Kisah Para Buruh Gendong di Pasar Beringharjo, Upah Rp 2.000, Tidur di Empereran: Saya Tidak Susah

TRIBUNJATENG.COM - "Saya tidak sudah," kata seorang buruh gendong.

Ia tetap bahagia bekerja keras tiap hari mengangkut aneka barang di Pasar Beringharjo Yogyakarta.

Sekali mengangkut, ia mendapat bayaran Rp 2 ribu.

Namun mereka menerimanya dengan lapang dada. Tidur pun di emperran toko.

Tak perduli dingin bahkan hujan.

Ini kisah mereka menyiasati kehidupan yang semakin berat.

Baca juga: Jelang Lawan PSIS Semarang, Pemain Persija Jakarta Ini Ungkap Kekecewaan: Terasa Aneh

Baca juga: Viral Kapolsek Labrak dan Usir Anggotanya dari Rumah Dinas, Para Istri Saling Mencaci

"Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin", ungkapan Percy Bysshe Shelley dalam esainya A Defence of Poetry saat ini masih relevan di Indonesia.

Ketika para pejabat sibuk flexing, rakyatnya berjibaku untuk memenuhi kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah Siyem (68) seorang buruh gendong di Pasar Beringharjo memulai harinya sejak pagi buta.

Setiap fajar Siyem telah bersiap untuk menuju Pasar Beringharjo, berjarak kurang lebih 30 kilometer dari rumahnya yang berada di Kulon Progo 

Tiap hari Siyem pulang pergi menggunakan bus kota, dari rumahnya dibonceng dengan sepeda motor oleh anaknya

Siyem diantar sampai jalan utama penghubung Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Kulon Progo, yaitu Jalan Wates.

Setelah sampai Jalan Wates Siyem menunggu bus kota menuju timur, ia menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam.

Pukul 5.30 pagi, dia sudah sampai di Pasar Beringharjo.

Sesampainya di Pasar Beringharjo, Siyem lalu berkeliling menawarkan jasanya sebagai buruh gendong.