Kejaksaan menyatakan bahwa berkas telah lengkap dan dalam waktu dekat, kasus ini akan segera disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang.
Proses ini akan menjadi sorotan publik mengingat besarnya dampak dan sensitivitas kasus.
Kasus PPDS Undip Jadi Cermin Buruk Dunia Pendidikan Kedokteran
Kasus ini tak hanya mengungkap praktik pemerasan dan bullying, tapi juga menjadi peringatan keras atas lemahnya pengawasan di lingkungan pendidikan dokter spesialis.
Kementerian Kesehatan dan Kemendikbudristek telah memberi perhatian khusus, termasuk dengan pembekuan sementara program PPDS Anestesi di Undip.
Acungkan Jempol untuk Kejari
Penasihat hukum keluarga korban bullying dan pemerasan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro dr Aulia Risma Lestari mengapresiasi Kejaksaan Negeri Semarang berani menahan tiga pelaku saat tahap II.
Ketiga pelaku yang dilimpahkan, yakni Kepala Program Studi PPDS Anestesiologi Undip Taufik Eko Nugroho (TEN), staf administrasi PPDS Anestesiologi Undip Sri Maryani (SM), dan senior korban di program anestesi Zara Yupita Azra (ZYA).
Penasihat Hukum korban, Misyal Achmad mengatakan keluarga korban merasa heran dengan Polda Jateng yang tidak melakukan penahanan.
Padagal, menurutnya, pasal yang dikenakan pada para tersangka telah jelas.
"Malah Kejaksaan yang berani melakukan penahanan. Saya apresiasi kejaksaaan," tuturnya, Kamis (15//5/2025).
Menurutnya, sebelum adanya putusan pengadilan penahanan masing-masing hak dari masing-masing institusi penegak hukum.
Tersangka bisa ditahan jika terdapat kecurigaan mengulangi perbuatan, menghilangkan barang bukti, melarikan diri.
"Ketika ada kecurigaan itu mereka diperbolehkan menahan. Ketika tidak ada kecurigaan itu mereka juga diperbolehkan untuk tidak menahan sampai ada putusan pengadilan," tuturnya.
Ia menuturkan keluarga sangat perihatin terhadap Polda Jateng yang tidak melakukan penahanan tiga tersangka.
Hal ini memunculkan isu-isu terhadap Polda yang tidak berani melakukan penahanan.