Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Aksesibilitas dan Kolaborasi: Dua Pilar Strategis Pendidikan Jawa Tengah

Pilar pertama adalah program beasiswa untuk Anak Tidak Sekolah (ATS). Data menyebutkan upaya untuk mengembalikan lebih dari 1.100 ATS

Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
IST
Dr. Indaru Setyo Nurprojo, S.IP., M.A 

Oleh Dr. Indaru Setyo Nurprojo, S.IP., M.A, Akademisi Unsoed

INVESTASI terbaik sebuah bangsa adalah pendidikan. Klise ini terdengar trivial, namun dalam praktiknya, ia menuntut kemauan politik (political will) yang luar biasa dan strategi cerdas. Di Jawa Tengah, di bawah kepemimpinan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, kita melihat ada pergeseran menarik dari sekadar retorika menjadi aksi programatis yang patut kita cermati bersama.

Ada dua pilar utama yang tampaknya menjadi fondasi kebijakan pendidikan Pemprov Jateng saat ini. Keduanya menyasar pada akar masalah paling krusial, yaitu aksesibilitas.

Dorong Aksesibilitas Pendidikan

Pilar pertama adalah program beasiswa untuk Anak Tidak Sekolah (ATS). Data menyebutkan upaya untuk mengembalikan lebih dari 1.100 ATS ke jenjang SMA/SMK/SLB. Ini adalah langkah afirmatif yang esensial. Bukan sekadar angka statistik, melainkan upaya mengembalikan hak dasar dan harapan bagi ribuan anak, yang mungkin telah tersisih dari sistem.

Pilar kedua, yang skalanya lebih masif, adalah bantuan pendidikan bagi keluarga miskin. Dengan alokasi anggaran yang dilaporkan mencapai belasan miliar rupiah dan target puluhan ribu siswa (lebih dari 72.000 siswa miskin di jenjang SMA/SMK), program ini secara de jure adalah instrumen paling ampuh untuk memutus mata rantai kemiskinan antar-generasi.

Jika satu anak dari keluarga miskin berhasil lulus SMA/SMK dengan kompetensi yang baik, ia memiliki potensi mengangkat derajat ekonomi seluruh keluarganya.

Kedua program ini jadi bukti hadirnya pemerintah. Dukungan yang muncul, misalnya dari kalangan organisasi besar seperti Muhammadiyah yang memiliki ribuan lembaga pendidikan, adalah sinyal positif. Ini menunjukkan bahwa program tersebut selaras dengan denyut nadi kebutuhan masyarakat dan pelaku pendidikan di lapangan.

Strategi Kolaboratif Non-APBD

Hal yang patut mendapat apresiasi lebih, yaitu strategi kepemimpinan yang tidak hanya mengandalkan APBD. Ada sebuah manuver: Ahmad Luthfi tidak hanya mengandalkan anggaran provinsi, tetapi aktif menggandeng sektor swasta, dan lembaga filantropi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).

Kemitraan dengan Tanoto Foundation menjadi contoh konkret dari apa yang disebut sebagai collaborative governance. Di era keterbatasan fiskal, seorang pemimpin tidak bisa lagi berpikir linear, sekadar mengandalkan APBD/APBN saja. Ia harus menjadi dirigen yang mengorkestrasi berbagai sumber daya.

Ini adalah sebuah terobosan strategis. Mengapa? Karena ini menciptakan ekosistem pendidikan yang berkelanjutan. APBD mungkin fluktuatif tergantung situasi politik dan ekonomi, tetapi keterlibatan swasta yang terkelola dengan baik dapat memberikan napas lebih panjang bagi program-program sosial. Ini menunjukkan visi jangka panjang, bukan sekadar program populis musiman.

Kritik Konstruktif untuk Masa Depan Pendidikan Jawa Tengah

Tentu saja, tidak ada kebijakan yang sempurna saat dilahirkan. Suara-suara kritis yang muncul, seperti yang dilontarkan kalangan akademisi, bukanlah untuk menegasikan capaian, melainkan untuk menyempurnakan.
Kritik pertama adalah soal skala. Angka ATS sekitar 1.100-an atau 72.000-an untuk siswa miskin sekilas tampak besar. Namun jika dihadapkan dengan realitas jumlah penduduk Jawa Tengah, angka ini harus diakui hanya fase awal. Tantangannya jelas: bagaimana mengakselerasi program ini agar menjangkau lebih banyak lagi?

Kritik kedua adalah soal presisi dan pemerataan. Di sinilah letak urgensi data yang akurat. Program ini harus dipastikan tepat sasaran. Prioritas harus diberikan pada kantong-kantong kemiskinan atau wilayah dengan angka ATS tertinggi, bukan semata memenuhi target kuantitatif. Evaluasi berkala atas disbtribusi geografis, bisa mencegah kesenjangan layanan antar daerah.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved