Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kriminal

Kronologi Taruna PIP Semarang 4 Kali Dianiaya Senior Hingga Hidung Geser dan Kencing Berdarah

Seorang pria berinisial MGG (19) taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang alami kekerasan yang dilakukan oleh para senior dan pembinanya.

Penulis: iwan Arifianto | Editor: rival al manaf
Tribun Jateng/ Iwan Arifianto
Pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit menjelaskan kronologi kekerasan yang dialami taruna PIP Semarang, di Kota Semarang,  Rabu (14/6/2023).  

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Seorang pria berinisial MGG (19) taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang alami kekerasan yang dilakukan oleh para senior dan pembinanya.

Kekerasan dilakukan sebanyak empat kali. Akibatnya,pandangan mata korban sempat kabur selama dua minggu.

Air kencingnya berdarah, hingga tulang hidung alami geser.

"Kasus sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah," ucap pendamping hukum korban dari LBH Semarang, Ignatius Radit, di Kota Semarang,  Rabu (14/6/2023).

Korban dihajar oleh tujuh seniornya dalam kelompok kegiatan kampus bernama Dekor.

Baca juga: Banyak Peminat, Sekolah Sepak Bola ASTI Kudus Batasi Penerimaan Siswa Baru Maksimal 60 Orang

Baca juga: KISAH NYATA : Pria 26 Tahun Ini Dapat Uang Saku Rp316 Juta Sebulan dari Pacarnya Janda Kaya 52 Tahun

Baca juga: Masih Bingung Dengan PPDB Online di Kota Semarang? Ini yang Perlu Dilakukan

Kelompok dekor bertugas untuk mendekorasi sejumlah kegiatan kampus. 

Namun, belakangan diketahui, tim Dekor memiliki arti lain di para taruna yakni dewan eksekutor. 

Dalam kelompok tersebut merupakan orang-orang terpilih dengan kriteria taruna yang bertubuh paling besar dan tegap. 

Kendati korban masuk dalam kelompok itu, korban tidak berkenan.

Alasannya, korban memang tak suka kekerasan dan lebih memilih ekstrakulikuler lainnya.

"Ternyata di dalam sekolah kedinasan masih ada praktik kekerasan. Bahkan, dinormalisasi," ucap Radit.

Korban bisa masuk ke sekolah tersebut lantaran ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS). 

Orangtua korban mendukungnya masuk sekolah kedinasan lantaran merasa yakin praktik kekerasan antar taruna di sekolah tersebut sudah hilang.

Apalagi orangtua korban sempat diyakinkan oleh pihak sekolah bahwa praktik senior hajar junior sudah hilang.

Merasa diyakinkan, akhirnya korban masuk ke sekolah tersebut sebagai angkatan 59. 

"Korban warga Jakarta, ia masuk PIP tahun 2022," imbuhnya. 

Korban mengalami kekerasan setidaknya empat kali.

Kekerasan pertama berupa pemukulan bertubi-tubi menggunakan tangan terbuka di kepala dari arah atas, depan, kiri dan kanan. 

Pukulan mengenai di kepala dan tendangan di tulang kering oleh Pembina dan Pengasuh Taruna (Binsuhtar) pada Minggu, 9 Oktober 2022. 

Penganiyaan kedua, korban mengalami pemukulan di kepala bagian belakang sebanyak lebih dari 10 kali oleh seniornya angkatan 56, Minggu sore, 23 Oktober 2022.

Berikutnya, korban mengalami penganiayaan fisik, dipukul sekitar 40 kali di bagian perut, termasuk ulu hati pada Rabu malam, 2 November 2022

Terakhir tadi malam Selasa (13/6/2023) , korban alami kekerasan dengan ditendang oleh seniornya. 

"Secara fisik memang tidak begitu parah, tetapi hal itu mengingatkan rasa trauma korban. Hal itu terbukti dari hasil assesment psikolog LPSK  yang menyatakan korban alami  trauma," bebernya.

Selepas mendapatkan kekerasan, korban sempat mengambil cuti sekolah mulai Desember 2022 hingga Mei 2023.

Selama cuti, korban didampingi kuasa hukumnya melaporkan kejadian itu tak hanya ke Polda Jateng melainkan pula ke Kementrian Perhubungan (Kemenhub) yang membawahi sekolah kedinasan tersebut.

Persisnya ke Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Kemenhub.

Pihak lainnya yaitu ke lembaga perlindungan korban dan saksi (LPSK). 

Hasilnya, korban sempat diyakinkan oleh BPSDM akan mendapatkan jaminan keamanan.

Korban juga mengajukan berbagai hal ke pihak BPSDM yakni meminta korban dipindahkan ke Sekolah Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta dengan tujuan lebih mudah  untuk pengawasan orangtua.

BPSDM meminta korban kembali ke asrama sedangkan pihak PIP Semarang meminta korban untuk kembali bersekolah. 

"Ternyata masih sama, korban mendapatkan perundungan karena korban melapor tercium oleh para taruna lainnya hingga kekerasan yang terjadi tadi malam," ungkap Radit.

Disamping itu, pihaknya telah melakukan investigasi  ternyata ada tiga korban lainnya.

Satu di antaranya kini memilih keluar dari sekolah tersebut.

"Taruna yang keluar karena kapok jadi samsak," tuturnya.

Ia menuturkan, kasus tersebut bisa saja terus bergulir  di ranah hukum bilamana para senior yang melakukan kekerasan terhadap korban mau membantu membongkar kasus kekerasan di sekolah tersebut.

"Sebaliknya nanti bisa lanjut (proses hukumnya),"

Ia menambahkan, proses kasus ini tidak hanya dipidana saja.

Sebab, jalur pidana tak bakal menyelesaikan masalah. 

Hal itu terbukti di kasus sebelumnya ada taruna PIP tewas dihajar seniornya tetapi kejadian kekerasan masih jalan sampai sekarang. 

Artinya, pembenahan sistem penanganan kekerasan di sekolah masih bersifat hangat-hangat tahi ayam.

"Jadi
hukuman tidak personal saja tetapi struktural. Lembaga harus diubah, sekolah kedinasan mending pindah ke Kemendikbud saja," imbuhnya.

Terpisah, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida mengatakan, telah menerima laporan dari LBH Semarang terkait kasus penganiayaan di PIP Semarang.

LBH Semarang melaporkan  kementerian perhubungan pusat sehingga pelaporan akan dilimpahkan ke Ombudsman di Jakarta.

Dalam laporan itu memohon perbaikan supaya tidak ada kekerasan.

"Regulasi menerbitkan kementerian di tingkat pusat nanti prosesnya dari ombudsman pusat untuk saran-saran perbaikan," katanya. 

Tribun masih berupaya mengkonfirmasi ke PIP Semarang. Namun, upaya konfirmasi belum ada tanggapan (Iwn)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved