Tribunjateng Hari ini
Ribuan Anak di Gaza Senang Bisa Mulai Kembali Bersekolah
Ribuan anak-anak di Gaza mulai kembali sekolah secara bertahap. Meski belajar tanpa kursi-meja, mereka tetap bersemangat.
Penulis: Yayan | Editor: M Syofri Kurniawan
- Setelah gencatan senjata antara Israel dan Hamas, ribuan anak di Jalur Gaza mulai kembali ke sekolah setelah lebih dari dua tahun terhenti akibat perang dan pengungsian.
 - UNRWA membuka kembali proses belajar dengan ruang kelas sementara; sebagian siswa masih belajar tanpa meja dan kursi, namun tetap antusias mengikuti pelajaran.
 - Meski sarana belum pulih, warga dan pihak sekolah menyambut positif kembalinya kegiatan pendidikan sebagai tanda awal pemulihan dan harapan bagi generasi muda Gaza.
 
TRIBUNJATENG.COM, GAZA – Gencatan senjata antara Hamas dan Israel membawa harapan baru bagi anak-anak di Gaza. Ribuan anak di Gaza kembali bersekolah setelah lebih dari dua tahun hidup dalam konflik dan pengungsian. Selama itu, waktu mereka untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah terampas.
United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) for Palestine Refugees in the Near East atau Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat, mengumumkan bahwa proses pembelajaran secara bertahap kembali dimulai, menyusul gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Kepala UNRWA, Philippe Lazzarini, pada Selasa (28/10) menyatakan, lebih dari 25.000 siswa kini belajar di ruang kelas sementara yang dikelola UNRWA. Sementara sekitar 300.000 siswa lainnya mengikuti pembelajaran secara daring.
Baca juga: Alasan Netanyahu Perintahkan Israel Serang Gaza di Tengah Gencatan Senjata
Baca juga: Tentara Israel Langgar Gencatan Senjata Gaza, Tembak Mati 9 Warga Palestina
Di Sekolah Al Hassaina, wilayah barat Nuseirat, Gaza tengah, kegiatan belajar mengajar kembali berlangsung pada Sabtu (1/11). Namun, proses belajar masih terkendala minimnya ruang kelas dan fasilitas.
“Saya sekarang kelas enam, tetapi kehilangan dua tahun sekolah karena pengungsian dan perang,” tutur Warda Radwan, siswi berusia 11 tahun, kepada AFP.
Sekolah Al Hassaina sebelumnya difungsikan sebagai tempat pengungsian selama dua tahun terakhir. Seperti banyak fasilitas UNRWA lainnya, gedung sekolah ini menjadi rumah sementara bagi puluhan keluarga. Sisa-sisa kehadiran mereka masih terlihat, seperti jemuran yang membentang di sepanjang tiga lantai bangunan.
Radwan menjelaskan, kegiatan belajar dimulai kembali secara perlahan seiring keluarnya para pengungsi dari gedung sekolah. “Kemudian saya dan teman-teman bisa belajar seperti dulu lagi, kami senang,” ujarnya.
Pada Sabtu pagi, halaman sekolah tampak ramai oleh para siswi yang berbaris mengikuti apel pagi. Mereka melakukan peregangan ringan bersama guru sambil meneriakkan slogan, “Hidup Palestina!”
Meski demikian, proses belajar masih jauh dari kondisi ideal. Di ruang kelas, sekitar 50 anak perempuan duduk berhimpitan di lantai tanpa meja dan kursi. Mereka menyalin pelajaran dari papan tulis dengan penuh semangat dan menjawab pertanyaan guru dengan antusias.
Kelas lain yang diisi siswi remaja menghadapi situasi serupa. Semua duduk bersila di lantai, menggunakan pangkuan sebagai alas menulis. Walau dengan fasilitas sangat terbatas, para siswa tampak antusias mengikuti pembelajaran di sekolah.
Tumbuhkan harapan baru
Jenin Abu Jarad, kerabat salah satu siswi, menyambut baik dimulainya kembali kegiatan belajar-mengajar. “Sejak 7 Oktober 2023, anak-anak kami tidak bisa sekolah,” katanya.
“Selama masa itu, yang bisa mereka lakukan hanya mengambil air, membeli makanan, atau bermain di jalan. Tapi alhamdulillah, sekitar seminggu hingga sepuluh hari terakhir, sekolah mulai dibuka kembali perlahan,” tambahnya.
Dua tahun perang hampir menghancurkan sistem pendidikan di Gaza. Ada lebih dari 650.000 anak tanpa pendidikan formal.
Saat ini, sekitar satu dari enam anak usia sekolah telah kembali ke kelas sementara. Data PBB menyebut, lebih dari 97 persen sekolah di Gaza rusak selama konflik.
UNRWA kini berupaya keras memulihkan hak pendidikan bagi anak-anak di Gaza, meskipun sarana dan prasarana masih terbatas. Proses belajar dilakukan di gedung-gedung yang rusak dan di bawah ancaman krisis kemanusiaan yang masih membayangi wilayah tersebut. (Kompas.com)
| Sorot Jabatan 8 Kepala Dinas dan 44 Lurah Kosong, DPRD Kota Semarang Nilai Kinerja OPD Tak Optimal | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Tambang Pasir Ilegal di Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Perputaran Uang Capai Rp 3 Triliun | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| KAI Siapkan 234 Meter Kubik Kricak untuk Naikkan Rel Antara Tawang-Alastua | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Sigit Bawa Kopi Nyampleng dan Anarkopi ke Festival Kopi Muria | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Nia Terpaksa Naik Perahu Karet untuk ke RSI Sultan Agung | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
			
                
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.