Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

READERS NOTE

Sekolah Berbasis Bukti

Saat ini, ketika penulis mengabdi di sekolah, masih juga memikirkannya. Tetapi pada sisi yang berbeda

Editor: iswidodo
Tribunjateng/dok pribadi
Arie Hendrawan, SPd. MSos. Kepala SMA Islam Al Azhar 14 Semarang 

Sekolah Berbasis Bukti
oleh Arie Hendrawan, SPd. MSos | Kepala SMA Islam Al Azhar 14 Semarang


KETIKA dulu bersekolah, apakah kita pernah merenungkan, “Mengapa ada program sekolah yang tidak sesuai dengan kebutuhan kita?”. Atau, pernahkah kita berpikir, “Apa saja dasar dan alasan yang digunakan sekolah dalam setiap pengambilan kebijakan?”. Kegelisahan semacam itu, terus bergelayut dalam benak penulis sewaktu menimba ilmu di bangku sekolah.
Saat ini, ketika penulis mengabdi di sekolah, masih juga memikirkannya. Tetapi pada sisi yang berbeda, “Bagiamana jika sekarang ada murid-murid yang juga mempertanyakan hal tersebut kepada sekolah?”. Dari situ, penulis mulai berkontemplasi tentang arti penting pengelolaan sekolah yang berbasis pada bukti (evidence based), bukan asumsi.
Tiga Tantangan 
Sebagai sebuah organisasi, sekolah tidak boleh mengambil kebijakan secara sembrono. Kebijakan yang dibuat sekolah harus selalu sistematis dan terukur, sehingga “mendarat” pada kebutuhan untuk kebaikan orang banyak atau pro bono publico. Hal itu, hanya mungkin terwujud jika ada komunikasi antar stakeholders sekolah lewat proses adsorpsi ide dan gagasan.
Untuk mengeksekusi kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan warga sekolah, maka mutlak bagi sekolah melakukan perencanaan berbasis data. Sayang, gaung ide perencanaan berbasis data di sekolah baru terdengar masif sejak penerapan kurikulum merdeka. Hal itu dilakukan dengan cara mengoptimalkan rapor pendidikan melalui proses Identifikasi, Refleksi, dan Benahi (IRB).
Setidaknya, ada tiga tantangan utama dalam implementasi perencanaan berbasis data di level satuan pendidikan. Pertama, keterbukaan, sekolah harus mau terbuka untuk mendengar aspirasi dari warga sekolah. Kedua, partisipasi, warga sekolah bersedia turut aktif memberikan masukan. Ketiga, kolaborasi, adanya kerjasama dari seluruh pihak untuk mencari solusi.
Setelah tiga syarat utama tersebut dipenuhi, yang perlu dilakukan berikutnya adalah membuat “kanal-kanal” sebagai ruang intermediari (perantara) guna mentransmisikan ide dan gagasan dari warga sekolah. Artinya, yang dilakukan sekolah tidak hanya “sekadar” mengandalkan eksplorasi dan analisis terhadap hasil rapor pendidikan pemerintah.
Lima Langkah 
Beberapa langkah aksi yang dapat dilakukan sekolah untuk mendukung perencanaan berbasis data adalah sebagai berikut. Pertama, pembagian kuesioner kepuasan kepada murid dan orang tua atas layanan pendidikan sekolah melalui Google Form. Instrumen kuesioner sendiri terkait dengan Standar Nasional Pendidikan, seperti proses pembelajaran dan manajemen sekolah.
Kedua, sekolah bekerjasama dengan Majelis Perwakilan Kelas (MPK). Sejatinya, MPK tidak hanya dapat berperan untuk membawa aspirasi murid terhadap OSIS, tapi juga kepada sekolah. Setiap tiga bulan sekali, MPK bisa diberi kesempatan berkeliling kelas untuk menyerap aspirasi murid tentang berbagai bidang, seperti kurikulum, kesiswaan, dan Sarpras.
Ketiga, bersinergi dengan MPK, sekolah mengadakan Forum Terbuka Sekolah (FTS). Kegiatan FTS mempertemukan unsur perwakilan murid dari seluruh kelas dengan kepala sekolah guru. Dalam forum tersebut, murid bebas mengungkapkan segala macam “unek-uneknya” terhadap sekolah dan didengarkan langsung oleh para pengambil kebijakan di sekolah.
Keempat, memanfaatkan hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh guru, murid, maupun pihak luar. Pada konteks ini, kajian yang diperoleh berasal dari PTK guru, penelitian murid untuk tugas dan lomba, serta penelitian pihak eksternal (dosen dan mahasiswa) yang mengambil sekolah sebagai subjek penelitian. Hal tersebut juga menjadi manifestasi sekolah berbasis riset.
Kelima, pungkasan dari seluruh program sekolah untuk menyerap masukan adalah pelaksanaan Rapat Kerja (Raker) Sekolah yang diikuti oleh guru, karyawan, wali murid, dan perwakilan murid. Raker merupakan multi-stakeholder forums yang membahas evaluasi dan perencanaan program sekolah dalam kurun waktu satu tahun.
Raker tidak hanya berbasis pada analisis rapor pendidikan melalui pendekatan IRB, tetapi juga meramu semua aspirasi dan masukan dari kanal-kanal yang telah dibuat sekolah serta berbagai kajian ilmiah yang relevan dengan kondisi sekolah. Adapun, luaran yang dihasilkan dari Raker ini adalah Rencana Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS).
Demokratis
Dari beberapa langkah aksi di atas, diharapkan ada dua dampak positif. Pertama, meningkatnya kepuasan warga sekolah terhadap kinerja sekolah. Kedua, meningkatnya kepercayaan dari warga sekolah. Kepuasan dan kepercayaan warga sekolah tumbuh, karena masukannya didengar dan ditindaklanjuti, serta mereka merasakan adanya perubahan.
Perencanaan berbasis data di tingkat sekolah pada dasarnya berkorelasi erat dengan semangat demokrasi. Mengapa demikian, sebab dalam prosesnya melibatkan peran serta aktif dari warga (sekolah), sehingga bisa mendekatkan kebijakan dengan harapan. Muaranya, akan terjadi proses dialektis untuk mewujudkan iklim sekolah yang demokratis. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved