Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Ritual Penjamasan Pusaka Sunan Kalijaga, Tak Boleh dengan Mata Telanjang

Penjamasan pusaka Sunan Kalijaga adalah wasiat yang harus tetap lestari dan dilakukan turun temurun. Demikian disampaikan budayawan, Agus Mujayanto.

Penulis: hermawan Endra | Editor: rival al manaf
Istimewa
Foto budayawan, Agus Mujayanto (baju biru) Kamis (29/6). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Penjamasan pusaka Sunan Kalijaga adalah wasiat yang harus tetap lestari dan dilakukan turun temurun. Demikian disampaikan budayawan, Agus Mujayanto, Kamis (29/6).

Pria yang juga menerbitkan ensiklopedi Sunan Kalijaga ini menuturkan, tradisi ini dilakukan setiap 10 Djulhijjah atau bulan besar, (biasa orang Jawa menyebut) setelah solat ied.

“Senantiasa dilaksanakan penjamasan pusaka beliau setelah umat Islam melaksanakan sholat ied, maksudnya untuk merawat ageman/pusaka itu agar tidak rusak dan tetap harus terus dijamas setahun sekali,” kata Agus Mujayanto yang juga merupakan cicit Sunan Kalijaga ini.

Ia mengungkapkan isi wasiat Sunan Kalijaga berbunyi “ageman ku mbesuk yen aku wis dikeparengake sowan ingkang kuwaos,selehno ing duwur peturonku, kejobo kui sak wise aku kukut ageman ku jamasono”.

Di samping itu ditegaskan pula bahwa ageman sunan kalijaga terdiri dari Kotang Ontokusumo dan Keris Kyai Carubuk. Tidak boleh dilihat dengan mata telanjang, karena benda-benda tersebut bukan tontonan tapi tuntunan untuk generasi yang akan datang sekalipun itu masih dalam lingkungan ahli warisnya sendiri.

Sampai sekarang ini tetap dipatuhi secara turun temurun dan tdk ada yg melanggar nya. Maka tak heran jika hal tersebut identik dengan kata Bashar dan Bashirah, dua kata yang banyak di bahas oleh para ahli zaman dahulu baik di kalangan ahli bahasa juga ahli ilmu tauhid dan filsafat hidup, sebab keridhoan allah dengan kebahagiaan hidup dunia akhirat hanya dpt dicapai bila seseorang memahami persoalan bashar dan bashariah.

Dijelaskannya, Bashar ialah memakai indra mata untuk melihat segala sesuatu dalam hidupnya sehingga dapat mengatasi kehidupan makhluk-makhluk yang lain,hewan misalnya.

Namun demikian Bashar saja tidak dapat dipercaya sepenuhnya karena masih dapat memperdaya kan manusia itu sdiri.

“Umpama air laut diliat biru tapi jika di ambil di telapak tangan maka air laut tersebut berwarna jelas putih bersih. Dan allah memberi kuasa kepada manusia satu alat lain untuk melihat yang lebih jauh dan mendalam yaitu Bashirah atau mata hati sebagai kekuatan dalam hati yang dapat menemukan hakikat sesuatu,” ujarnya.

Jadi dengan penjamasan kotang ontokusumo dan keris Kyai carubuk dapat disimpulkan bahwa pembungkus dari suatu ajaran Sunan Kalijaga supaya umat Islam mulai pelaksanaan solat ied dan penyembelihan qurban supaya benar-benar dapat membersihkan diri secara lahir dan batin(harta benda) dengan memperbanyak amal dan ibadah.

Penjamasan ditangani langsung oleh ahli waris sunan kalijaga dengan memakai minyak ratus, minyak cendana, minyak kenanga, minyak tua/klentik yang dalam pembuatan nya dilakukan oleh ibu-ibu yang tidak haid/menopuse atau perawan sunti.

Minyak dari santan kelapa hijau yang melengkung ke arah timur yang pengambilan nya tak boleh jatuh ke tanah melainkan di bopong. Pada zaman Belanda, pembiayaan nya di bantu oleh kraton Surakarta Hadiningrat sebesar 40 gulden, tapi setelah penghapusan swapraja Surakarta, biaya penjamasan ditanggung sendiri oleh ahli waris sunan kalijaga sendiri di kadilangu.

“Dalam pernyataan Sinuwun Paku Buwono I di  babad tanah Jawi bahwa masjid agung Demak dan makam suci Kadilangu adalah pusaka mutlak dan tidak boleh hilang,” pungkasnya.

(*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved