Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jawa Tengah

FAKTA Baru Kasus Salah Tangkap di Magelang, KPAI: Ada Unsur Pelecehan

KPAI menemukan adanya unsur pelecehan seksual dalam kasus salah tangkap dan penyiksaan oleh polisi seusai demonstrasi ricuh di Polres Magelang Kota.

Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
KOMPAS.com/Egadia Birru
FAKTA TERBARU - Anggota KPAI Diyah Puspitarini. KPAI menemukan satu fakta baru dalam kasus salah tangkap usai demo ricuh di Polres Magelang Kota pada 29 Agustus 2025. KPAI menduga ada unsur pelecehan terhadap korban, tak sekadar penyiksaan. 

Laporan ini merupakan laporan kedua kalinya dalam kasus yang sama.

Sebelumnya, LBH Yogyakarta melaporkan kasus serupa dengan korban DRP (15).

"Iya, kami melaporkan empat korban baru lagi dengan inisial IPO (15), AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17)," ucap Kuasa Hukum korban dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Royan Juliazka Chandrajaya.

Perbedaan laporan kali ini, kuasa hukum telah mengantongi empat nama polisi yang diduga telah melakukan penganiayaan terhadap para korban.

Empat polisi itu masing-masing berinisial AIS, A, H, dan T.

"Mereka bertiga telah melakukan penganiayaan terutama A dan H. Satu polisi berinisial AIS tidak melakukan penganiayaan tapi melihat proses penganiayaan tersebut,"

"Padahal dia merupakan pejabat tinggi Polres Magelang Kota seharusnya memiliki kewenangan untuk melarang anak buahnya bukan malah membiarkannya," katanya.

Baca juga: Insiden Gancet yang Bikin Sepasang Pendaki Meninggal, Hasil Autopsi Ungkap Fakta Mengerikan Ini

Dalam pelaporan ke Polda Jateng, Royan membawa beberapa alat bukti berupa foto luka korban, tangkapan layar data pribadi korban dan salinan resume medis para korban.

Sejumlah bukti itu untuk menjelaskan secara rinci proses penganiayaan yang dialami korban mulai dari pemukulan menggunakan alat keling maupun tangan kosong.

Korban juga mendapatkan penyiksaan berupa dicambuk menggunakan selang. 

Bahkan, para korban disuruh mengunyah kencur secara bergantian dari 53 orang ditangkap polisi tanpa memperhatikan potensi penularan penyakit.

Penyiksaan itu dilakukan agar para korban mengakui telah mengikuti aksi demonstrasi.

"Kami melampirkan bukti laporan ini lebih lengkap dibandingkan dengan laporan sebelumnya, tadi sudah kami serahkan ke Ditreskrimum dan Bidpropam Polda Jateng," katanya.

Para korban melaporkan anggota Polres Magelang Kota mengenai dua aspek dugaan pelanggaran yakni pidana dan etik.

"Jadi kami tidak hanya melaporkan secara pidana melainkan pula soal potensi pelanggaran etiknya," bebernya.

Dari kasus Magelang ini, Royan berharap menjadi pintu masuk komitmen kepolisian untuk melakukan reformasi polisi yang sedang digaungkan oleh kepolisian isu sendiri. 

Kemudian yang paling penting adalah memulihkan hak-hak korban. 

Polda Jateng juga diharapkan mampu menyeret para pelaku dengan memberikan sanksi. Pihaknya juga ingin memperlihatkan kepada publik bahwa kekerasan kepolisian terhadap warga tidak boleh dinormalisasi.

"Perbuatan menyiksa korban tak bersalah merupakan pelanggaran HAM," ujarnya.

Baca juga: Warga Sentil Dedi Mulyadi, Siswa Jalan Kaki 2 Jam Gelap Gulita Lewati Hutan ke Sekolah

Sempat Dibujuk Damai

Empat korban dugaan kasus kekerasan oleh anggota Polres Magelang Kota itu sempat dibujuk berdamai oleh para pejabat pemerintah dan desa. 

Mereka meminta para korban tak usah melaporkan kasus kekerasan yang diduga dilakukan oleh polisi ke Polda Jateng.

"Iya ada upaya bujukan damai yang ditawarkan kepada para orangtua korban yang dilakukan oleh pejabat pemerintah kabupaten Magelang dan kelurahan padadua tiga hari lalu sebelum kami melaporkan kasus ini ke Polda Jateng," ucap Royan Juliazka

Royan belum bisa mengindentifikasi alasan para pejabat itu ikut campur dalam persoalan ini. 

Bujukan itu dialami para orangtua korban IPO (15), AAP (17) SPRW (16) dan MDP (17) disertai dengan janji bahwa para korban akan mendapatkan bantuan medis dan uang jika tak melaporkan kasus itu ke Polda Jateng

Namun orangtua para korban bergeming atas bujukan itu. Mereka tetap melaporkan kasus ini dengan alasan korban bisa mendapatkan hak pemulihan.

"Ini bukan masalah soal uang, tetapi bagaimana korban bisa mendapatkan pemulihan hak-haknya dan polisi yang menjadi pelaku bisa disanksi," tuturnya. (Kompas.com/Iwan Arifianto)

Sumber Kompas.com

 

Sumber: Kompas.com
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved