Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Blora

Polemik SK 185! Perhutani KPH Blora Bantah Janji Bagi Hasil, Sebut KTH Ingin Skema Berbeda

Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Blora buka suara menanggapi protes dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Tirto Kajengan Blora.

Penulis: M Iqbal Shukri | Editor: raka f pujangga
Iqbal/Tribunjateng
PETANI HUTAN - Sejumlah petani hutan membawa poster dalam aksi protes terhadap Perhutani KPH Blora, Senin (3/11/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, BLORA - Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Blora buka suara menanggapi protes dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Tirto Kajengan, Desa Kajengan, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, yang menagih janji bagi hasil dari Perhutani.

Pasalnya, dari KTH Tirto Kajengan menyebut KTH dijanjikan bagi hasil 20 persen, jika lahan digarap oleh Perhutani. Namun dalam tiga kali panen, KTH merasa tidak menerima sesuai apa yang dijanjikan oleh Perhutani KPH Blora.

Baca juga: BPBD Blora Sebut Ada Empat Kecamatan yang Rawan Puting Beliung saat Musim Hujan

Wakil Administratur (ADM) Perhutani Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Blora, Arief Silvie, mengatakan tidak pernah menjanjikan bagi hasil tersebut.

"Bukan perhutani yang menjanjikan. Tetapi aturannya begitu. Jadi mereka adalah pemegang SK 185 dan SK 192. Nah, bagi pemegang SK 185 dan SK 192 itu skema Perhutanan Sosial nya adalah Perhutanan Sosial Kemitraan Kehutanan (PSKK)."

"Nah, di dalam PSKK disebutkan itu harus bekerja sama dengan Perhutani. Ketika bekerja sama dengan perhutani ada bagi hasil (sharing)," jelasnya, Rabu (5/11/2025).

Menurutnya dalam aturan yang ada, jika modalnya oleh Perhutani, maka Perhutani mendapatkan 80 persen, KTH mendapat 20 persen.

"Jika modalnya dari kelompok tani, maka kelompok tani dapat 80 persen, Perhutani hanya dapat 20 persen."

"Syaratnya adalah karena itu uang negara, maka harus bekerja sama, harus ada Perjanjian Kerja Sama atau PKS nya. Jadi PKS itu nanti diajukan ke Kementerian Kehutanan, ditandatangani oleh Menteri Kehutanan, baru Perhutani bisa mengeluarkan sharing itu," jelasnya.

Arief mengeklaim bahwa skema tersebut sempat dibahas antara Perhutani KPH Blora dengan KTH Tirto Kajengan.

Namun tidak ada kata sepakat antar keduanya.

"Di Kelompok Tani Tirto Kajengan itu pernah digagas begitu. Pernah dibahas dua sampai tiga kali. Tetapi selalu mentok dan tidak ada kata sepakat."

"Tidak ada kata sepakatnya itu yang pertama terkait dengan keluasan. Sesuai dengan SK luasnya itu adalah sekitar 105 hektare, tetapi mereka menginginkan ada penambahan luasan hingga sekitar 118 hektare. Itu kan bukan kewenangan di kami. Sehingga kami tidak bisa menyepakati dengan mereka. Karena SK mereka hanya menyebutkan sekitar 105 hektare itu," jelasnya.

Selain itu, faktor lainnya, penyebab tidak adanya kesepakatan, yakni terkait KTH yang menghendaki Hutan Kemasyarakatan (HKM) dan dari sisi bagi hasil.

"Lalu terkait skema, sesuai dengan SK 185 itu skemanya harusnya PSKK, tetapi mereka menghendaki HKM. Nah, itu jelas sudah tidak ada deal."

"Terus terkait dengan persentase bagi hasil. Penginnya mereka kalau modal dari mereka (KTH), Perhutani hanya dapat 10 persen. Itu sudah bertentangan dengan aturan yang ada, akhirnya terjadi deadlock lah itu."

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved