Berita Feature
Kisah Para Buruh Gendong di Pasar Beringharjo, Upah Rp 2.000, Tidur di Empereran: Saya Tidak Susah
Kisah para buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Upah rp 2.000 dan tidur di emperan berteman hujan dan dingin
Kalau dia harus pulang pergi Kulon Progo Pasar Beringharjo upahnya habis hanya untuk ongkos jalan.
Wagirah mendapatkan upah sebesar Rp 2 ribu untuk sekali angkut, setiap harinya ia bisa mendapatkan upah Rp 25 ribu hingga Rp 30 ribu.
"Kadang Rp 40 ribu, tergantung. Pulang Kulon Progo kalau sudah dapat uang saku biasanya 4 hari sampai seminggu," kata dia.
Pulangnya ke Kulon Progo tergantung kebutuhan hidup, seperti untuk menyumbang tetangga jika terdapat hajatan, menyumbang orang sakit, dan arisan.
Jika kebutuhannya sedang tinggi ia bisa pulang Kulon Progo seminggu sekali.
Nenek bercucu 14 dengan buyut 3 ini, menjalani sebagian hidupnya di Pasar Beringharjo.
Berkumpul dengan keluarga pun sangat jarang karena anak-anak dan cucunya berada di Wonosari, Kabupaten Gunungkidul.
"Sebenarnya ya seneng kalau kumpul, tapi gimana ya. Kalau saya itu masih senang cari uang, masih senang sama teman-teman kalau pegang uang sendiri itu senang," jelas dia.
Wagirah lebih senang mencari uang sendiri hingga usia senjanya dengan alasan tak mau merepotkan anak-anaknya.
Buruh gendong perempuan lainnya Merit juga hampir sama dengan buruh gendong perempuan lainnya.
Menurutnya saat ini kondisi pasar sudah sepi, berbeda jika dibanding beberapa belas tahun lalu.
Dulu, pada pukul 9 pagi dia bersama buruh gendong lain belum bisa beristirahat karena banyaknya komoditi pasar yang harus diangkut.
"Dulu itu sampai segini (09.00) belum bisa istirahat, kalau istirahat hanya makan, sekarang itu sepi cari rezeki sulit," kata dia.
Dia menceritakan saat-saat Covid-19 melanda Yogyakarta saat itu dirinya dan para buruh gendong lainnya terpuruk tak ada barang yang diangkut.
"Pas corona itu jam 9 sudah tidak ada orang, jam 10 pagi pasar tutup," ucapnya.
Merit dan buruh gendong perempuan lainnya berharap pemerintah setempat memberikan fasilitas kamar mandi secara gratis.
Karena, selama ini para buruh gendong harus membayar jika menggunakan kamar mandi, dan hal ini membebani para buruh gendong mengingat penghasilan yang diapat.
"Harapannya semoga ada toilet gratis," kata Merit.
Menjadi buruh gendong puluhan tahun menurutnya menyimpan kesenangan tersendiri, yaitu dapat memegang uang hari itu juga.
Berbeda dengan karyawan yang harus menunggu sebulan sekali baru mendapatkan uang.
"Berkumpul dengan teman-teman ini juga kesenangan, kalau susahnya sih enggak ada saya enggak anggap susah. Yang penting bisa ngumpul sama teman-teman," jelasnya. (Kompas.com)
3 Hari Tersesat di Hutan Jati Blora, Truk Boks Berhasil Dievakuasi, Warga Gelar Selamatan Dulu |
![]() |
---|
Kondisi Terkini Pasar Kambing Semarang yang Melegenda, Patung Masih Berdiri Tapi Situasi Beda |
![]() |
---|
Alasan Mbah Yudi Warga Batang Tinggal Dengan Ayam, Sudah 4 Kali Pindahkan Rumah |
![]() |
---|
Cerita Indra Pemuda Tunadaksa di Tegal, Kembangkan Usaha Anyaman Bambu Hingga Buka Lapangan Kerja |
![]() |
---|
Kisah Hamdan Produsen Seragam Sekolah di Kudus, Modal Rp 10 Juta Pinjaman, Kini Sampai Tolak Orderan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.