8 persen (RISKESDAS, 2021).
Baca juga: Direktur RSUD dr R Soetijono Blora Sebut Pasca-Lebaran Terjadi Peningkatan Pasien ISPA
Dinas Kesehatan Semarang melaporkan sebanyak 80.604 pada tahun 2022 meningkat menjadi 92 juta balita pada tahun 2023; sehingga estimasi kenaikan ISPA pada balita di Indonesia mencapai lebih dari 12 % .
Banyak orang yang mengabaikan indikasi tersebut, infeksi dapat disebabkan oleh virus dan bakteri yang menumpuk di dalam saluran pernapasan.
Apabila sudah terjadi infeksi dan tidak segera diobati, ISPA dapat menjadi parah hingga menjadi pneumonia yang menimbulkan kematian.
Di Indonesia penyakit ISPA merupakan penyakit tertinggi penyebab pertama kematian pada balita dan angka kesakitan pada balita.
Penyakit ini sering berada pada 10 besar penyakit terbanyak di fasilitas kesehatan khususnya di puskesmas (Febrianti, 2020).
Faktor lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita yaitu; luas ventilasi, kepadatan hunian, suhu. Faktor karakteristik pada balita diantaranya BBLR, Vitamin A, status gizi, status imunisasi dan umur.
Pada faktor keluarga antara lain kebiasaan merokok, bahan bakar memasak, penggunaan obat nyamuk bakar, sosial ekonomi, pengetahuan dan pendidikan orang tua.
Perjalanan klinik ISPA pada balita di mulai dengan virus masuk ke dalam saluran pernapasan sebagai antigen menyebabkan peningkatan sekresi lendir lebih dari batas normal.
Cairan yang berlebih dapat menyebabkan gejala batuk, gejala awal ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Padila et al., 2019).
Produksi sputum yang berlebih dapat mengakibatkan peradangan dan penyempitan saluran udara. Hal ini menyebabkan gejala seperti kesulitan bernapas, mengi dan batuk, gejala ini menyebakan masalah pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu jalan napas tidak efektif.
Otak merupakan organ yang sangat sensitif akan kekurangan oksigen (hipoksia), otak hanya dapat mentolerasi hipoksia sekitar 3-5 menit, jika hipoksia berlangsung lebih dari 5 menit maka hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan sel otak secara permanen (Besinung et al., 2019).
Pengobatan non-farmakologis atau komplementer yang dapat dilakukan adalah menggunakan fisioterapi dada untuk menghilangkan kelebihan secret atau zat yang dihirup dari saluran pernapasan.