Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Pencopotan Direksi PDAM Semarang, Kuasa Hukum Ngotot Minta Wali Kota Cabut SK

Kuasa Hukum Direksi PDAM, Muhtar Hadi Wibowo, menilai keputusan Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng terkait pemberhentian

Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Rezanda Akbar
PENCOPOTAN DIREKSI - Perumda Air Minum Tirta Modal Kota Semarang / TRIBUNJATENG/REZANDA AKBAR D. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Drama pencopotan jajaran Direksi PDAM Tirta Moedal Kota Semarang terus berlanjut. 


Kuasa Hukum Direksi PDAM, Muhtar Hadi Wibowo, menilai keputusan Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng terkait pemberhentian kliennya sarat pelanggaran prosedur dan berpotensi sebagai tindakan melawan hukum.


Muhtar menyatakan, pihaknya telah mengajukan surat keberatan resmi kepada Wali Kota Semarang untuk meminta pencabutan dua Surat Keputusan (SK) pemberhentian, yakni Nomor 500/947 Tahun 2025 dan Nomor 500/948 Tahun 2025, yang diterbitkan pada 9 Oktober 2025.


“Kami berharap Ibu Wali Kota dapat mencabut SK tersebut. Jangan adigang adigung dalam menjalankan kekuasaan, apalagi terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” tegas Muhtar, dikutip Tribunjateng, Kamis (16/10/2025).


Menurut Muhtar, penerbitan SK pemberhentian tersebut tidak sesuai tahapan hukum dan prosedur administratif sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). 


Ia menilai tindakan itu bisa dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata.


“Masa jabatan direksi itu seharusnya berakhir pada 2029, baru satu tahun menjabat sudah dipotong,” kata Muhtar.


Ia mengungkapkan, dalam surat keberatan tersebut, pihaknya mempertanyakan dasar pemberhentian tanpa ada proses teguran atau peringatan terlebih dahulu dari Dewan Pengawas maupun Wali Kota. 


Bahkan, undangan penyerahan SK disebut baru dikirim satu jam sebelum acara berlangsung melalui pesan WhatsApp.


“Pemberitahuan semendadak itu tidak patut dan cacat secara moral maupun hukum administrasi. Ini bisa disebut perbuatan sewenang-wenang,” ucapnya.


Muhtar juga menilai, keputusan tersebut tidak melalui mekanisme pembelaan diri atau right to be heard, sebagaimana diamanatkan dalam prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).


“Klien kami tidak pernah dipanggil, tidak pernah diperiksa, tidak pernah ditegur. Tiba-tiba diberhentikan begitu saja. Ini bentuk pembangkangan terhadap proses hukum,” tambahnya.


Selain itu, Muhtar menyebut hasil evaluasi kinerja direksi selama ini justru bernilai baik dan sehat berdasarkan audit lembaga seperti BPKP, PUPR BPPSPAM, dan lembaga pengawasan lainnya. 


Karena itu, ia mempertanyakan alasan pemberhentian mendadak tersebut.


“Kalau kinerjanya baik, apa dasar hukumnya diberhentikan? Jangan sampai ini hanya karena kepentingan politik tertentu,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved