Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Banjir hingga Kekeringan, Jateng Dikepung Bencana, Warga Tak Lagi Bisa Prediksi Cuaca

Jawa Tengah, provinsi yang dikenal sebagai jantung Pulau Jawa, dalam satu dekade terakhir justru kerap menjadi episentrum bencana hidrometeorologi

Penulis: budi susanto | Editor: muslimah
TRIBUN JATENG/FAISAL AFFAN
BANJIR ROB - Beberapa kendaraan melintasi jalur Pantura Sayung Demak, Jumat (13/6/2025). Lokasi tersebut menjadi langganan banjir rob. 

Pada 2018-2019, ratusan desa dilaporkan kekurangan air bersih. Petani kesulitan mengairi sawah, sementara warga harus bergantung pada bantuan distribusi air dengan tangki.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan adanya kenaikan frekuensi hujan ekstrem di Jawa Tengah dalam kurun 1981-2024. 

Hujan dengan intensitas lebih dari 50 mm per hari kini lebih sering terjadi, memicu banjir lokal dan longsor di banyak titik.

Fenomena global El Niño dan La Niña turut membuat pola hujan semakin tidak menentu. 

Musim penghujan dan kemarau tidak lagi konsisten, menyulitkan petani dan masyarakat dalam beradaptasi.

Sementara data dari lembaga Kemitraan menegaskan perubahan iklim semakin nyata. Suhu udara di Jawa Tengah naik rata-rata 0,03 derajat per tahun. 

Bahkan di empat kabupaten/kota di Pantura, peningkatannya mencapai 0,0375 derajat per tahun.

“Peningkatan suhu udara 0,01 saja sudah berdampak bagi lingkungan. Apalagi tren yang tercatat sekarang,” ujar Eka Melisa, Direktur Program Kemitraan beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, curah hujan saat musim penghujan meningkat 10-40 persen pada periode Desember hingga Maret, sementara saat musim kemarau berkurang dengan laju 8,9 milimeter per tahun. 

Kondisi ini menyebabkan kekeringan meluas hingga 78 ribu hektare pada 2023, dengan gagal panen mencapai 25 ribu hektare lahan pertanian.

Bencana berulang tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga melumpuhkan roda ekonomi. 

Pertanian menjadi sektor paling terpukul: banjir merusak sawah, sementara kekeringan menghambat tanam. Di pesisir, rob merendam kawasan industri, membuat ribuan buruh kehilangan penghasilan harian.

Dalam sepuluh tahun terakhir, kerugian ekonomi Jawa Tengah akibat bencana ditaksir mencapai puluhan triliun rupiah. 

Data yang dihimpun Tribun Jateng, Kota Semarang mencatat kerugian hampir Rp 2 triliun hanya dalam lima tahun terakhir akibat kombinasi banjir, rob, dan amblesan tanah. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved