Wansus Tribun Jateng
Bedah Kemampuan AI Tiru Perasaan Manusia
Bahkan mantan Rektor Unika Soegijapranata ini sudah buktikan memulai kolaborasi teknologi AI dan Psikologi.
Penulis: M Iqbal Shukri | Editor: muh radlis
Memang bacaan seperti itu tidak diminati ya.
Orang-orang malas kalau mau baca yang seperti itu.
Begitu ada kejadian baru cari. Itu sebetulnya sudah ada. Bahkan undang-undangnya juga sudah ada.
Undang-undangnya itu juga sudah diterbitkan sejak lama bagi mereka-mereka yang di bidang kepolisian dan hukum sudah tahu, itu sudah ada bagaimana menjeratnya dan lain sebagainya.
Jadi kayaknya untuk bagian-bagian itu tidak ketinggalan.
Memang kurang detail karena kita belum tahu kondisi realitas seperti apa yang ada di masyarakat, tetapi itu sudah bisa untuk panduan awal.
Apakah menyalahgunakan wajah orang lain kemudian diedit memakai AI bisa dipidana?
Jadi di undang-undang informasi dan transaksi elektronik itu sebetulnya sudah ada beberapa pasal yang membahas tentang itu ya.
Bagaimana kemudian mengubah, tanpa izin menggunakan wajah orang itu secara implisit sudah ada di sana, termasuk bagaimana hukumannya.
Apakah bidang psikologi dengan AI bisa dikolaborasikan?
Memang seringkali psikologi dan komputer itu dianggap bertentangan ya.
Jadi kalau psikologi lebih menyentuh manusia sementara komputer itu dianggap lebih menyentuh ke mesin. Tetapi sebetulnya dua hal itu bisa berkolaborasi.
Sebagai contoh saya pernah penelitian bersama orang yang konsen di bidang psikologi, saat itu meneliti tentang kepribadian ambang, orang-orang galau.
Orang-orang galau itu kalau sampai kemudian dibiarkan itu ada kecenderungan melukai diri sendiri. Kecenderungannya bahkan lebih jauh dari itu.
Bagaimana jika di sisi mereka tidak ada psikolog. Makanya kemudian ada yang namanya teknologi AI.
Penggunaan chatbot untuk berkomunikasi dengan mereka-mereka yang punya kepribadian ambang, dan hasilnya cukup positif. Mereka-mereka yang punya kepribadian ambang merasa ditemani.
Sampai nantinya ketika ada orang-orang yang punya kompetensi di bidang itu atau orang-orang dekatnya bisa mengajak berkomunikasi, maka kemudian dialihkan.
Nah, itu salah satu bentuk kolaborasi antara psikologi dan teknologi.
Bagaimana caranya anak-anak remaja, anak muda, dan masyarakat umum bisa menggunakan AI secara benar?
Sejak awal ada istilah namanya literasi digital, jadi literasi digital itu membuat kita memahami apa yang namanya digital. Kadang-kadang karena salah informasi, orang-orang itu menjadi takut.
Takut dengan hal-hal yang berbau dengan teknologi. Biasanya kalau sudah takut menjauhi. Kalau sudah menjauhi memusuhi.
Padahal orang yang lain bahkan menunggangi teknologi. Jadi seringkali manusia itu bukan kalah oleh mesin, tapi kalah oleh mesin yang ditunggangi oleh manusia.
Artinya manusia menggunakan mesin untuk kemudian berkompetisi dengan manusia yang tadi takut dengan teknologi. Jadi yang penting kata kuncinya adalah literasi.
Literasi digital itu bukan hanya bicara tentang bagaimana menggunakan teknologi, bukan juga bicara tentang bagaimana budayanya, bagaimana etikanya, bagaimana keamanannya.
Jadi kalau mereka memahami dimensi digital secara menyeluruh dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, saya kok yakin mereka bisa lebih paham tentang yang terjadi di dunia digital.(Iqs)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.