Melansir Kompas.com, janji supremasi sipil tetap berlaku meski pemerintah mengesahkan perubahan UU TNI.
Hal itu disampaikan Puan dalam Rapat Paripurna ke-15 DPR Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2025).
"Kami bersama pemerintah menegaskan Perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI tetap berlandaskan pada nilai dan prinsip demokrasi,
supremasi sipil, hak asasi manusia, serta memenuhi ketentuan hukum nasional dan internasional yang telah disahkan," ujar Puan.
Penetapan revisi UU TNI menjadi undang-undang mengubah tiga poin dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Perubahan itu meliputi aturan TNI aktif boleh menjabat di 14 kementerian/lembaga dan usia pensiun TNI bertambah.
Serta penambahan tugas pokok TNI membantu penanggulangan ancaman siber serta melindungi warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.
Namun pengesahan revisi UU TNI tersebut bisa saja menjadi media penerapa supremasi militer pada hubungan antara warga sipil dan personel militer.
Supremasi militer terjadi ketika ada upaya militer menguasai warga suatu negara dalam ranah sipil dan politik.
Upaya perwira profesional yang mengendalikan politik nasional disebut sebagai kondisi kediktatoran militer.
Perwira militer seharusnya hanya memiliki tanggung jawab utama di luar lingkup politik dan bersikap netral secara politis.
Partisipasi perwira militer dalam politik justru merusak profesionalismenya.
Adanya tindakan intervensi militer dalam politik disebut sebagai gangguan dalam tatanan politik demokratis liberal.
Militer cenderung akan mengontrol pembangunan nasional suatu negara jika legitimasi pemerintah sipil melemah dan elite sipil gagal menyelesaikan masalah secara demokratis.
Masuknya militer dalam urusan sipil selain terkait tanggung jawabnya, akan mengakibatkan kondisi politik negara menjadi tidak sehat dan menghambat demokrasi.
Di saat yang sama, usaha elite sipil memperalat militer untuk kepentingan politiknya pun menjadi faktor yang dapat menghambat pembangunan demokrasi.
Pembangunan negara baru berhasil jika sipil dapat mewujudkan prestasi baik dalam proses demokrasi, dan militer tidak mengganggu pemerintahan sipil. (*)