Berita Regional
Kisah Kampung Mati di Ponorogo, Berawal Pendirian Pesantren Tahun 1850 oleh Anak Ulama Demak
Namun sejak lima tahun terakhir, kampung tersebut sama sekali tidak berpenghuni. Seluruh warganya pindah hingga disebut kampung mati.
Mereka yang datang adalah petani yang memiliki sawah di dekat lingkungan tersebut.
“Mushala masih sering dipakai untuk beribadah.
Dan selalu dibersihkan setiap hari,” kata Iping.
Datang untuk peringatan hari wafat
Ipin mengatakan hingga saat ini, tidak ada satu pun warga yang ingin kembali ke kampung tersebut karena mereka sudah memiliki rumah sendiri.
Namun sesekali mereka datang ke kampung mati karena masih memiliki aset.
Kepemilikan tanah di kampung tersebut sebagian besar dikuasai beberapa ahli waris.
Serta mereka datang untuk menggelar acara peringatan hari wafatnya pendahulu yang meninggal di kampung tersebut.
Kampung mati tersebut sempat ditawar oleh pengembang untuk dijadikan komplek perumahan.
Namun pemilik tanah menolak tawaran tersebut.
Mereka hanya akan menjual tanah mereka jika untuk membangun pesantren.
"Namun, bila dibeli untuk pembangunan pesantren ahli waris menerimanya," ujar Ipin.
Setelah kampung mati itu viral di media sosial, banyak orang yang datang ke kampung tersebut karena penasaran. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kampung Mati di Ponorogo, Berawal dari Pembangunan Pesantren Tahun 1850 hingga Warga Pindah karena Sepi"
Baca juga: Demi Rampasan Lebih Banyak, Perampok di Blitar Siksa Pemilik Toko Sebelum Mengeksekusi, Namun Gagal
Baca juga: Jangan Pak! Teriakan Siswi SMK Ini Tak Digubris Kepala Sekolah yang Menyekapnya
Baca juga: Hasil Liga Inggris, Taklukan Liverpool di Kandang, Chelsea Era Tuchel Tak Terkalahkan
Baca juga: Empat Gadis Lari Ketakutan Lihat Mayat Laki-Laki saat Hendak Jalan-Jalan ke Pantai