Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Kata Pengamat Lingkungan Soal Kudus Langganan Banjir: Tak Cukup Hanya Normalisasi Sungai

Banjir yang tiap tahun rutin merendam wilayah Kabupaten Kudus menjadi keprihatinan berbagai kalangan. 

Penulis: Saiful Ma sum | Editor: Muhammad Olies
Rifqi Gozali
Seorang warga bertahan di rumah meski tergenang banjir di Dukuh Gendok, Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kudus, Kamis (5/1/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Banjir yang tiap tahun rutin merendam wilayah Kabupaten Kudus menjadi keprihatinan berbagai kalangan. 

Sejumlah program diusulkan untuk menuntaskan persoalan banjir di Kota Kretek. Khususnya daerah yang sering kali terendam banjir seperti kawasan Kecamatan Jati, Undaan, Mejobo, Jekulo, dan Kaliwungu. 

Beberapa program yang diusulkan adalah normalisasi sungai, peninggian tanggul sungai, penambahan kapasitas pompa, dan beberapa program lainnya. 

Normalisasi sungai, meliputi Sungai Wulan, Sungai Dawe, Sungai Piji, serta aliran Sungai Serang Wulan Drainase (SWD) 1 dan SWD 2 dinilai kurang efektif oleh pengamat lingkungan sebagai pengendalian banjir. 

Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawasan Muria, Hendy Hendro mengatakan penanganan banjir tidak akan selesai hanya dengan normalisasi sungai.

Kata dia, pemerintah harus bisa menyelesaikan persoalan dasar pada setiap permasalahan. 

Misalnya, normalisasi sungai hanya sebagai upaya untuk meminimalisir potensi bencana banjir. 

Baca juga: Banjir Kudus 2024: Akses Jalan Menuju Karangturi dan Setrokalangan Kudus Masih Putus

Baca juga: Update Banjir Kudus, 31 Desa Terdampak, Ketinggian Air 20-70 Cm di Pemukiman

Baca juga: Komisi VIII DPR Gerah Banjir Demak, Kudus dan Sekitarnya Jadi Bencana Rutin, Soroti Masalah Ini

Program ini bakal terkendala anggaran dan waktu karena sedimentasi sungai bakal terus bertambah setiap tahunnya.

Sehingga pemerintah akan disibukkan untuk melakukan normalisasi sungai secara berulang-ulang.

Hendy yang juga Dosen Lingkungan di Universitas Muria Kudus (UMK) mengusulkan program reboisasi atau penghijauan lahan di wilayah hulu sungai. Bertujuan untuk pengendalian air dan erosivitas yang bisa menyebabkan percepatan penumpukan sedimentasi sungai.

Pihaknya juga mengusulkan upaya peninjauan dan penataan ulang ruang dan lahan di bagian hulu sungai agar digunakan sesuai dengan peruntukannya. 

"Beberapa faktor penyebab banjir di Kudus adalah berkurangnya tutupan lahan atau vegetasi di daerah atas (hulu), maraknya alih fungsi lahan, erosivitas tinggi menyebabkan peningkatan sedimentasi sungai."

"Sehingga terjadi pendangkalan sungai mengurangi kapasitas daya tampung sungai, menyebabkan banjir limpasan. Karena kita tidak mengetahui pasti seberapa banyak curah hujan," terangnya, Minggu (31/3/2024).

Para pengendara menuntun sepeda motor menerjang banjir di Jalan Raya Kudus-Purwodadi karena mati mesin, Minggu (5/3/2023).
Para pengendara menuntun sepeda motor menerjang banjir di Jalan Raya Kudus-Purwodadi karena mati mesin, Minggu (5/3/2023). (TRIBUN JATENG/SAIFUL MA'SUM)

Dia menyebut, volume air hujan bisa jadi sama dengan kondisi curah hujan setiap tahunnya. Namun, kapasitas daya tampung sungai akan berkurang dampak sedimentasi. 

Faktor lain bisa juga dikarenakan curah hujan yang terlalu tinggi mengguyur lahan yang kurang terjaga dengan baik di kawasan hulu sungai, sehingga membawa material sampai ke badan sungai menjadi sedimentasi. 

"Yang perlu dilakukan menurut saya adalah mengembalikan fungsi lahan dengan reboisasi. Bisa jadi di daerah hulu sungai ada alih fungsi lahan yang tinggi seperti pembangunan perumahan dan lain-lain. Ini harus diselesaikan dulu untuk mengatasi persoalan sedimentasi sungai, supaya aliran sungai tetap lancar," ujarnya. 

Lebih lanjut, Hendy menilai faktor lain yang memicu terjadinya banjir adalah sampah yang masuk ke badan sungai. 

Penumpukan sampah di badan sungai mengakibatkan aliran sungai tersumbat, sehingga limpas ke permukiman. Seperti yang terjadi di wilayah Kesambi Kecamatan Jekulo.

Baca juga: 1.000 Nasi Bungkus Dibagikan Kepada Warga Korban Banjir Kudus Setiap Hari

 Kata dia, persoalan sampah ini bisa saja disebabkan karena faktor manusia membuang sampah tidak pada tempatnya. Atau disebabkan faktor alam, di mana air hujan membawa sampah-sampah masuk ke badan sungai.

Perlu upaya sosialisasi yang dilakukan secara masif agar masyarakat tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. 

Upaya lain yang bisa dilakukan adalah pembangunan cekdam di aliran sungai atas, berfungsi menghambat laju air sungai sekaligus sebagai filter sampah.

"Kalau sampah ini dibiarkan, yang terjadi menghambat aliran sungai, dampaknya sungai meluap bisa tanggul jebol. Soal sampah, faktor manusia dan faktor alam punya peran. Terjadi anomali atau kondisi alam yang tidak pada normalnya," kata dia.

Hendy mendukung penuh upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan banjir melalui usulan program normalisasi sungai, penguatan tanggul, peningkatan kapasitas pompa, pembuatan cekdam, hingga peninggian jalan. 

Namun, kata dia, sebaiknya perlu dilakukan secara terkoordinir antar instansi, bersinergi satu sama lain agar bisa berjalan serentak. Termasuk program reboisasi di lahan-lahan yang menjadi hulu sungai. 

"Perlu adanya mitigasi bencana dan adaptasi. Karena alam sudah mulai berubah, terjadi perubahan iklim dengan adanya pemanasan global. Usulan-usulan program harus dirapatkan untuk menentukan program mana yang dinilai paling efektif. Yang jelas harus ada aksi nyata, tidak hanya usulan dan pembahasan saja," tegasnya. 

Hendy juga mengusulkan kepada pemerintah daerah untuk menciptakan Peraturan Daerah (Perda) bersama Legislatif yang mengatur tentang pemanfaatan lahan atau ruang terbuka. Dalam rangka membatasi pemanfaatan lahan yang berlebihan, khususnya di wilayah Dawe, Moejobo, dan Gebog.

Pihaknya juga mendorong pemerintah daerah mengaplikasikan sanksi terhadap penegakan perda. Termasuk sanksi bagi masyarakat yang kedapatan melanggar perda tentang persampahan. 

"Kalau ini tidak diperhatikan, bisa menyebabkan musibah di bagian bawah. Pemerintah Kudus tetap harus bisa mengupayakan itu. Kaitan dengan sampah harus diatur dengan peraturan, harus ada sanksi denda atau sanksi hukum. Karena hal ini masih jadi budaya di mana sungai jadi tempat pembuangan sampah. Jalankan Perda sekaligus sanksinya harus ditegakkan," tuturnya. (Sam)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved