Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Asrori dan Mantan Lurah Purwoko Minta Dibebaskan dari Tuntutan Pemalsuan Dokumen Tanah di Jolotundo

Sidang pemalsuan dokumen tanah di jalan Jolotundo terus berlanjut di PN Semarang.

Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
Tribun Jateng/Rahdyan Trijoko Pamungkas
Penasihat hukum mantan Lurah Sambirejo Purwoko, dan penasihat hukum Asrori bacakan duplik pada sidang pemalsuan dokumen di Pengadilan Negeri Semarang. 

Kuswadji melihat  C Desa bidang tanah itu yang tercatat di kelurahan Sambirejo masih belum ada pengalihan hak terhadap siapa pun maupun persertifikatan. C Desa itu masih tercatat tanah atas nama Somoredjo.

"Kami melihat buku C Desa masih bersih tidak ada coretan. Kami bingung kok muncul sertifikat. Kapan prosesnya," imbuhnya.

Jaksa Penuntut Umum Yogi Budi Aryanto mengatakan replik tetap pada tuntutan yang telah dibacakan. Pihaknya menganggap seluruh unsur terpenuhi.

"Kedua terdakwa dituntut dua tahun penjara," ujarnya.

Namun dalam pembelaan terdakwa, kata dia, unsur dalam tuntutan tidak terpenuhi. Pihaknya masih tetap pada surat tuntutan.

"Kami tetap pada tuntutan besok sudah putusan," tutur dia.

Menurutnya, pada perkara tersebut jaksa merujuk pada surat penguasaan fisik tanah. Pada surat itu yang menandatangi mengaku menguasai fisik tanah.

"Tapi pada kenyataannya tanah itu tidak dikuasai oleh pihak menandatangi surat tersebut," imbuhnya.

Kemudian tedakwa, tidak mengetahui secara pasti lokasi tanah tersebut. Terlebih lokasi tanah itu saat ini bukanlah sawah tetapi darat.

"Kami menindaklanjuti sesuai fakta," tuturnya.

Dikatakannya bidang tanah itu sebelumnya milik Somoredjo. Pemilik tanah itu mensertifikatkan tanah tersebut yang semula hanya C Desa.

"Kemudian dilakukan pembagian waris terus ada penolakan waris dari dua anaknya. Hal itu tercatat kemudian SHM beralih ke anaknya yang lain yakni istri ketiga dan kemudian dibeli oleh pelapor," ujar dia.

Menurutnya, berdasarkan keterangan pelapor  awal pembelian, tanah itu adalah sawah dan lokasinya berada di bawah jalan. Kemudian oleh pemiliknya dilakukan pengurugan tanah.

"Jadi secara yang menguasai tanah itu adalah pelapor," imbuhnya.

Ia menganggap bahwa sertifikat itu sah sebelum adanya pembatalan pensertifikatan dari ahli waris lainnya. Selain itu pihaknya menganggap jual beli yang dilakukan pelapor adalah sah.

"Dua buku tanah dan sertifikat menjadi dasar kami. Tapi ketika sudah beralih ke sertifikat seharusnya ditulisi. Tapi ini tidak ada tulisannya. Tapi fokus kami secara fisik tidak ada penguasaan hak dan kami fokus surat itu masih dipergunakan," tukasnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved