Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berota Regional

Sosok Abdul Muis Eks Guru SMAN 1 Dipenjara dan Dipecat Tak Jadi ASN Lagi Gegara Uang Rp 20 Ribu

Abdul Muis, guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH)

Editor: galih permadi
Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini
DIPENJARA– Guru Sosiologi SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis, saat ditemui di Sekretariat PGRI Luwu Utara, Minggu (9/11/2025). Ia kecewa terhadap keputusan Gubernur Sulsel yang memberhentikannya tidak dengan hormat akibat kasus dana komite sekolah. 
Ringkasan Berita:
  • Guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Abdul Muis, diberhentikan tidak dengan hormat setelah terbukti bersalah dalam kasus dana komite sekolah.
  • Kasus bermula dari upaya sekolah mencari solusi pembayaran insentif guru honorer yang tidak terdaftar di Dapodik melalui sumbangan wali murid.
  • Kebijakan tersebut kemudian dilaporkan ke polisi saat pandemi, hingga berujung pada vonis penjara dan keputusan PTDH dari Gubernur Sulsel.

 

TRIBUNJATENG.COM - Abdul Muis, guru mata pelajaran Sosiologi di SMAN 1 Luwu Utara, Sulawesi Selatan, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) Gubernur Sulsel dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah tersandung kasus penyalahgunaan dana komite sekolah.

Keputusan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Sulsel tertanggal 14 Oktober 2025.

Padahal, sekitar delapan bulan lagi Abdul Muis dijadwalkan memasuki masa pensiun Setelah puluhan tahun mengabdi sebagai tenaga pendidik.

Abdul Muis telah menjadi guru sejak 1998 di SMAN 2 Walenrang.

Ia juga pernah mengajar di SMA Baebunta (2000) dan SMA Sukamaju (2002).

Sejak 2009, putra asli Masamba itu mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.

Baca juga: Sosok Rasnal Eks Kepsek SMAN 1 Dipenjara dan Dipecat Tak Jadi ASN Lagi Gegara Uang Rp 20 Ribu

Sebelum Dipecat dari ASN, Rasnal Dipenjara dan Mengajar Tanpa Gaji: Padahal Cuma Mau Nolong

BREAKING NEWS: Mahasiswa Unnes Semarang Ditemukan Meninggal Dunia di Kamar Kosnya

Pria 47 Tahun di Wonosobo Ngamuk Tak Diberi Makanan Gratis, Merusak Warung Gunakan Parang

Viral Pernikahan Bule Prancis dengan Gadis Sinjai Bermahar Fantastis, Mantan Istri Ungkap Fakta Lain

Menurut Abdul Muis, permasalahan berujung pada pemecatannya bermula ketika ia ditunjuk sebagai bendahara komite sekolah.

“Saat itu saya dipilih sebagai bendahara komite berdasarkan kesepakatan dalam rapat pengurus komite dan orang tua siswa,” ujarnya kepada Tribun-Timur.com, Minggu (9/11/2025).

 Dalam rapat komite, dibahas persoalan guru honorer yang tidak mendapat insentif karena tidak terdaftar dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga tidak bisa menerima dana BOS.

“Dari rapat itu lahir kesepakatan bahwa orang tua siswa bersedia menyumbang secara sukarela Rp20 ribu per orang tua.

Yang tidak mampu tidak diminta membayar,” jelasnya.

Sebagai bendahara, Muis mengaku tidak menerima insentif, melainkan hanya tunjangan transportasi Rp125 ribu per bulan.

“Saya menerima tunjangan transportasi Rp125 ribu per bulan dan sebagai wakasek Rp200 ribu. Tapi uang itu saya berikan kepada guru honorer yang kadang tidak hadir karena tidak punya uang untuk beli bensin,” ujarnya.

Program sumbangan komite itu berjalan sekitar tiga tahun.

Namun kemudian, seorang pemuda mengaku dari LSM mendatangi rumah Muis.

“Dia datang dan langsung membahas soal dana komite, meminta untuk memeriksa pembukuannya. Karena saya enggan memperlihatkan, dia mengancam akan melapor ke polisi,” tambahnya.

Maret 2021, Abdul Muis mendapat panggilan dari kepolisian.

Ia didakwa melakukan pungutan liar dan pemaksaan terhadap siswa untuk membayar sumbangan.

Pengadilan memvonisnya hukuman penjara satu tahun dan denda Rp50 juta.

“Saya jalani hukuman enam bulan 29 hari di Rutan Masamba karena status tahanan kota selama sebulan lebih. Setelah itu saya bayar dendanya,” ujarnya.

Usai menjalani masa pidana, Muis kembali mengajar di SMAN 1 Luwu Utara.

Namun, beberapa waktu kemudian ia menerima SK pemberhentian tidak dengan hormat dari Gubernur Sulsel.

Abdul Muis mengaku kecewa dengan keputusan tersebut dan berharap pemerintah meninjau ulang.

“Dana BOS di SMAN 1 Luwu Utara cukup besar, tapi tidak bisa digunakan untuk membayar insentif guru honorer yang tidak terdaftar di Dapodik. Kami hanya ingin membantu mereka demi kemanusiaan. Tapi akhirnya kami di-PTDH. Ini sangat melukai rasa keadilan,” ujarnya.

Ia pun memohon agar Gubernur Sulsel dan Presiden Prabowo Subianto memberi perhatian terhadap nasibnya.

“Mohon keputusan ini ditinjau ulang. Kami hanya berjuang untuk membantu sesama guru,” katanya.

Senasib dengan Abdul

Mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, Rasnal, resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari status Aparatur Sipil Negara (ASN) setelah tersandung kasus penyalahgunaan dana komite sekolah.

Surat keputusan pemberhentian tersebut ditandatangani oleh Gubernur Sulawesi Selatan pada 21 Agustus 2025.

Rasnal diketahui memulai kariernya sebagai tenaga honorer pada tahun 2002, kemudian diangkat menjadi guru ASN di SMAN 1 Luwu Utara pada 2003.

DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) akibat kasus dana komite sekolah. DOK TRIBUN TIMUR/ANDI BUNAYYA
DIPECAT - Rasnal, mantan Kepala SMAN 1 Luwu Utara, diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) akibat kasus dana komite sekolah. DOK TRIBUN TIMUR/ANDI BUNAYYA (IST)

Setelah bertahun-tahun mengabdi di dunia pendidikan, ia sempat menjabat Kepala SMAN 18 Luwu Utara pada 2016, sebelum kembali memimpin SMAN 1 Luwu Utara dua tahun kemudian.

Kasus bermula ketika sejumlah guru honorer mengeluhkan insentif yang belum dibayarkan selama 10 bulan.

Pihak bendahara sekolah menjelaskan, pembayaran tidak dapat dilakukan karena nama para guru tersebut tidak terdaftar di Dapodik (Data Pokok Pendidikan).

Sebagai solusi sementara, sekolah menggelar rapat bersama guru, tenaga kependidikan, dan komite sekolah.

Dari hasil rapat, orang tua siswa sepakat memberikan sumbangan Rp20.000 per bulan untuk membantu pembayaran insentif guru honorer.

Kebijakan tersebut berjalan selama tiga tahun dan sempat dianggap membantu keberlangsungan kegiatan belajar mengajar.

Namun, pada masa pandemi Covid-19, kebijakan itu dipermasalahkan oleh sebuah LSM yang kemudian melaporkannya ke pihak kepolisian.

Hasil penyelidikan menetapkan Rasnal dan bendahara komite Abdul Muis sebagai tersangka dalam kasus pengelolaan dana komite.

Pengadilan kemudian menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Rasnal, dengan subsider dua bulan.

Dia menjalani hukuman sekitar 8 bulan di Rutan Masamba.

Setelah bebas pada 29 Agustus 2024, Rasnal kembali mengajar di SMAN 3 Luwu Utara. 

Namun gajinya ditahan karena ada nota dinas.

Hampir setahun ia tetap mengajar tanpa menerima gaji, hingga akhirnya keluar SK PTDH.

Kini Rasnal menggantungkan hidup kepada keluarga.

Ia merasa keputusan tersebut tidak adil.

“Tidak ada niat sedikit pun mencari keuntungan pribadi. Saya hanya ingin agar guru honorer tetap mendapat hak mereka,” ujarnya.

Dengan kerendahan hati, Rasnal berharap Gubernur Sulsel meninjau kembali keputusan pemberhentian dirinya.

“Pengabdian saya selama ini seolah tidak berarti apa-apa di mata penguasa,” tutupnya. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved