Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Guyang Cekathak, Kemarau Panjang dan Ritual Doa Minta Hujan Khas Warga Lereng Gunung Muria

Warga lereng Gunung Muria turut wilayah Desa Colo, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus memiliki tradisi budaya bernama 'Guyang Cekathak'.

|
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: Muhammad Olies

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Warga lereng Gunung Muria turut wilayah Desa Colo, Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus memiliki tradisi budaya bernama 'Guyang Cekathak'.

Tradisi ini merupakan ritual doa minta hujan yang dilakukan warga saat kemarau panjang seperti saat ini.

Guyang memiliki arti memandikan, sedangkan Cekathak adalah pelana kuda. 

Konon, Guyang Cekathak yang diuri-uri masyarakat Colo bersama pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria sudah berlangsung lebih dari 400 tahun.  

Tradisi tersebut masih terjaga dan terpelihara dengan baik sampai saat ini.

Ketua Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria, Abdul Manaf mengatakan, Guyang Cekathak adalah tradisi memandikan pelana kuda Sunan Muria (Raden Umar Said) di Sendang Rejoso.

Sendang tersebut dahulu diyakini sebagai tempat Sunan Muria memandikan kudanya. 

Kebiasaan yang dilakukan Sunan Muria tersebut lantas diuri-uri oleh masyarakat sekitar dengan memandikan pelana kuda Raden Umar Said setiap tahunnya. 

"Tradisi ini sudah berlangsung sejak dulu, saat ini masih berjalan. Ini tanggungjawab kita untuk nguri-uri tradisi budaya dari Sunan Muria," terangnya, Jumat (15/9/2023).

Baca juga: Kekeringan Berkepanjangan di Pati, Siswa-Siswi Madrasah di Trimulyo Kayen Gelar Salat Minta Hujan

Baca juga: Glagahwaru Dilanda Kekeringan, Rohimatun Beli Rp 1.000/Gembes Cukupi Kebutuhan Air Bersih

Baca juga: 58 Desa di Grobogan Jateng Krisis Air Bersih

Masyarakat Colo memaknai tradisi Guyang Cekathak sebagai ritual doa meminta hujan ketika dilanda kemarau. 

Tradisi ini biasa dilakukan pada September atau Oktober setiap tahunnya. 

Dalam hal menentukan kapan waktu pelaksanaan, pihak pengurus Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria harus melihat Jumat Wage jatuh pada September, atau justru pada Oktober.

Pelaksanaan Guyang Cekathak tidak hanya sebatas ritual memandikan pelana kuda Sunan Muria. 

Melainkan serangkaian tradisi budaya yang terdiri dari beberapa kegiatan. Mulai dengan kegiatan pembacaan manaqib, ziarah makam Sunan Muria, pembacaan tahlil, kirab pelana kuda, proses memandikan pelana kuda, doa meminta hujan, dan selamatan di depan Sendang Rejoso

Pengurus yayasan menutup pelaksanan tradisi dengan menaburkan cendol dawet sebagai lambang hujan akan turun.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved