OPINI
OPINI Tasroh : Awas Limbah Medis Covid-19
ESKALASI jumlah terkonfirmasi positif Covid 19 makin merebak di mana-mana dan mengancam nyawa umat manusia, tetapi sekaligus telah mengancam keamanan
oleh Tasroh, SS, MPA, MSc
Kabid Litbang di Bappedalitbang Pemkab Banyumas
ESKALASI jumlah terkonfirmasi positif Covid 19 makin merebak di mana-mana dan mengancam nyawa umat manusia, tetapi sekaligus telah mengancam keamanan dan kesehatan lingkungan. Yakni dengan semakin menggunungnya jumlah sampah dan limbah medis covid-19.
Laporan WWF yang bermarkas di Inggris pada akhir Juli 2021, ditemukan fakta bahwa rata-rata di setiap negara terdapat setidaknya antara 52-74 ribu ton per bulan sampah Covid 19 dan antara 32-50 ribu ton limbah medis akibat Covid 19. Sementara itu di Indonesia, rata-rata menghasilkan sampah Covid 19 per bulan mencapai 60 ribu ton dan 184 ribu ton limbah medis, (Kompas, 28/7/20201).
Sampah Covid19 seperti didefinisikan oleh Ikatan Dokter Indonesia adalah seluruh material/barang bekas pakai yang sebelumnya khusus diperuntukkan bagi upaya pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi pasien/warga terdampak Covid 19.
Material atau barang tersebut antara lain biasanya berupa masker berbagai bentuk/ukuran, tisu, plastik, pakaian, atau alat-alat perawatan selama Covid 19. Ironisnya diketahui bahwa sampai hari ini, pengelolaan sampah Covid tersebut masih tercampur dengan jenis sampah non-Covid sehingga diyakini semakin tidak aman bagi semuanya.
Setali tiga uang dengan sistem pemusnahan limbah medis Covid 19, yakni material/barang-barang atau bagian tubuh manusia yang dihasilkan selama proses perawatan pasien/warga terkonfirmasi positif Covid 19 baik dari unit layanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik atau tempat-tempat darurat yang selama ini dimanfaatkan untuk penanganan/perawatan pasien/warga terkena Covid 19.
Ancam kesehatan
Walhi (2021) menyebutkan baik sampah atau limbah medis Covid 19, berpotensi mengancam kesehatan dan keamanan warga itu sendiri sekaligus merusak lingkungan hidup.
Apalagi jika diketahui dari berbagai pendapat para ahli medis, bahwa baik virus yang menempel pada sampah atau limbah medis Covid19 memiliki daya tahan hidup yang lebih lama, dari usia sampah/limbah itu sendiri, meski sudah dikubur dalam tahan dengan kedalaman tertentu.
Tragisnya, diketahui bahwa 75 persen sampah Covid 19 masih diperlakukan sama dengan sampah biasa. Belum ada pemilahan dan pengolahan sampah Covid yang terstandar sehingga berpotensi menyebarkan virus baru yang bukan tidak mungkin semakin mengancam nyawa umat manusia.
Demikian pula sistem pengolahan dan pengelolaan limbah medis Covid 19 yang berasal dari unit layanan kesehatan di berbagai tingkatan, diketahui masih dicampur aduk dengan limbah medis non-Covid 19, sehingga diyakini semakin mengancam kesehatan umat manusia atau lingkungan hidup.
Bukan tidak mungkin selama ini pula yang telah mencemari lingkungan termasuk mencemari sungai, tanah dan bahkan makanan-sumber air minum warga, seperti terjadi di Bekasi dan Medan beberapa waktu lalu. IDI Bekasi menemukan sebuah rumah sakit yang membuang limbah medis Covid 19 secara sembarangan.
Kasus serupa banyak terjadi di banyak wilayah/daerah, namun sepi pemberitaan, karena hampir semua mata dan perhatian kita terkonsentrasi ke pasien/warga yang terkena Covid 19, tanpa mengindahkan potensi dan ancaman nyata dari serampangannya pengelolaan sampah dan limbah covid 19.
Perhatian Pengelola Sampah
Harus diakui, tak banyak pihak yang serius dan tuntas dalam pengelolaan, pengolahan dan pendayagunaan sampah/limbah medis Covid 19 selama ini. Jangankan fokus dan serius akan jenis sampah/limbah Covid 19, untuk pengelolaan sampah/limbah medis non Covid 19 pun sampai hari ini Indonesia seperti dinilai WWF Indonesia (2021) sebagai negara terburuk pengelolaan dan pengolahan sampah/limbah medis atau pun non medis.
Hal ini tak hanya lantaran nihilnya keberlanjutan kebijakan persampahan/perlimbahan oleh pemerintah, tapi juga minimnya dukungan dan partisipasi publik khususnya kalangan ahli, dunia usaha hingga komunitas masyarakat umum dalam tata laksana pengelolaan dan pengolahan sampah/limbah.
Padahal seperti di banyak negara maju seperti Jepang atau Jerman, sampah/limbah 90 persen bisa didaur ulang atau didayagunakan kembali sebagai bahan baku pupuk, obat tanaman atau produk /barang lainnya yang sangat berguna dalam berbagai dimensi kehidupan lainnya.
Di Jepang, seperti ramai diperbincangkan media, dimana ranjang atlit Olimpiade 2020 di Tikyo 100 persen terbuat dari kardus yang merupakan sampah kertas; dan ternyata 90 % sampah Covid 19, juga telah dapat didaur ulang menjadi berbagai barang/material lain yang sangat bermanfaat bagi kebutuhan hidup.
Usut punya usut ternyata di negara-negara maju, sampah/limbah Covid juga telah dikelola dengan khusus dengan teknologi khusus. Kita lihat bagaimana Mitsubishi corp, di Fukuoka, bekerja sama dengan pemerintah setemat, prefecture, mengembangkan teknologi pengolahan limbah yang kini dimanfatkan para petani dan peternak sebagai bahan pakan dan pemusnah hama tanaman. Riset terus dilakukan hingga semua jenis sampah tak satu pun yang terbuang. Semua dapat menghasilkan uang.
Tak diurus
Ini semua bisa dilakukan karena kalangan pebisnis, peneliti dan masyarakat bahu-membahu untuk mengolah berbagai jenis sampah dan limbah menjadi material yang berguna. Teknologi pengolahan dan pemanfaatan berbagai jenis sampah dan limbah made in Japan, bahkan kini marak didayagunakan oleh negara-negara Eropa dan Amerika Latin.
Sayang beribu sayang, Indonesia yang dikenal sebagai negara dengan produksi sampah dan limbah terbanyak ke-3 di kawasan Asia Pasif setelah China dan India, hanya Indonesia yang belum siginifikan menjawab persoalan sampah dan limbah dengan pendekatan teknologi modern.
Sudah hampir setengan abad, persoalan sampah dan limbah tak diurus secara tuntas, kini kembali Indonesia dengan jumlah terkonfirmasi positif Covid 19 terbanyak di dunia, (per Juli 2021 tercatat 3,41 juta) sehingga WHO menyebut sebagai episentrum Covid 19, (yang juga berdampak langsung pada larinya ratusan investor ke negara yang lebih sehat.
Oleh karenanya, hemat penulis, pemerintah dan semua pihak juga bersama-sama memperhatikan dengan seksama bagaimana pengelolaan limbah medis Covid 19 diperhatikan tuntas, di tengah seluruh perhatian pemerintah dan semua komponen bangsa pada transmisi Covid 9, mendesak juga perhatian tuntas ditujukan pada melimpahnya sampah/limbah medis Covid 19.
Jangan sampai lengah dengan sampah dan limbah Covid 19, karena dari sampah/limbah Covid 19 itu pula, upaya penanggulangan Covid berpotensi goyah. Di sinilah peran serta desain kebijakan dan teknologi mendesak ditetapkan agar sampah/limbah Covid 19 tak kembali menambah musibah.
Saatnya para teknologi medis dan pakar lingkungan berkolaborasi dengan kalangan dunia usaha cerdas dan inovatif melahirkan terobosan pengelolaan dan pengolahan sampah/limbah Covid dan bukan justru turut hanyut tidur pulas hingga terlibas sampah/limbah Covid 19 itu sendiri. Mari dengan tetap disiplin prokes, inovasi teknologi segera dihadirkan agar bergelimangnya sampah dan limbah, melahirkan berkah. (*)
Baca juga: OPINI Tasroh : Covid 19 dan Penguatan Anggaran
Baca juga: Opini Tasroh: Depresi Sosial, Hidup Dalam Seolah-olah
Baca juga: OPINI Mayada Rakhmima Karizki : Pertimbangan Pengobatan Covid-19 dan Upaya Pencegahan
Baca juga: OPINI Haris Zaky Mubarak : PPKM dan Urgensi Ketahanan Sosial