Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Lifestyle

Tips Agar Anak Mau Mendengar Tanpa Membantah Orangtua, Cobalah Pakai 6 Kata Ajaib Ini

Anak butuh tahu bahwa mereka dihormati dan boleh mengekspresikan perasaan tanpa takut dimarahi.  

Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
PEMKAB BATANG
LOMBA MEWARNAI - Ilustrasi seorang anak sedang mewarnai gambar dalam kegiatan bertajuk Parenting Orangtua Hebat di Kabupaten Batang. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sebagai orangtua, kamu pasti mengalami situasi bingung harus bagaimana lagi menghadapi sikap maupun sifat anak.

Sebagian besar tentu pernah mengalami pada kondisi seperti itu.

Anak-anak justru terkesan melawan, membantah saat dinasehati.

Baca juga: Smandar Parenting di SMA Negeri 1 Bandar, Ajak Orangtua Bersinergi Bangun Karakter Anak

Hal ini yang kemudian memancing emosi orangtua kepada anak, bahkan parahnya hingga ke aksi pemukulan terhadap anak.

Tak dimungkiri memang, orangtua kerapkali frustasi ketika anak tidak mau mendengarkan. 

Perintah sederhana seperti "tolong jangan teriak" justru bisa memicu perlawanan. 

Menurut Reem Raouda, pakar parenting, kuncinya bukan seberapa keras orangtua itu bicara, melainkan bagaimana membangun koneksi dengan anak.  

"Saya telah mempelajari lebih dari 200 hubungan orangtua dan anak."

"Saya juga seorang ibu."

"Saya belajar bahwa anak-anak mendengarkan lebih baik ketika mereka merasa terhubung," kata Reem seperti dilansir dari Kompas.com, Senin (1/9/2025).  

Dia menekankan, faktor terpenting adalah rasa aman secara emosional.

Anak butuh tahu bahwa mereka dihormati dan boleh mengekspresikan perasaan tanpa takut dimarahi.  

Untuk membantu orangtua menciptakan kondisi itu, Reem membagikan enam "kalimat ajaib" yang terbukti bisa menenangkan anak sekaligus membuka ruang kerja sama.  

Berikut 6 kalimat ajaib yang membuat anak-anak mendengarkan orangtua.

Baca juga: Cegah Dampak Buruk “Budaya Scroll”, SD Negeri 1 Purwogondo Boja Gelar Seminar Parenting

1. Aku percaya kamu

Kalimat sederhana ini bisa membuat anak merasa dipercaya, terutama saat melakukan kesalahan kecil.  

Jika orangtua langsung ragu atau menuduh, anak biasanya akan memasang tameng dan sulit diajak bicara.

Sebaliknya, ketika orangtua memberi keyakinan, anak merasa aman.

Contoh, ketika anak tidak sengaja menumpahkan jus.

Alih-alih berkata "Ah, kenapa kamu harus menumpahkannya?"

Nah, cobalah ucapkan ini.

"Mama percaya kamu tidak sengaja melakukannya."

"Yuk bersihkan bareng."

Hasilnya, masalah selesai tanpa ada pertengkaran.  

MEMBUAT BOBA - Dokumentasi mahasiswa KKN UPGRIS membuat pelatihan pembuatan boba dari buah naga untuk anak-anak dalam program parenting.
MEMBUAT BOBA - Dokumentasi mahasiswa KKN UPGRIS membuat pelatihan pembuatan boba dari buah naga untuk anak-anak dalam program parenting. (UPGRIS)

2. Yuk lakukan bersama

Banyak konflik muncul karena orangtua hanya memberi perintah.

Padahal, ketika anak diajak ikut mencari solusi, mereka lebih mudah menerima hasilnya.  

Misalnya, anak menolak membereskan mainan.

Cobalah katakan seperti ini.

"Papa lihat adik belum mau membereskan mainan."

"Bagaimana kalau kita lakukan bersama?"

"Menurutmu langkah pertama apa?"

Dengan begitu, anak tetap belajar tanggung jawab, tapi tidak terasa seperti paksaan.  

Baca juga: Dinkes Kota Pekalongan Fasilitasi Kelas Parenting Anak Inklusi SKB

3. Enggak apa-apa, aku ada di sini

Saat anak tantrum atau kecewa, logika anak biasanya mati karena tubuh masuk ke mode fight-or-flight.

Pada kondisi itu, mereka butuh dukungan emosional, bukan ceramah.  

Contohnya, ketika mainan anak jatuh lalu anak mengamuk.

Daripada mengomel seperti "Masa gitu aja nangis," lebih baik ucapkan seperti.

"Enggak apa-apa kalau sedih dan mau menangis."

"Mama ada di sini ya."

Biarkan emosi anak mereda terlebih dahulu, barulah dia siap diajak bicara lagi.  

4. Yuk, ceritakan apa yang terjadi?

Sebelum anak mau mendengarkan orangtua, mereka perlu merasa didengarkan terlebih dahulu.

Perubahan kecil ini bisa menghilangkan sikap menolak.  

Misalnya anak marah dan berkata seperti ini.

"Aku enggak mau main sama adik lagi!"

Orangtua bisa menanggapi dengan kata ini.

"Coba ceritakan kenapa?"

"Mama akan dengarkan."  

Dari situ, orangtua bisa memahami akar masalah yang sesungguhnya, bukan hanya perilaku di depan seperti apa.  

5. Aku paham, aku di pihakmu

Banyak drama anak berawal dari perasaan tidak dipahami.

Dengan mengucapkan kalimat ini, orangtua berubah posisi dari lawan menjadi sekutu.  

Contohnya ketika anak kesal, seperti ini.

"PR ini susah banget!"

"Aku malas mengerjakannya."  

Orangtua bisa berkata.

"Papa paham kok, kamu merasa kesulitan."

"Coba kita cari caranya biar lebih gampang."  

Dengan merasa didukung, anak biasanya lebih tenang dan mau diajak kompromi. 

Baca juga: Lewat Seminar Parenting, BPR Artha Tanah Mas Jembatani Kebutuhan Nasabah

6. Aku tetap mendukungmu

Setiap anak pernah membuat kesalahan.

Di saat itu, kalimat dukungan tanpa syarat, jauh lebih berarti dibanding ceramah panjang.  

Misalnya anak merusak proyek sekolah dan merasa sangat bersalah.

Daripada langsung marah, orangtua bisa bersikap seperti ini.

"Aku akan mendukungmu, apapun yang terjadi."

"Yuk, kita perbaiki sama-sama."

Dari sana, anak belajar bahwa kesalahan bukan akhir dari segalanya.  

Tidak ada kalimat ajaib yang bisa langsung menyelesaikan semua masalah jika pola komunikasi keluarga masih penuh ancaman dan teriakan.  

Namun, jika orangtua konsisten memberi rasa aman, menjaga harga diri anak, dan tetap menerapkan batasan yang sehat, anak akan lebih mudah mendengarkan secara alami.  

Pada akhirnya, tujuan utama parenting bukan sekadar membuat anak patuh sesaat, yang lebih penting adalah membangun hubungan jangka panjang yang penuh kepercayaan.

Sehingga, anak tumbuh dengan keyakinan bahwa dia selalu punya tempat aman untuk pulang.

Sekadar informasi, parenting adalah pola asuh atau proses pengasuhan yang diterapkan orangtua kepada anak.

Ini secara umum mencakup pemenuhan kebutuhan fisik, emosional, hingga sosial untuk membentuk karakter, kemandirian, serta kesehatan mental mereka.

Semua itu tak sekadar guna pemenuhan kebutuhan dasar, melainkan ilmu dan keterampilan yang melibatkan aktivitas mendidik, membimbing, serta melindungi anak.

Tujuan utamanya adalah agar tumbuh menjadi individu yang sehat, bertanggung jawab, dan percaya diri. (*)

Sumber Kompas.com

Baca juga: Isi Surat KPK kepada Warga Pati Berkait Desakan Status Tersangka Sudewo, Aksi Rampung Pukul 16.50

Baca juga: Mohon Maaf Warga Kudus, Car Free Night Bulan Ini Ditiadakan, Termasuk Puncak Hari Jadi?

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved