Pembelajaran dilakukan terpusat via Zoom, dengan desa menyediakan fasilitas seperti LCD dan internet.
"Nanti bareng-bareng pembelajarannya seperti nobar bola, kalau ini pembelajaran online-nya," ungkapnya.
Kegiatan belajar dijadwalkan 1-2 kali per minggu, menyesuaikan dengan waktu luang peserta yang mayoritas sudah bekerja.
Kurikulum formal akan dikombinasikan dengan materi yang sesuai kebutuhan orang dewasa agar tidak menjenuhkan.
Program ini gratis bagi peserta.
Sementara pembiayaan teknis, termasuk tenaga input data dan pengajar, difasilitasi oleh pemerintah kabupaten.
"Kalau dihitung waktunya, malah jadi enggan belajar."
"Yang penting mulai dulu, tahu-tahu lulus," kata Musofa.
Bagi yang sudah lulus akan mendapat ijazah kesetaraan resmi yang bisa dipakai untuk melamar kerja, jadi perangkat desa, dan lainnya.
Bedanya dengan pendidikan kesetaraan reguler hanyalah pada fasilitas, karena peserta 25 tahun ke atas tidak mendapat dana BOS.
SOOD juga ditargetkan dapat meningkatkan angka rata-rata lama sekolah di Wonosobo.
"Gerakan ini bukan hanya soal angka, tapi soal mindset."
"Kalau ini jalan, angka rata-rata sekolah bisa naik, pola pikir juga ikut berubah," tandasnya. (*)
Baca juga: Seleksi Segera Dibuka, Isi Posisi 8 Jabatan Strategis di Pemkab Banyumas, Ini Daftar Rincinya
Baca juga: Pemkab Jepara Masih Buka Beasiswa Kartu Sarjana 2025, Pendaftaran Maksimal 1 September
Baca juga: Nasib Apes Nenek Endang Warga Klaten, Diminta Bayar Rp115 Juta Karena Langgar Hak Siar Liga Inggris
Baca juga: Siap-siap Coding dan AI Masuk Kurikulum SD-SMP di Batang, Siswa Bakal Sering Bikin Proyek Digital