Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Rafting Maut Mahasiswa Polindra, Mengapa Perahu Bisa Terperangkap di Pusaran Sungai Cimanuk?

tujuh mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu hanyut saat rafting...dua meninggal...kejadian berada di area yang memiliki perbedaan ketinggian dasar sun

Penulis: Puspita Dewi | Editor: galih permadi
ISTIMEWA
MAHASISWA POLINDRA HANYUT-Aktivitas rafting tujuh mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu (Polindra) di Sungai Cimanuk, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, berujung petaka.  Dua mahasiswa ditemukan meninggal dunia setelah perahu karet yang mereka tumpangi terjebak dalam pusaran air kuat di kawasan Bendung Karet Bangkir, Kecamatan Lelea. Peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu, 8 November 2025, sekitar pukul 12.30 WIB. 


Berdasarkan analisis hidrologi dan keterangan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Indramayu, lokasi kejadian berada di area yang memiliki perbedaan ketinggian dasar sungai cukup tajam. 


Di titik tersebut, air dari bagian hulu jatuh dengan kecepatan tinggi ke sisi hilir, menciptakan arus berputar kuat akibat perbedaan kecepatan aliran antar lapisan air.


Fenomena ini disebut arus turbulen vertikal, di mana air tidak hanya bergerak mendatar tetapi juga membentuk spiral ke bawah. Akibatnya, benda yang masuk ke dalam pusaran, seperti perahu karet,  akan terseret menuju pusat arus dan berputar sebelum akhirnya tenggelam.


Selain itu, permukaan dasar Sungai Cimanuk di sekitar Bendung Karet Bangkir diketahui tidak rata dan banyak cekungan alami. 


Ketika air berkecepatan tinggi mengalir ke area cekungan, tekanan air di dasar sungai menjadi rendah dan menciptakan efek sedotan. Arus yang datang dari sisi hilir menabrak arus dari atas, membentuk gerakan melingkar yang sulit diprediksi.


“Pusaran air seperti ini sering muncul saat debit air meningkat atau setelah hujan deras di hulu. Energi arus sangat besar, sehingga perahu kecil nyaris tidak bisa melawannya,” tulis laporan BPBD.

 


Kondisi Fisik Sungai dan Bahaya Arus Balik


Sungai Cimanuk merupakan salah satu sungai besar di Jawa Barat yang hulunya berada di Garut dan bermuara di Indramayu. Sungai ini memiliki banyak bendung karet dan turunan bertingkat untuk pengaturan irigasi. Namun, bentuk sungai semacam ini juga berpotensi menimbulkan arus balik dan pusaran lokal, terutama saat debit air meningkat.


Di kawasan Bendung Karet Bangkir, arus yang turun dari bendung akan bertemu arus tenang dari bawah bendung yang mengalir ke arah berlawanan. Di titik pertemuan inilah energi kinetik air berubah menjadi gerakan melingkar. Arus di bagian bawah bergerak cepat ke dalam, sedangkan air di permukaan berputar di sekelilingnya, menciptakan pusaran kuat seperti corong.


Fenomena ini sering disalahartikan sebagai “arus tenang” di permukaan, padahal di bawahnya air berputar dengan kekuatan besar. Kondisi inilah yang membuat perahu karet mudah terseret tanpa bisa keluar, meski di permukaan tampak aman.

 

Dalam kasus Polindra, kegiatan rafting dilakukan tanpa pendamping profesional dan tanpa pengawasan petugas penyelamat. Tidak ada pelampung standar keselamatan, pemandu arung jeram, maupun peta arus sungai yang diperiksa terlebih dahulu.

 

Padahal, untuk kegiatan rafting di aliran sungai alam, idealnya harus ada pengecekan debit air, arah arus, serta titik-titik berbahaya seperti pusaran atau lubang arus balik (back current).

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved