Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Terungkap, Serangan Iran Sudah Dideteksi AS Melalui Penyadapan Telekomunikasi dan Satelit

Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bagaimana cara mereka lolos dari serangan rudal Iran.

Wikimedia Common
Serangan balasan Iran ke Amerika Serikat (AS), diluncurkan puluhan peluru kendali ke pangkalan militer AS di Irak menggunakan Rudal Fateh Iran. 

TRIBUNJATENG.COM - Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bagaimana cara mereka lolos dari serangan rudal Iran.

Teheran membombardir Pangkalan Udara Ain al-Assad dan Markas Irbil di Irak pada Rabu tengah malam waktu setempat, (8/1/2020).

Serangan Iran itu disebut merupakan balasan atas kematian jenderal mereka, Qasem Soleimani, yang dihantam rudal AS.

Dalam konferensi pers Rabu sore waktu setempat, Presiden Donald Trump menyatakan tidak ada korban dari pasukan mereka.

Dilansir CBS News, pejabat kementerian pertahanan itu menuturkan mereka mempunyai "beberapa jam" yang cukup untuk berlindung di bunker.

Strategi Iran Tembus Pangkalan Militer AS Kejutkan Dunia, Ada Peran Qassem Soleimani

Iran Terkini : Bagaimana Nasib 400 WNI di Iran? Ini Pesan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi

Dalam Waktu Dekat, Iran Bakal Lanjutkan Serangan Balasan ke Amerika Lebih Keras

Saat Iran dan Amerika Memanas, Jokowi Bakal Kunjungi Timur Tengah

Pejabat anonim itu menerangkan, mereka bisa selamat berkat gabungan pengamatan satelit dengan penyadapan telekomunikasi.

Sumber itu menjelaskan, kebanyakan rudal Teheran diisi oleh bahan bakar cair.

Karena itu, butuh waktu untuk menyiapkannya. Karena membutuhkan persiapan sebelum diluncurkan, maka lokasinya ditemukan.

Momen peluncuran itu tertangkap oleh satelit inframerah.

Satelit kemudian memperkirakan tujuan maupun ekor asapnya.

Selain itu, mereka juga mendeteksi informasi intelijen yang masuk.

Pejabat itu mengatakan, terdapat laporan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menginginkan serangan langsung kepada dewan keamanan nasionalnya.

Lebih lanjut, Menteri Pertahanan Mark Esper mengklarifikasi laporan AS menerima peringatan serangan Iran dari Irak.

Kantor Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi menuturkan, mereka mendapat peringatan verbal dengan serangan hanya terbatas pada markas pasukan AS.

"Kami secepatnya memberi tahu para komandan untuk mengambil langkah yang diperlukan," kata kantor Mahdi, yang menambahkan tak ada tentara mereka yang terluka.

Esper berujar justru sebaliknya, Baghdad yang mendapat tembusan dari AS berkat intelijen yang mendeteksi adanya peluncuran tersebut.

Dalam konferensi pers, Trump menuturkan dia akan menjatuhkan sanksi tambahan seraya meminta Teheran "mengubah perilakunya".

Dia nampak berusaha menghindari terjadinya eskalasi konflik lebih besar dari Iran dengan tak mengumumkan serangan balasan.

Serangan tersebut terjadi setelah Jenderal Qasem Soleimani tewas dihantam rudal AS di Bandara Internasional Baghdad.

Komandan Pasukan Quds itu tewas bersama dengan wakil jaringan milisi Hashed al-Shaabi, Abu Mahdi al-Muhandis.

"Warisan Trump"

Di sisi lain, mengenai serangan ke Qasem Soleimani dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Siti Mutiah Setiawati menganggap langkah Trump tersebut sebagai upayanya untuk meninggalkan "warisan" menjelang akhir kepemimpinannya.

"Sekarang, Trump itu kan sudah mau habis waktunya.

Terus apa peninggalannya?

Jadi, sebelum melepas jabatan itu, Trump ingin meninggalkan legacy agar diingat publik," kata Mutiah, yang biasa disapa Titik, mengutip dari Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Menurut dia, kecenderungan politik luar negeri AS di Timur Tengah, presiden selalu meninggalkan "warisan".

Namun, apa yang dilakukan oleh Trump yang berasal dari Partai Republik kali ini justru bertolak belakang dengan langkah para pendahulunya.

Titik mengatakan, jalan yang diambil Trump adalah berusaha membuat Iran mengakui kekuatan dan keunggulan AS dengan cara menghabisi Jenderal Qasem.

"Dia kemungkinan harapannya menghabisi Jenderal Qasem sebagai orang ternama dan panutan di Iran bisa membuat mereka melemah.

Tapi justru hal itu malah mendapat perlawanan keras dari seluruh masyarakat Iran, bahkan dari Irak," kata Titik.

"Apalagi ketika melihat pemakaman Qasem yang dihadiri oleh demikian banyak orang dan menyatakan siap berperang melawan AS," lanjut dia.

Mengetahui reaksi yang tidak sesuai dengan harapannya, Trump kemudian menarik diri dari potensi perang dengan Iran.

Hal itu disampaikan Trump melalui pernyataannya pada Rabu (8/1/2020), di Gedung Putih.

Selain itu, Titik menganggap, mundurnya AS dari potensi perang dengan Iran juga disebabkan banyaknya pertentangan, baik dari masyarakat maupun Pemerintah AS.

Jika menengok kembali sejumlah kebijakan luar negeri AS di Timur Tengah pada periode presiden sebelumnya, langkah Trump ini berbeda dengan Obama yang justru memberi sinyal ingin berdamai dengan Iran.

"AS sendiri i bawah Obama sudah memberi sinyal untuk membuka hubungan diplomatik dengan Iran.

Seandainya waktu itu terjadi, mungkin akan menjadi legacy (warisan) yang berharga bagi AS di Timur Tengah, meski ada pertentangan juga," kata Titik.

Tak hanya Obama, AS di bawah Presiden Bill Clinton juga menginisiasi perundingan damai seperti Perundingan Oslo 1 dan II terkait konflik Arab-Israel yang hasilnya melarang Israel untuk membangun pemukiman di West Bank.

Meski demikian, Titik menilai, langkah Trump ingin menunjukkan bahwa S sangat kuat.

"Trump ingin menunjukkan AS itu powerful, maka dia mencoba memantik perang dengan Iran" ujar dia. (*)

Najwa Shihab Marah Kapal Cina di Natuna Bawa Senjata, Bakamla Indonesia Cuma Bawa Keris

Ini Perintah Jokowi ke TNI AL Ketika Kunjungi Natuna, Kapal China Menghilang

Sandiwara Zuraida Istri Hakim Jamaluddin: Otak Pembunuhan, Air Mata Palsu dan Pakai Aplikasi Canggih

Warga Semarang Ini Bongkar Mesin ATM dan Gondol Uang Rp 707 juta, Inilah Modus Pelaku

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul AS Beberkan Cara Mereka Lolos dari Serangan Rudal Iran dan Mengapa Trump Nekat "Pancing" Iran melalui Serangan yang Tewaskan Qasem Soleimani?

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved