Tribunjateng Hari ini
Pesona Bangunan di Kampung Tua Bang Inggris Semarang, Potensi Wisata Sejarah yang Layak Dikembangkan
Di Kampung Bang Inggris Semarang terdapat sejumlah bangunan rumah tua masih berdiri kokoh dan bisa jadi destinasi wisata sejarah.
Penulis: Moh Anhar | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kelurahan Jagalan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, dikenal sebagai kawasan perkampungan yang menyimpan banyak bangunan kuno bersejarah.
Di Kampung Bang Inggris, diantaranya, sejumlah bangunan rumah tua masih berdiri kokoh.
Nama kampung ini, beberapa waktu lalu, mencuat dalam pemberitaan media lantaran kebakaran yang meludeskan lima rumah warga.
Tribun Jateng menelusuri lorong hunian yang tersembunyi di balik riuhnya kegiatan perdagangan di sejumlah pertokoan yang memadati Jl MT Haryono ini, Jumat (10/10).
Di antara bangunan yang ada di Kampung Bang Inggris, tampak sebuah rumah lebih mencolok dengan fasad rumah bagian atas tertera angka "1921".
Meski hanya rumah tersebut yang menunjukkan angka tahun, beberapa rumah lain tampak memiliki karakteristik serupa. Yakni memiliki tiga pintu utama yang sejajar, sama dengan belakang.
Selain itu, tampak pula penggunaan kayu jati yang dipadukan dalam struktur bangunan, terutama pada bagian penyangga atap dan rangka pintu.
Zaenuri, pemilik rumah menjelaskan, rumah tersebut telah dibangun sejak masa kakeknya, Haji Maksum.
"Itu sejarahnya, dari (cerita) Bapak saya, dibangun sekitar tahun 1921. Kalau dilihat dari kelahiran bapak saya, bapak saya kelahiran tahun 1927. Berarti mungkin dari Mbah ya, dari Mbah Haji Maksum. Berarti, rumah ini sudah turun-temurun hingga generasi keempat," terang Zaenuri, yang juga Ketua RW VIII Kelurahan Jagalan.
Zaenuri memaparkan, rumah yang kini dihuni bersama keluarganya tersebut hingga kini masih mempertahankan bangunan asli, meski beberapa kali dilakukan perbaikan.
Baca juga: Healing di Kota Lama Semarang: Momen Santai Mantan Menkeu Sri Mulyani Usai "Pensiun"
Baca juga: Pasar Johar Sepi, Komisi B DPRD Kota Semarang Dorong Digitalisasi dan Integrasi Wisata Kota Lama
"Betul ada perbaikan, tapi tidak mengubah bentuk asli rumah. Dan dulu ini ada 'sorokan'-nya. Jadi, kalau ada tentara penjajah, itu lewat sorokan, ditutup," ceritanya.
Zaenuri menyebutkan, struktur bangunan rumah tersebut memang berbeda, yakni dibangun dengan teknik bangunan tradisional tanpa menggunakan fondasi beton.
Dinding-dinding rumah awalnya dibentuk dari campuran pasir dan kapur, sedangkan bagian bawah hanya ditopang oleh susunan batu bata yang ditumpuk tanpa tulangan besi.
Pada beberapa bagian, struktur disisipi kayu jati yang berfungsi sebagai penguat sekaligus penyangga bangunan. Kayu jati masih menjadi material utama dalam konstruksi rumah. Menurut Zaenuri, daya tahan kayu tersebut telah teruji oleh waktu.
"Kayu jatinya sampai sekarang masih berdiri kokoh, tidak dimakan rayap dan tidak keropos," jelasnya.
Ia menambahkan, ciri khas lain dari rumah ini adalah keberadaan tiga pintu utama yang tersusun sejajar dari depan, tengah, hingga belakang rumah.
Ciri ini, menurut Zaenuri, juga ditemukan di sejumlah rumah lain yang masih mempertahankan bentuk aslinya di kampung tersebut.
Ia menyebut, total ada enam keluarga yang masih mempertahankan bangunan rumah seperti milik Zaenuri. Zaenuri mengungkapkan, alasannya mempertahankan bangunan tersebut agar tetap lestari. Ia lebih jauh juga mengenang masa-masa ketika sebagian besar rumah di kampung ini masih dihuni oleh keluarga besarnya.
"Jadi di sini ini banyak yang masih terikat jalian keluarga semua, dari keluarga Haji Maksum," bebernya.
"Kalau rumah yang bangunannya masih terjaga, ada enam," sebutnya.
Ia menyebut, Haji Maksum sebenarnya tinggal di Pusporagan, kampung sebelah. Namun, akar keluarga besarnya menyebar hingga ke kampung ini.
Meski kini hanya tersisa beberapa rumah keluarga di kampung ini, sementara di kampung sebelah masih ada tiga rumah yang dihuni oleh cucu dan cicit Haji Maksum.
Baca juga: Tumpah Ruah, Warga Antusias Tonton Wayang Orang on The Street di Kota Lama Semarang
Baca juga: Datang ke Kuliner Pasar Sentiling di Kota Lama, Fanny Cari Jajan Khas Semarang
Hingga kini hubungan kekeluargaan menurutnya tetap hangat.
“Kalau di kampung sebelah itu masih ada cucu-cucunya, bahkan mungkin cicit-cicit juga. Masih dari keluarga saya juga, keluarga besar Haji Maksum,” tambahnya.
Menurutnya, yang membuatnya terkesan, bukan hanya soal kepemilikan rumah atau jumlah keluarga yang tersisa di kampung ini, tapi bagaimana hubungan itu tetap dijaga lintas generasi.
Ia merasa bertanggung jawab untuk terus menarik dan menghubungkan sanak saudara agar tetap berkumpul dan saling mengenal.
"Mungkin saya yang harus lebih aktif ke mereka-mereka, saya tarik-tarik biar kumpul. Ya alhamdulillah kemarin sudah ada dari perkumpulan Pak Haji Maksum," imbuhnya.
Terpisah, Nurul Hidayati (55), warga setempat, masih menyimpan memori masa kecil tentang kampung yang dulu dikenal dengan nama Kebon Inggris.
Ia lahir dan besar di sana, menyaksikan sendiri bagaimana kampung ini berubah bentuk, namun tetap membawa jejak-jejak sejarah yang diwariskan dari cerita orang tuanya.
"Dulu nama kampung ini Kebon Inggris. Tapi gak tahu, kenapa sekarang penamaannya bisa berubah jadi Bang Inggris," kata Nurul Hidayati.
Perubahan bukan hanya pada nama. Nurul melihat kampungnya berubah perlahan namun pasti. Sungai Kalikuping yang dulu sempit dan menjadi tempat bermain anak-anak kini telah berubah menjadi jalur inspeksi.
"Sungainya dulu kan enggak seperti itu. Dulu tempat untuk mandi juga, karena masih bersih. Enggak ada kotoran, jadi tempat berenang. Kadang itu anak-anak berenang nya di sungai," aku Nurul yang sempat menyaksikan suasana asri kampung itu.
"Dulu kalau nyebrang sungai, masuk ke kali, enggak ada jembatan," katanya lagi.
Sisi sejarah
Sementara itu, pemerhati sejarah Kota Semarang, Johanes Christiono mengungkapkan, keberadaan kampung Bang Inggris tidak lepas dari masa pendudukan Inggris di Pulau Jawa.
Kampung ini menyimpan jejak historis yang jarang diketahui, termasuk mulai berdirinya rumah-rumah.
“Kampung Bang Inggris ini berkaitan dengan masa pendudukan Inggris di masa Hindia Belanda. Jadi ketika itu kan Inggris pernah masuk ke sini. Nah, ketika itu ada salah satu orang kaya di situ," terang Yohanes.
Kampung Bang Inggris berasal dari sebutan lama “Bon Inggris”, yang merujuk pada kebun milik seorang bangsawan atau orang kaya berkebangsaan Inggris.
"Berkaitan dengan masa pendudukan Inggris di Pulau Jawa atau Hindia-Belanda. Jadi ketika itu kan Inggris pernah masuk ke sini. Nah, ketika itu ada salah satu orang kaya gitu punya tanah di daerah situ. Namanya siapa, memang tidak disebutkan dalam literatur yang saya punya ini, cuma ada orang kaya Inggris yang punya lahan di situ kemudian punya area kebun bunga atau taman yang cukup besar," terang Johanes.
Disebutkan, kata “Bon” merupakan bentuk ringkas dari kata “Kebon” atau “Kebun”. Seiring waktu, istilah “Bon Inggris” berubah pelafalannya menjadi “Bang Inggris”, akibat penyederhanaan ucapan dari mulut ke mulut di kalangan warga lokal.
Meski tak ada bangunan peninggalan Inggris yang tersisa, nama kampung ini menjadi penanda sejarah yang masih bertahan.
Baca juga: Daya Tarik Wisata Semarang Melonjak Jadi 258, Inklusivitas Didorong
Baca juga: Peserta Terkesan Setelah Menjajal Hidroterapi Guci Medical Wellness, Harap Jadi Wisata Unggulan
Menurut Johanes, penamaan kampung itu berkaitan erat dengan masa singkat pendudukan Inggris yang dimulai setelah berakhirnya kekuasaan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
"Zamannya Daendels itu sekitar tahun 1800 sekian ya. Jadi Dandeles digantikan Janssens. Kemudian (pasukan) Inggris masuk," terangnya.
"Jadi di gapuranya kan masih tertulis Kampung Bang Inggris. Jadi itu daerah kampung-kampung tua, yang di dekatnya ada Kulitan, Kampung Bustaman, Pusporagan dan sebagainya itu," sebutnya.
Menariknya, dalam proses perkembangan wilayah ini, muncul juga nama Tasripin, yang diyakini sebagai salah satu tuan tanah atau pemilik lahan besar di masa lalu.
Johanes menyebut, kemungkinan besar banyak tanah di kawasan ini dulunya milik keluarga Tasripin, yang kemudian berkembang dan dibagi-bagi menjadi permukiman warga.
"Kemungkinan kalau di kemudian hari dikuasai keluarga Tasripin ya sangat mungkin," imbuhnya.
Potensi wisata
Kayanya nilai sejarah Kota Semarang selayaknya menjadi potensi wisata yang harus bisa dikelola secara baik. Wakil Ketua DPRD Kota Semarang, Suharsono, menyebutkan, sejarah dan budaya menjadi satu potensi yang dimiliki Kota Semarang.
Secara rinci, Suharsono menyebutkan, potensi wisata kota beragam.
Di antaranya Sejarah dan Budaya (Lawang Sewu, Kota Lama), Alam (Goa Kreo, Pantai Marina), Religi (MAS, Gereja Blenduk), hingga Pusat Gaya Hidup (Simpang Lima).
Suharsono menggarisbawahi fokus strategis pariwisata di tahun 2025 akan berlandaskan pada tiga pilar utama. Yakni quality tourism untuk menciptakan pengalaman bernilai tambah tinggi (heritage, kuliner, waterfront) dengan standar layanan yang merata.
Lalu, resilience & inklusi: mengembangkan destinasi pesisir yang aman-bersih serta mendorong UMKM naik kelas sebagai bagian dari ekowisata yang inklusif, serta konektivitas & integrasi Kawasan.
Baca juga: Moncernya Wisata Kalikesek Kendal Jawa Tengah, Pemuda Nganggur di Desa Sriwulan Berkurang
Baca juga: Dinas Pariwisata Dorong Desa Wisata Kabupaten Semarang Bangkit dari Tidur
Untuk mewujudkan strategi tersebut, ia mengajukan serangkaian usulan kebijakan yang diharapkan menjadi prioritas di tahun 2025, seperti rancangan paket wisata menginap dan belanja bagi wisatawan, aktivasi rute udara, sertifikasi pariwisata yang berkualitas, hingga pusat data pariwisata.
Suharsono juga menekankan, pariwisata Semarang harus fokus pada kualitas dan harus mampu membuat wisatawan tinggal lebih lama.
Suharsono mengusulkan program inovatif seperti "Two-Night Semarang" dan penciptaan "12 Bulan, 12 Event" agar kegiatan pariwisata tidak hanya terpusat pada musim tertentu saja.
"Rembug Pariwisata ini sudah menghasilkan banyak ide. Kini saatnya kita bergerak bersama. Mari kita jadikan Tourism Data Hub sebagai kompas kita, dan program Two-Night Semarang sebagai target. Dengan sinergi seluruh stakeholder, visi pariwisata Semarang yang inklusif pasti terwujud," ujar Suharsono.
Dalam kegiatan Rembug Pariwisata yang digelar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pekan ini, ia menilai perlunya peningkatan peran masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan.
Masyarakat diharapkan dapat memberikan aspirasi sebagai bahan utama penyusunan program prioritas pariwisata.
Tujuan utamanya adalah membentuk ekosistem pariwisata di Kota Semarang, mengidentifikasi potensi, serta menyusun prioritas program untuk tahun anggaran berikutnya.
Ditambahkannya, daya tarik wisata di Kota Semarang disebutkan menunjukkan tren positif pasca-pandemi Covid-19. Namun, juga masih menghadapi tantangan.
Ia menyebut, jumlah daya tarik wisata melonjak dari 197 pada tahun 2021 menjadi 258 pada tahun 2022, menunjukkan pemulihan dan pengembangan baru. Namun, sejumlah tantangan masih dihadapi.
“Angka 258 daya tarik wisata menunjukkan Semarang sudah bangkit pasca-pandemi. Tapi tantangan kita ke depan adalah menjamin semua tempat ini punya standar layanan yang merata, higienis, dan yang terpenting, inklusif," kata Suharsono. (Idayatul Rohmah)
Warga Batang Tewas dalam Insiden Kapal Meledak di Samudera Hindia |
![]() |
---|
Kepala SMAN 1 Jatilawang Unggah Pengakuan di Instagram Sekolah, Oknum Guru Cabuli Siswi |
![]() |
---|
Disdikpora Wonosobo Bentuk Tim, Dalami Dugaan Kekerasan hingga Tewaskan Siswa SD di Kertek |
![]() |
---|
Warga Gaza Menyemai Harapan Perdamaian, Hamas-Israel Gencatan Senjata |
![]() |
---|
Awas Rekening Langsung Kena Blokir, Pengguna Judol Tak Lagi Bisa Dapat BLT DBHCHT |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.