"Yang di pinggiran kaya kita juga harusnya diprioritaskan," katanya.
Sejumlah masalah juga tercatat dalam operasional dapur.
Dapur MBG pertama di Kelurahan Kranji sempat berhenti beroperasi karena kendala teknis.
Dampaknya, distribusi makanan ke 2.670 siswa dari jenjang TK hingga SMK sempat terganggu.
Selain itu, keluhan terhadap kualitas makanan mencakup ayam yang terlalu kering, buah yang tidak segar, hingga bau sabun dari kotak makanan. Bahkan ditemukan ulat pada buah.
Merespons hal itu, sejumlah sekolah mulai menerapkan SOP ketat untuk uji kualitas makanan sebelum dibagikan ke siswa.
Meski demikian, sebagian sekolah tetap melihat manfaat besar dari MBG bagi siswa dari keluarga tidak mampu.
Namun mereka mendesak agar evaluasi program dilakukan secara berkala, dengan melibatkan ahli gizi dan akademisi untuk mengukur dampak terhadap kesehatan dan konsentrasi belajar siswa.
Di SMAN 2 saja, total penerima manfaat program mencapai 1.181 siswa.
Minimnya respons dari para Kepala SPPG di tengah munculnya berbagai persoalan menjadi sorotan tersendiri.
Ketika kritik dan masukan muncul dari masyarakat, pelaksana program di tingkat daerah semestinya tampil. (jti)