Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Salatiga

Refleksi Diri Lewat Wayangan Kamis Legi, Dance Ishak Palit Ajak Anak-anak di Rumah Rakyat Salatiga

Bagi Dance Ishak Palit, “Wayangan Kamis Leginan” bukan sekadar hiburan momentum spiritual dan kultural, sekaligus pelestarian budaya lokal.

Dok DPRD Kota Salatiga/istimewa
WAYANG KAMIS LEGINAN - Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit, menyampaikan sambutan dalam acara Wayang Kamis Leginan di Pendopo Bung Karno, kompleks Gedung DPRD Kota Salatiga, Jalan Sukowati No. 51, Kalicacing, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Wayang Kamis Leginan bukan sekadar hiburan, melainkan ruang refleksi diri dan pelestarian budaya Jawa yang melibatkan anak-anak sebagai dalang, sinden, dan pengrawit di Rumah Rakyat Salatiga. 

Setiap kali, suasananya selalu meriah dan sarat makna. Penonton datang dari berbagai kalangan, meliputi tokoh masyarakat, pelajar, bahkan wisatawan mancanegara yang kebetulan berada di Salatiga. “Sampai ada bule-bule ikut nonton,” tutur Dance sambil tertawa kecil.

Pagelaran terbaru terakhir pada Agustus, menampilkan Ki Raditya Ganendra Arzata, dalang muda berbakat, membawakan lakon “Pandawa Syukur”. Seluruh pengrawitnya adalah anak-anak usia sekolah dasar, yang memainkan gamelan dengan ekspresi penuh bangga.

Di bawah langit malam yang bersih, Pendopo Bung Karno, bagian dari kompleks DPRD Kota Salatiga. berubah menjadi panggung budaya yang hidup. Sisi kanan pendapa dipenuhi warga yang duduk lesehan, sementara sisi kiri dipadati anak-anak yang antusias menyaksikan tokoh wayang beraksi. 

Di belakang, aroma kopi dan jajanan pasar buatan UMKM lokal menguar, melengkapi kehangatan suasana. Kegiatan yang digelar setiap selapanan (40 hari sekali) ini telah menjadi terobosan budaya di Salatiga

Tak hanya menjadi ajang hiburan rakyat, tapi juga wadah regenerasi seniman muda dan penguatan identitas daerah. “Ini bentuk simbol dan komitmen DPRD Salatiga dalam ikut melestarikan seni budaya wayang,” kata Dance.

Tak jarang, acara ini juga diawali dengan tarian tradisional dari siswa-siswi sekolah dan sanggar seni setempat. Anak-anak menari dengan busana warna-warni, membawakan tarian klasik Jawa yang penuh makna. Setiap tepuk tangan penonton menjadi semacam doa agar mereka terus mencintai budayanya sendiri.

Membentuk Generasi

Dance mengaku, keterlibatan generasi muda dalam pentas budaya ini memiliki pesan yang dalam. Ia ingin anak-anak belajar disiplin, kerja sama, dan mencintai akar budayanya, bukan hanya terpaku pada layar ponsel.
“Kalau mereka sibuk berlatih gamelan, menari, atau mendalang, waktu mereka tidak akan habis hanya di depan ponsel. Kita melatih agar tidak kecanduan dan terpengaruh hal-hal buruk yang didapat dari ponsel saja,” kata Dance.

Menurut dia, kegiatan seni seperti ini adalah cara sederhana tapi efektif untuk mengembalikan ruang sosial anak-anak, tempat mereka berinteraksi, berproses, dan menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya bangsa.

Wayangan Kembali Digelar

Dance memastikan, kegiatan Wayangan Kamis Leginan akan terus berjalan rutin. “November nanti akan ada pentas budaya wayang lagi,” ungkap dia. 

Dance berharap agenda ini bisa terus berlanjut meski masa jabatannya berakhir nanti. Bagi dia, pelestarian budaya adalah tanggung jawab bersama, bukan proyek sementara. “Kita ingin DPRD bukan hanya dikenal karena kebijakan, tapi juga karena kontribusi terhadap kebudayaan,” imbuhnya.

Kini, Gedung DPRD Kota Salatiga bukan hanya tempat sidang dan rapat formal. Di sanalah warga bisa berolahraga di halaman, berdiskusi di ruang rapat, membaca di lobi, dan menikmati seni di pendopo. Semua itu terangkai dalam satu semangat besar: menjadikan lembaga rakyat benar-benar milik rakyat.

Baca juga: Harmoni Budaya Wonosobo, Kolaborasikan Pertunjukan Wayang, Bundengan, dan Tari Khas di TMII Jakarta

Wayangan Kamis Legen hanyalah satu bagian kecil dari gerakan besar itu, gerakan untuk menjadikan kebudayaan sebagai roh pelayanan publik.

“Kalau budaya hidup, maka rakyat juga hidup. Karena di dalam budaya, ada jiwa, ada nilai, ada cinta,” tutup Dance.

Dan setiap Kamis Legi malam, di bawah bayangan kelir dan cahaya lampu minyak, jiwa dan cinta itu terus menyala di Rumah Rakyat Salatiga. (*) 

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved