Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Cilacap

Mengenal Ujungalang, Desa Penghasil Nipah yang Menyimpan Harapan di Pesisir Cilacap

Hampir sebagian besar warga setempat menggantungkan hidup dari usaha memproduksi lidi nipah yang kemudian dijual ke pengepul Jawa Barat

|
Penulis: Rayka Diah Setianingrum | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Rayka Diah Setyaningrum
MENGOLAH NIPAH - Warga Desa Ujungalang, Kecamatan Kampung Laut, tampak tekun mengolah lidi dari pucuk pohon nipah yang baru dipanen untuk dijemur dan dijual ke pengepul. 

Desa Ujungalang sendiri memiliki bentang mangrove dan nipah yang luasnya mencapai 50 kilometer persegi, sebuah potensi alam yang belum tergarap maksimal.

Sayangnya, keterbatasan modal, teknologi, dan pemasaran membuat hasil nipah belum mampu diolah menjadi produk unggulan desa.

Menurut Kustoro, setidaknya ada 60 petani nipah yang aktif, dan separuh di antaranya sudah merasakan peningkatan pendapatan.

Namun ia menekankan, dukungan modal usaha, pelatihan, dan akses pasar lebih luas sangat diperlukan agar usaha nipah bisa berkembang.

Selain nipah, kawasan hutan mangrove di Ujungalang juga menyimpan peluang besar untuk dijadikan destinasi ekowisata.

"Kami berharap pemerintah daerah bisa ikut menata kawasan ini, sehingga Ujungalang berkembang sebagai desa wisata berbasis konservasi," ungkap Kustoro.

Ia menambahkan, kombinasi antara produksi nipah ramah lingkungan dengan pengembangan wisata mangrove dapat menjadikan Ujungalang sebagai desa hijau yang berdaya saing.

"Potensi kami besar, tapi perlu dukungan dari banyak pihak, baik pemerintah maupun swasta," tuturnya.

Bagi sebagian warga, seperti Manisah, nipah adalah penyelamat ekonomi keluarga sejak awal 2000-an.

Ia mengaku beralih dari melaut ke memanen pucuk nipah karena faktor usia dan kondisi fisik yang tak lagi kuat menahan dinginnya laut.

"Sejak 2004 saya mulai cari nipah untuk kebutuhan sehari-hari, hasilnya lumayan bisa untuk makan," kata Manisah.

Dalam seminggu, ia bisa meraup Rp150 ribu hingga Rp200 ribu dari menjual lidi nipah yang dijemur hingga kering.

Dengan perahu kecil, ia membawa hasil panenan dari hutan ke rumah, kemudian memilah lidi dan menjemurnya dua sampai tiga hari.

Namun pekerjaan itu tidak selalu mudah, sebab cuaca dan pasang surut air laut sering menjadi tantangan tersendiri.

Saat rob datang, halaman rumah terendam sehingga lidi tidak bisa dijemur dengan baik dan seringkali berjamur.

"Tantangannya kalau air pasang siang hari, jemuran gagal kering dan akhirnya tidak laku dijual," keluhnya sambil menyerut lidi.

Kisah Manisah adalah potret sederhana dari bagaimana nipah menjadi denyut nadi kehidupan warga Ujungalang.

Di tengah keterbatasan, pohon nipah tetap berdiri sebagai sumber harapan, sekaligus peluang masa depan bagi desa pesisir ini. (ray)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved