Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Aktivis 98 Sebut Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto dan Marsinah Bersamaan Bentuk Absurditas Sejarah

Satu di antara Aktivis 98 di Semarang, Ahmad Dimyati menilai keputusan pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
IST
LUSTRASI - Ahmad Dimyati saat menjadi pembicara disebuah pelatihan / dok Ahmad Dimyati 

Karena negara itu representasi dari amanat bangsa, bukan alat melanggengkan kekuasaan,” katanya. 


Dia mengatakan bahwa Soeharto merupakan wajah dari masa orde baru, yang saat itu banyak meninggalkan catatan merah.


Pengalaman itu membuat Dimyati tak pernah bisa memisahkan luka sejarah pribadinya dari kritik terhadap rezim Soeharto. 


Tahun 1996, ia sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) bersama sejumlah aktivis lain karena aksi-aksi pro-demokrasi di Jawa Tengah yang menentang represi menjelang Sidang Umum MPR 1997 saat menggelar aksi di Salatiga.


“Sebetulnya kita tidak punya surat resmi DPO, tapi nama-nama kami disebut dan beredar di kalangan aparat,” ujarnya.


“Ada saya, Hanif Dhakiri, dan kawan-kawan di Salatiga. Kami dianggap provokator karena menolak represi dan terus bergerak di bawah tanah,” kata Dimyati.


Ia menjelaskan bahwa pada waktu itu, Jawa Tengah menjadi salah satu basis gerakan mahasiswa yang masih aktif menolak kekuasaan Orde Baru. 


“Tahun 1996 itu masih masa represi. Kita aksi menolak represi dan pelanggaran HAM, tapi aparat visibilitasnya sangat kuat.

Banyak kawan yang ditangkap, dipenjara, dan kami akhirnya bersembunyi,” ujarnya.


Ia berpindah-pindah tempat, hidup dalam ketakutan, sementara banyak kawan ditangkap dan diinterogasi tanpa surat resmi. 


Pengalaman itulah yang, menurutnya, menegaskan bahwa Orde Baru bukan sekadar masa lalu, melainkan luka yang belum sembuh. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved