Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Purbalingga

Harga Singkong Anjlok, Ekstensifikasi Tebu Jadi Harapan Baru Petani Purbalingga

Di tengah anjloknya harga singkong, progam ekstensifikasi tebu dari Kementrian Pertanian kini mulai membuka harapan baru

Penulis: Farah Anis Rahmawati | Editor: muh radlis
IST
SOSIALISASI - Dinas Pertanian Purbalingga saat melakukan sosialisasi kepada para petani tebu terkait progam ekstensifikasi tebu di Kecamatan Pengadegan. dok. Dinpertan Purbalingga 

TRIBUNJATENG.COM, PURBALINGGA - Di tengah anjloknya harga singkong, progam ekstensifikasi tebu dari Kementrian Pertanian kini mulai membuka harapan baru bagi para petani di Kabupaten Purbalingga


Sebelumnya singkong hanya dihargai Rp520 di pabrik, dan petani hanya menerima sekitar Rp200 per kilogram.

Sehingga adanya progam ekstensifikasi tersebut tentu menjadi angin segar bagi para petani karena menawarkan nilai ekonomi yang jauh lebih tinggi. 


Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian(Dinpertan) Purbalingga, Hafidhah Khusniyati mengatakan, pemerintah pusat kini memberi dukungan penuh bagi perluasan areal tebu di lahan kering.

Sasarannya adalah mengalihkan sebagian besar lahan singkong di wilayah potensial, seperti Kejobong dan Pengadegan. 


"Potensinya ada sekitar 569 hektare di Kejobong dan 590 di Pengadegan. Itu lahan singkong yang berpeluang dialihkan ke tebu," ungkapnya kepada Tribunbanyumas.com, Senin (24/11/2025).


Progam ekstensifikasi tersebut menurutnya bukan sekedar imbauan, pemerintah pusat bahkan telah menyiapkan dukungan nyata berupa bantuan 60 ribu benih mata tunas per hektare dan bantuan pengolahan lahan sekitar Rp3,6 juta. 


"Jika dikonversikan dalam bentuk uang, maka total bantuan mencapai Rp14,5 juta per hektare," ujarnya. 


Padahal, kebutuhan biaya produksi tebu per hektare dapat mencapai sekitar Rp30 juta, dari mulai olah lahan, penanaman hingga perawatan. Artinya, petani hanya perlu menanggung sekitar Rp16,5 juta saja. 


"Untuk tahun pertama memang biayanya besar di bibit dan olah lahan. Tapi masuk tahun kedua sampai ke empat, petani tidak perlu beli bibit lagi. Tinggal mupuk dan rawat. Baru di tahun kelima bongkar ulang dan tanam ulang, " jelasnya. 


Jaminan Pembelian 


Hafidhah menyebut, salah satu kekhawatiran besar petani adalah harga tebu yang fluktuatif dan ketidakpastian pembelian. Namun kali ini pihaknya memastikan pemerintah telah memberikan kepastian lewat kerja sama dengan PGS Ragi Pekalongan. 


"Sehingga tebu petani dijamin terbeli. Selama tebu di lapangan masih ada, pabrik gula tidak boleh tutup. Mereka bahkan siap untuk mengundur musim giling hanya untuk menunggu panen petani," tegasnya. 


Untuk harga pun menurutnya juga telah dipatok melalui SK Kepala Bapanas. 


"Sehingga tidak ada lagi cerita harga tebu anjlok saat panen raya," katanya. 

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved