New Normal
Metode Pembelajaran Pascapandemi Berbasis Teknologi, Nadiem Ingin Belajar Jarak Jauh Dipermanenkan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, mengungkapkan, pembelajaran jarak jauh bisa diterapkan permanen setelah pandemi Covid-1
mendesain sendiri pembelajarannya. "Kalau masing-masing sekolah memiliki platform yang mereka kembangkan, platform ini bisa dishare ke sekolah lain sehingga alternatif pembelajaran semakin banyak," kata Doni.
Pembelajaran Tatap Muka Lebih Efektif
Doni berpendapat, hingga saat ini, pembelajaran dengan metode tatap muka lebih efektif dan efisien. Berdasarkan riset di AS, kata dia, mahasiswa di Negeri Paman Sam tersebut tidak terlalu menyukai pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa ingin kembali ke kampus mereka karena menginginkan proses pendidikan berlangsung dengan tatap muka.
"Karena sebenarnya pendidikan itu jarak dekat, bukan jarak jauh. Pembelajaran jarak jauh hanyalah alternatif belajar saat situasi normal belum bisa dilaksanakan. Kalau sudah normal, pendidikan itu akan efektif lewat perjumpaan langsung," kata Doni.
Menurut Doni, pendidikan secara tatap muka tidak akan dihapuskan karena sudah terbukti efektivitasnya. Dengan memaksakan semua sekolah dan perguruan tinggi belajar dengan pembelajaran jarak jauh, menurut dia, akan mendiskriminasi kelompok-kelompok tertentu yang tidak memiliki kemampuan dan akses pada sarana teknologi digital.
"Kalau pembelajaran jarak jauh nantinya dilakukan sebagai satu-satunya metode belajar, ini justru akan mempermiskin berbagai macam metode belajar yg selama ini sudah terbukti efektif membentuk karakter siswa," kata Doni.
Doni menyebutkan, hidup adalah tanggapan terhadap realitas. Bila semua dilakukan secara daring atau online, akan ada hal fundamental yang hilang dalam pembelajaran. Sesuatu yang hilang itu adalah sentuhan pengalaman pada realitas melalui interaksi dalam pembelajaran.
Banyak sekolah luar biasa ( SLB) yang tidak memiliki sarana dan prasarana memadai sehingga saat penerapan pembelajaran jarak jauh menjadi kendala bagi anak penyandang disabilitas.
Hal tersebut dikatakan Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Ciput Eka Purwianti, dalam diskusi daring, Jumat (3/7).
"Banyak SLB yang tidak ada atau tidak punya cukup sarana untuk pembelajaran jarak jauh sehingga anak penyandang disabilitas sudah tidak dapat sekolah secara formal tapi saat harus belajar jarak jauh sarana prasarananya tak cukup dimiliki SLB," kata dia.
Padahal, kata dia, anak-anak penyandang disabilitas yang berada pada tahap rehabilitasi harus melakukan terapi di SLB-SLB tersebut. Terapi tersebut harus dilakukan berkesinambungan, tetapi akibat pandemi ini rehabilitasi menjadi terlambat dengan keterbatasan SLB beroperasi akibat pandemi.
Selain itu, kata dia, kesulitan lainnya adalah ketidaksiapan guru atau tenaga pendidik dalam memberikan pembelajaran jarak jauh.
"Atau bisa jadi materi pembelajaran tidak bisa disampaikan secara jarak jauh, kemudian gawai terbatas baik di pihak guru atau murid," kata dia. Termasuk juga soal menurunnya motivasi orangtua dalam membimbing anak disabilitasnya di rumah akibat kesulitan ekonomi sebagai dampak Covid-19. Hal tersebut, kata dia, menjadi tantangan tersendiri yang harus diselesaikan dalam menangani anak-anak penyandang disabilitas selama masa pandmei Covid-19. (dendi/deti/kpc/tribun network/fah/aji)
• Hotline Semarang : Pembayaran Pajak Kendaraan Tahunan dan 5 Tahunan
• FOKUS : Mencari Djoko Tjandra
• Mike Tyson Nyaris Ditembak Mati gara-gara Pacari Wanita Ini
• Harga Vaksin Virus Corona Diperkirakan Sekitar Rp 75.000 Per Orang