Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

KSPI Jateng Soal Tapera: Program Baik Tapi Waktunya Tak Tepat

KSPI Jateng dan Partai Buruh menilai, Tapera mempunyai tujuan yang baik untuk masyarakat dan buruh, khususnya di Jateng. 

Penulis: budi susanto | Editor: Muhammad Olies
CITY OF TITUSVILLE
Ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng dan Partai Buruh menilai, Tapera mempunyai tujuan yang baik untuk masyarakat dan buruh, khususnya di provinsi ini. 

Pasalnya kebutuhan perumahan bagi buruh, kelas pekerja dan rakyat merupakan kebutuhan primer seperti halnya sandang dan pangan. 

Bahkan dalam UUD 1945, negara diperintahkan untuk menyiapkan perumahan sebagai hak rakyat.

KSPI Jateng juga menegaskan perumahan masuk dalam 13 kebutuhan para buruh. 

Di mana jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan terus diperjuangkan. 

Namun, KSPI Jateng menilai kondisi saat ini tidak tepat untuk menjalankan program Tapera karena akan membebani buruh dan rakyat. 

"Kondisi saat ini tidak tepat untuk menjalankan Tapera apalagi dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera. Karena membebani buruh dan rakyat,” ujar Ketua FSPMI KSPI Jateng, Aulia Hakim, Rabu (29/5/2024) petang.

Baca juga: Apindo Tolak Aturan Tapera, Tuding Hanya Bakal Perberat Beban Buruh

Baca juga: ALASAN Buruh Jateng Tolak Tapera: Upah Sudah Murah Masih Dipotong, Takut Jadi Sarang Korupsi Baru

Setidaknya ada beberapa alasan utama yang menjadi dasar keberatan KSPI Jateng terhadap pelaksanaan Tapera.

Pertama, belum ada kejelasan terkait program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program tersebut. 

Iuran Tapera sebesar 3 persen yang dibayar pengusaha 0,5 persen dan buruh 2,5 persen, dinilai tidak mencukupi untuk membeli rumah saat pensiun atau terkena PHK.

Upah rata-rata buruh di Jateng masih sangat kecil, contohnya UMK kota Semarang tahun 2024 yang hanya Rp 3,2 juta per bulan. 

"Dengan iuran Rp 80 ribu per bulan atau Rp 960 ribu per tahun, dalam 10-20 tahun ke depan, uang yang terkumpul tidak akan cukup untuk membeli rumah," tegasnya.

Kedua, upah riil buruh turun 30 persen dalam lima tahun terakhir. Upah yang tidak naik signifikan dan kenaikan UMK yang kecil membuat potongan 2,5 persen untuk Tapera menjadi beban tambahan yang berat. 

"Dalam UUD 1945, pemerintah seharusnya menyediakan perumahan murah sebagai hak rakyat, bukan membebani buruh dengan potongan iuran," katanya.

Ketiga, program Tapera belum tepat dijalankan tanpa kontribusi iuran dari pemerintah. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved