Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Wonosobo

Semangat Adhi Berdayakan Ratusan Petani Kentang Wonosobo, Dari Resah Jadi Berkah

Sore itu hujan, suasana berkabut selimuti kawasan Kelurahan Kejajar, Wonosobo.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Iwan Arifianto
Adhi Nurcholis (paling kanan) saat berdiskusi bersama petani kentang di Green house di Kelurahan Kejajar, Kecamatan Kejajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Kamis (23/12/2021). 

Lantaran sudah memahami seluk beluk perbenihan kentang, tak ada kendala berarti yang dialaminya.

"Agustus 2016 mulai bereksperimen. Enam bulan kemudian benih kultur jaringan bisa produksi dan didistribusikan ke para petani," katanya kepada Tribunjateng.com.

Keunggulan benih kentang kultur jaringan hasil karya Adhi di antaranya hasil seragam, bebas virus dan lebih tahan terhadap penyakit, serta produktifitas atau hasil panen lebih tinggi.

Hasil itu diperoleh karena proses pembenihan dilakukan secara benar.

Alur kerja benih dimulai dari laboratorium meliputi subkultur benih planlet, benih planlet, aklimatisasi, indukan benih ex vitro ke benih ex vitro.

Dari benih ex vitro itu dipecah menjadi indukan benih G-0 dan indukan benih G-2.

"Secara umum benih kentang kultur jaringan lebih baik daripada benih kentang lokal atau benih non label yang tak jelas alurnya," terangnya.

Peluang Bisnis

Peluang bisnis benih kentang memang memiliki peluang besar. Menurut Adhi, penyebabnya kebutuhan benih kentang di Wonosobo sangat tinggi sedangkan ketersediaan benih masih jauh dari kata cukup.

Di Kabupaten Wonosobo terdapat empat kecamatan yang ditanam kentang meliputi di Kecamatan Kejajar, Garung, Kalikajar, dan Kepil.

Pertanian kentang paling besar di Kecamatan Kejajar yang menjadi pusat pertanian kentang di wonosobo.

Sebab, 80 persen kentang Wonosobo berasal  dari Kejajar.

Dari empat kecamatan itu terdapat kebun kentang seluas 3.500 hektare.

Luas lahan per hektare membutuhkan 1,5 ton bibit kentang.

Artinya potensi kebutuhan benih mencapai 5.250 ton pertahun.

Sedangkan harga benih kentang mencapai Rp20 ribu sampai Rp25 ribu perkilogram.

"Secara nominal angka perputaran uang di pembenihan wonosobo mencapai Rp131 miliar pertahun," ucapnya.

Ia menjelaskan, fakta di lapangan untuk memenuhi kebutuhan 50 ton sampai 100 ton bibit kentang saja sudah sangat berat.

Selama ini kekurangan kebutuhan bibit kentang dipenuhi dari daerah lain seperti dari Jawa Barat.

"Jadi masih sangat terbuka peluang bisnis bibit kentang di Wonosobo," katanya.

Pembenihan bibit kentang juga menjadi alternatif sumber ekonomi baru bagi petani.

Selama ini image petani kentang di Wonosobo menanam kentang secara serabutan sehingga merusak lingkungan.

Dengan ikut melakukan pembenihan kentang, petani dapat ikut menjual bibit benih kentang kultur jaringan.

Harga benih relatif tinggi yang dapat menjadi sumber pendapatan lain.

"Industri tetap berjalan tetapi dapat mencegah kerusakan lingkungan yang lebih besar, masif dan cepat," terangnya.

Fokus Pemberdayaan

Meski ada peluang bisnis yang besar di bibit kentang,Adhi melihat peluang itu tak hanya menyoal keuntungan.

Baginya pemberdayaan petani lebih penting terutama agar petani mampu menyediakan bibit kentang secara mandiri.

Enam tahun berselang, kini sudah ada tujuh penangkar aktif binaan Adhi Guna Farm di wilayah Kabupaten Wonosobo.

Dari tujuh kelompok itu terdiri dari 100an petani.

Khusus  di Kecamatan Kejajar, sudah ada  10 desa yang telah melakukan pembenihan kentang kultur jaringan.

Akan tetapi jumlah itu belum dapat mengcover seluruh kebutuhan benih kentang di wonosobo.

Maka, Adhi  terus berfokus terhadap pemberdayaan petani agar petani dapat memproduksi benih kentang kultur jaringan.

"Kami ingin ada transfer teknologi. Petani jadi tahu pembibitan kentang baik ilmunya maupun backgroundnya," terangnya.

Uniknya, Adhi selama proses pemberdayaan selalu dilakukan secara informal dengan gaya santai.

Menurutnya, pemberdayaan kepada petani jika dilakukan secara formal justru akan gagal.

"Karena para petani di sini tidak terbiasa dengan hal-hal seperti itu. Semua harus dikemas dengan gaya santai," ucapnya.

Pendekatan kepada para petani untuk mengenalkan bibit kultur jaringan juga dilakukan beragam cara.

Pria yang aktif di lembaga Nahdatul Ulama (NU) ini, sering bertemu dengan petani di acara-acara keagamaan.

Lewat kegiatan itu, ia sering memperkenalkan sekaligus mengajak petani untuk ikut produksi benih kultur jaringan.

Semisal petani kentang berminat akan diajarkan ke tahapan selanjutnya.

Petani yang dapat membikin greenhouse maka akan diajari membuat bibit G-0.

Kalau ada petani yang punya lahan akan diajari membuat benih G-2.

"Kami layani petani yang ingin belajar dengan sepenuh hati tanpa biaya sepeserpun.

Semisal mereka hendak membayar kami tolak dengan tegas.

Prinsip kami, apapun yang terjadi petani harus menang," tegasnya.

Bertahun-tahun bergumul dengan para petani kentang, ia menemukan berbagai kendala yang dihadapi para petani.

Di antaranya, permodalan yang ada petani masih minim.

Ia berharap ada dukungan dari pemerintah seperti pinjaman lunak agar lebih dimasifkan ke para petani.

Selain itu, petani juga perlu diberi pelatihan pengelolaan keuangan supaya mampu mengelola uang hasil panen menjadi lebih baik.

"Semisal pemerintah ingin memberikan bantuan ke petani sebaiknya menyesuaikan kebutuhan petani karena masing-masing kebutuhan petani berbeda," terang Adhi.

Selanjutnya masih kurangnya dukungan dari para akademisi terhadap para petani.

Ia ingin para akademisi yang bergelut di bidang bidang pertanian dan lainnya ikut membantu para petani kentang melalui penelitian-penelitian yang memberikan manfaat secara nyata.

"Diharapkan dukungan akademisi lebih memihak kepada petani," ujarnya.

Mendengar petani yang sudah bisa keluar dari kebuntuan angsuran pinjaman bank.

Ikut mengelola benih kentang dapat menjadi ekonomi petani kentang.

"Cerita kebahagiaan petani, senyum petani, itu yang bikin kami bahagia," ungkapnya.

Semangat Adhi dalam memberdayakan petani kentang di Wonosobo ternyata dilirik oleh PT Astra International Tbk.

Ia diganjar penghargaan apresiasi SATU Indonesia Award (SI) Provinsi kategori individu bidang lingkungan, di tahun 2017.

Penghargaan itu memacunya untuk terus berkarya dan mengabdi kepada para petani sampai saat ini.

Bahkan, ia masih memiliki impian dan harapan besar demi kemajuan para petani.

Ia berharap, petani mampu beradaptasi dengan kemajuan zaman.

Tak hanya teknologi digitalisasi saja melainkan juga pola berpikir secara modern.

Di dalam pengelolaan pertaniannya, petani harus beradaptasi baik secara keuangan, manajemen, produksi, tenaga kerja dan sebagainya.

Para petani harus mampu mengaplikasikan kemajuan teknologi untuk mendukung kesejahteraannya.

"Petani harus mandiri, maju, modern, dan adaptif, " terang lulusan S2 biologi murni UGM itu. (Iwan Arifianto)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved