Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Nasib Hutan Mangrove di Pesisir Semarang Jawa Tengah: Dikejar Abrasi, Dihantam Oligarki

Hutan mangrove tampak memanjang ratusan meter persis di sisi timur Kawasan Industri Terboyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. 

Penulis: iwan Arifianto | Editor: raka f pujangga
Tribun Jateng/Iwan Arifianto
Nelayan Semarang, Sarjito saat bekerja menjaring ikan di dekat hutan mangrove Trimulyo, Genuk, Kita Semarang, Sabtu (29/7/2023). Hutan mangrove tersebut bakal hilang imbas pembangunan proyek tol Semarang-Demak. 

Namun, pendapatan mereka saat ini di angka Rp100 ribu, itupun diperoleh dengan susah payah. Turunnya pendapatan mereka lantaran sumber nafkah mereka terenggut setelah adanya proyek tol.

Ditambah, mereka adalah nelayan harian.

Artinya,  ketika melaut tidak sampai ke tengah perairan melainkan hanya di pinggiran. Sedangkan di pinggiran sedang ada proyek tol.

“Kejadian terakhir ada gesekan antara nelayan  dengan pelaksana proyek tol terkait mangrove dan lokasi penangkapan warga. Mau cari ikan tidak boleh. Mendekat 100 meter saja disuruh pergi padahal lokasi itu tempat kami mencari ikan,” bebernya.

Agus khawatir ketika tol dibangun maka kawasan pesisir tempatnya mencari nafkah akan benar-benar lenyap.

Jenis ikan karapu, kakap, udang, kepiting hingga rajungan yang setiap saat ada bakal musnah digantikan bangunan beton.

Nelayan bisa saja melaut tetapi harus melaut lebih jauh.

Namun, otomatis mereka harus mengganti perahu dan peralatannya karena perahu dan alatnya sekarang hanya cukup untuk kebutuhan melaut di wilayah tepian atau tak lebih dari 1 kilometer dari pesisir.

“Mau alih profesi kerja apa? Nenek moyang kami pelaut, masak kerja di darat semua, terus siapa yang kerja di laut,” tegasnya.

Terpisah, Koordinator Lapangan (Korlap) kelompok Cinta Alam Magrove Asri dan Rimbun (Camar) Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara, Zazid (49) mengatakan, kelompoknya tak setuju dengan berbagai bentuk proyek pembangunan di wilayah pesisir Semarang terutama saat harus menggusur hutan mangrove.

Meski begitu, ia tak bisa berbuat banyak sehingga hanya bisa berkompromi dengan keadaan.

"Misal kita melawan ditanya legalitasnya? Kita kalah sebab lahan mangrove yang kita tanam itu bukan milik kita pribadi tapi dikuasai swasta maupun pemerintah," katanya.

Ia mencontohkan ketika adanya proyek pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) yang berimbas pada hilangnya kawasan hutan mangrove.

Kala itu, petani mangrove dan nelayan tak bisa apa-apa.

Mereka dipaksa ikhlas meski harus menyadari mereka telah kehilangan sebagian ruang penghidupan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved