Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kabupaten Tegal

Alhamdulillah, Prevalensi Stunting Kabupaten Tegal Turun 5,7 Persen

Penanganan stunting di Kabupaten Tegal tidak berfokus pada balita atapun ibu hamil melalui intervensi gizi, tapi juga pencegahannya.

Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: deni setiawan
PEMKAB TEGAL
Bupati Tegal Umi Azizah sedang menjadi narasumber pada Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting se-Eks Karesidenan Pekalongan di Hotel Santika Pekalongan beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJATENG.COM, SLAWI – Angka stunting Kabupaten Tegal berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) berkurang 5,7 persen dari 28 persen di 2021 menjadi 22,3 persen di 2022. 

Hal ini mengemuka saat Bupati Tegal Umi Azizah menjadi narasumber Forum Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting se-Eks Karesidenan Pekalongan di Hotel Santika Pekalongan beberapa waktu lalu. 

Menurut Umi, penanganan stunting merupakan bagian dari upaya besar bangsa Indonesia dalam membangun generasi sehat, cerdas, dan kuat guna mendukung terwujudnya Indonesia Emas, Indonesia Maju yang berdaya saing. 

Namun demikian, penanganan stunting ini memerlukan konvergensi aksi yang berkelanjutan dan melibatkan peran banyak pihak, terutama pada intervensi sensitif.

Baca juga: UPDATE Kebakaran di Pelabuhan Jongor Kota Tegal: 63 Kapal Hangus

“Menangani stunting ini harus dilakukan melalui berbagai cara, daya, dan upaya."

"Termasuk memperkuat koordinasi."

'Tidak hanya di lingkup pemerintahan, tapi pentahelix melibatkan elemen masyarakat, komunitas peduli, pelaku usaha, hingga media massa,” kata Umi. 

Penanganan stunting di Kabupaten Tegal tidak hanya berfokus pada balita stunting atapun ibu hamil kekurangan energi kronis melalui intervensi gizi spesifik.

Melainkan juga pencegahannya agar tidak terlahir bayi stunting atau balita menjadi stunting.

Di antaranya, lanjut Umi, dengan menuntaskan kepemilikan jamban keluarga untuk menekan angka kejadian diare, dengan mengalokasikan anggaran Rp 21,07 miliar pertahun selama 3 tahun berturut-turut untuk membangun 32.625 unit jamban keluarga sehat.

Atas upaya ini, angka kejadian diare di Kabupaten Tegal turun dari 58.316 kasus di 2014 menjadi 22.100 kasus di 2019. 

Kabupaten Tegal pun dinyatakan terbebas dari perilaku buang air besar sembarangan atau open defecating free dari Kemenkes, dan berhak atas Anugerah STBM (Sanitasi Total Berbasis Berbasis Masyarakat) Award Berkelanjutan Tahun 2020.

“Penurunan kasus diare ini memiliki relevansi positif terhadap penurunan angka stunting,” ujarnya. 

Selain itu, upaya lain penanganan stunting melalui intervensi gizi sensitif adalah merehab rumah tidak layak huni (RTLH). 

Baca juga: Pengembangan Kompetensi ASN Pemkab Tegal Terbaik Keenam se-Jateng 

Baca juga: Usaha Mikro Kecil Dominasi Realisasi Investasi di Kabupaten Tegal, Tembus Rp 628,96 Miliar

Menurut Umi, kasus balita stunting dapat berawal dari kondisi lingkungan rumah tinggal yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga balita mudah sakit. 

Jumlah RTLH yang berhasil dipugar sepanjang 2014-2022 mencapai 10.907 unit.

“Upaya ini terlihat berat, tidak mudah."

"Tapi semuanya akan terasa ringan dan menjadi mudah jika diniati ibadah."

"Salah satunya mengamalkan surat An-Nisa ayat sembilan (Alquran), hendaklah kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah."

"Maka penanganan stunting ini termasuk upaya mencegah lahirnya generasi lemah yang jika tidak ditangani secara benar dan sungguh-sungguh, akan menjadi beban umat di kemudian hari dan persoalan daya saing bangsa di masa depan,” papar Umi. 

Sebelumnya, Kepala Perwakilan BKKBN Jateng, Eka Sulistia Ediningsih mengungkapkan, prevalensi balita stunting secara nasional berhasil diturunkan dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. 

Termasuk di Jawa Tengah yang juga mengalami penurunan, dari 20,9 persen menjadi 20,8 persen.

Baca juga: Kapolres Tegal Pimpin Upacara Peringatan HUT ke-78 RI, Sampaikan Hal Ini 

“Hal ini berarti masih harus bekerja keras untuk dapat menurunan angka stunting minimal 3,4 persen per tahun agar di 2024 prevalensi stunting Jawa Tengah bisa berada di bawah 14 persen,” jelas Eka.

Eka memaparkan, angka stunting beberapa daerah di eks-karesidenan Pekalongan pada 2022 mengalami kenaikan.

Di antaranya Kota Pekalongan yang mengalami sedikit kenaikan dari 20,6 persen di 2021 menjadi 23,1 persen di 2022.

Menurutnya, penanganan stunting tidak bisa dilakukan oleh satu pihak seperti BKKBN, tapi harus sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan. 

Karena itu, pihaknya akan terus memperkuat sinergisitas para pihak, termasuk pemerintah daerah di eks Karesidenan Pekalongan.

“Dengan komitmen dan kerja bersama, prevalensi stunting akan dapat diturunkan."

"Untuk itu banyak hal yang harus segera diperkuat baik dari sisi tata kelola, layanan intervensi spesifik, maupun pada layanan intervensi sensitif,” pungkasnya. (*)

Baca juga: 265 Napi Rutan Jepara Terima Potongan Masa Penahanan, Maksimal Remisi 6 Bulan

Baca juga: Pesan Wagub Taj Yasin Kepada Napi yang Bebas: Berilah Contoh Positif di Tengah Masyarakat

Baca juga: Wagub Jateng Purna Tugas 5 September 2023, Taj Yasin: Paling Berkesan Adalah Kebersamaan

Baca juga: Semangat Pemuda Desa Pelosok di Batang Rayakan HUT ke-78 RI, Gelar Upacara di Ketinggian 1.870 Mdpl

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved