OPINI
OPINI Panggih Priyo Subagyo : Keberhasilan Pembebasan Narapidana di Masa Pandemi
KEMENTERIAN Hukum dan Hak Asasi Manusia kembali memperpanjang kebijakan untuk membebaskan narapidana di tengah
Untuk itu program pembimbingan dari bapas haruslah memberikan pemahaman kepada klien betapa pentingnya menjaga kesehatan di masa pandemi. Terutama pemahaman terkait bahaya covid-19. Mungkin selama di dalam lapas/rutan informasi terkait virus ini minim mereka dapat.
Terlebih perkembangan virus ini selalu berubah-ubah begitu juga dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah. Para narapidana sangat membutuhkan update terkait perkembangan covid-19.
Kesadaran akan mentaati protokol kesehatan harus ditumbuhkan kepada klien dan dipastikan bahwa mereka mematuhinya. Bapas harus memastikan bahwa narapidana menjalani asimilasi di rumah sesuai dengan ketentuan peraturan.
Dalam permenkumham 32 tahun 2020 dijelaskan bahwa mereka dilarang untuk menimbulkan keresahan di masyarakat, tidak mengikuti program pembimbingan dari bapas, tidak mentaati protokol Kesehatan, tidak melakukan wajib lapor dan pindah alamat tinggal tanpa sepengetahuan pihak bapas. Jika salah satu hal tersebut dilanggar maka program asimilasi di rumah dapat dicabut kemudian klien kembali dimasukan ke dalam lapas/rutan.
Koordinasi RT
Untuk itu diperlukan pengawasan yang serius terhadap mereka. Dalam melakukan pengawasan tentu bapas tidak dapat bekerja sendiri. Perlu dukungan dari berbagai pihak, mulai dari keluarga klien, masyarakat sekitar dan pemerintah setempat. Bapas harus mampu membangun koordinasi yang baik dengan pemerintah level bawah seperti RT, RW atau kepala kampung. Untuk memastikan bahwa warganya benar-benar mematuhi peraturan.
Pernah suatu kali, klien saya memberikan informasi bahwa dirinya hanya bertahan di rumah selama dua minggu tepat setelah bebas dari lapas. Setelah itu ia harus keluar rumah untuk mencari pekerjaaan. Sebagai kepala keluarga, klien saya butuh penghasilan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kondisi ekonomi memaksa mereka untuk keluar rumah, risiko terpapar covid-19 pun semakin tinggi.
Bagi saya keberhasilan dari pemberian program ini di ukur dari kondisi para narapidana saat menjalani asimilasi di rumah, bukan dari seberapa banyak jumlah narapidana yang dibebaskan melalui asimilasi. Jika keberhasilan dilihat dari segi kuantitas maka kebijakan ini hanya seperti memindahkan permasalahan dari dalam lapas/rutan ke luar. Narapidana yang semula mendapat ancaman bahaya covid-19 di dalam lapas/rutan, saat keluarpun mereka mengalami ancaman yang sama. Bahkan ancaman tersebut jauh lebih besar. (*)
Baca juga: Hotline Semarang : Saya Usul Semua Akses Jalan Utama Disekat Saja Sekalian
Baca juga: Fokus : Maudy
Baca juga: Ambulans Tak Kunjung Datang, Ibu Hamil Positif Covid-19 di Klaten Lahiran di Halaman Rumah Bidan
Baca juga: 167 Mahasiswa Universitas Andalas Dikeluarkan, Temuan BPK Jumlah Pelajar dan Setoran ke Negara Beda