Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Kisah Suripno, 15 Tahun Jaga Dapur Warga Tetap Ngebul Pakai Biogas Limbah Tahu

Suripno memanfaatkan air limbah tahu selama 15 tahun menjadi biogas di Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.

|
Penulis: Rezanda Akbar D | Editor: raka f pujangga

TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Suripno selalu tersenyum, saat bolak-balik mengecek saluran pembuangan air limbah tahu, untuk memastikan air sisa produksi mengalir lancar menuju tangki biodigester, yang terletak hanya beberapa meter saja dari rumah produksi tahu putih di Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.

Air limbah tahu adalah cairan yang berasal dari pemrosesan kedelai menjadi tahu.

Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair.

Baca juga: Konsistensi Warga Sruni Boyolali Hampir Satu Dekade Manfaatkan Biogas

Limbah cair inilah yang biasanya dibuang begitu saja, sehingga mempengaruhi kualitas air dan memunculkan bau yang tak sedap.

Namun, air limbah tahu nyatanya bisa lebih bermanfaat bila diolah menjadi biogas.

Tubuh bugar Suripno mondar-mandir dari rumah produksi tahunya ke kebun sebelah, dimana tangki biodigester itu ditanam.

Kedua matanya terbelalak di dua tangki biodigester yang sudah berumur puluhan tahun.

Suripno yang menunjukan biodigester atau tangki penyimpanan ampas tahu
Suripno yang menunjukan biodigester atau tangki penyimpanan ampas tahu yang nantinya untuk diolah dijadikan biogas.

"Dua tangki itu, menyimpan biogas. Ukurannya sih sekitar 4x3meter persegi, kalau kedalamannya sekitar 3meteran. Jadi air limbah tahu itu ngalir ke sini lewat pipa yang sudah ditanam," kata Suripno kepada Tribun Jateng di suatu sore, Selasa (6/8/2024).

"Kalau air limbahnya lewat pipa yang ditanam, jadinya juga tidak bau. Tahu sendiri limbahnya seperti apa baunya," sambung Suripno.

Rumah produksi tahu yang Suripno kelola itu, sudah berdiri sejak 1970-an.

Dimana saat itu adalah pabrik tahu satu-satunya di wilayah tersebut.

Selama puluhan tahun berdiri, air limbah hanya dibuang begitu saja yang terkadang malah merugikan warga.

Untuk pemanfaatan biogas dari limbah tahu, digagas pada tahun 2009.

Usai menyadari potensi dari ribuan liter air limbah, yang ternyata bisa dijadikan energi terbarukan daripada muspro.

Saat itu pembuatan dua tangki dibantu oleh Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus.

"Setelah jadi tangkinya itu tidak bisa langsung jadi (biogas) ada proses penimbunan dahulu. Perlu tiga sampai empat bulan baru mulai keluar gasnya dan bisa buat masak," jelas Suripno berantusias saat mengingat kembali.

Sejak api pertama hasil dari biogas yang muncul dari 2009 lalu, mampu mengebulkan dapur-dapur di 30 rumah dan mendompleng ekonomi warga sekitar.

Namun seiring berjalannya waktu dan munculnya pesaing baru di bisnis tahu, jumlah produksi limbah juga menyusut.

Mengingat produksi tahu yang menyusut, wajah Suripno sedikit mengkerut karena dari 30 rumah yang bisa dia bantu kini hanya empat saja yang menikmati nyala api dari biogas.

Tentunya hal tersebut membuatnya mengurut dada, mengingat dahulu warga bisa tersenyum karena beban akan kebutuhan energi bisa berkurang.

Namun kini hanya empat rumah saja yang memanfaatkannya.

"Banyak yang menyayangkan, kenapa sekarang hanya empat rumah saja. Ya mohon doanya supaya bisa menaikan produksi lagi, dengan begitu biogas yang dihasilkan juga lebih banyak," harap Suripno yang kini hanya memproduksi tiga kwintal tahu perharinya.

Meski demikian, Suripno ogah menarik iuran perawatan kepada warga yang menggunakan biogas dari ampas tahu itu. Saat ditanyai hal itu dia hanya mengatakan, "biar untuk amal pabrik."

Untuk nyala api dari biogas ampas tahu, tidak jauh berbeda dengan nyala api LPG yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya. 

Bahkan, Suripno juga tidak pernah mendengar komplain dari warga sekitar terkait biogas yang rewel.

"Sini saya tunjukan seperti apa," kata Suripno mengajak kembali masuk ke pabriknya untuk menghidupkan kompor. "Tuh, apinya besar ini dipakai masak juga sudah bisa, coba tanya sama pak Sumadi yang istrinya pakai biogas di rumahnya."

Usai mengobrol dengan Suripno, Subandi yang mengenakan kaos berwarna biru, terlihat sedang memotong tahu diatas papan datang menghampiri.

Baca juga: Merdeka Energi Dimulai dari Desa: Potret Kampung Sruni Boyolali Sukses Kembangkan Biogas

Seolah mendengar semua pembicaraan, Subandi mengamini saja perkataan Suripno yang telah berjasa baginya.

Subandi merasa beruntung dari dahulu hingga kini masih merasakan nyala api dari biogas limbah tahu.

"Lho iya loh, sudah dari 2009 sampai sekarang tidak pernah rewel. Dapur juga ngebul bahkan istri saya itu sampai tidak tahu berapa harga LPG sekarang," kelakar Subandi. (Rad)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved