Opini
Islam dan Tantangan Pembodohan Sekulerisme di Akar Rumput
Sekulerisme berupaya untuk menggeser peran Islam dari ruang publik ke ranah privat. Hal ini terlihat dalam beberapa aspek.
Islam dan Tantangan Pembodohan Sekulerisme di Akar Rumput
Oleh: Ginanjar Wiro Sasmito
(Wakil Direktur IV Politeknik Harapan Bersama / Dewan Pakar ICMI Kabupaten Brebes)
Sekulerisme merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh penulis kebangsaan
Inggris, George Holyoake pada tahun 1851, yang menggambarkan sikap menganjurkan
untuk menjalani hidup berdasarkan pertimbangan naturalistik (sekuler) sebagai bentuk
antitesis dari ateisme yang dinilai sangat mengganggu pada masa itu.
Di era modern,sekulerisme didefinisikan sebagai sebuah sistem yang memisahkan agama dari kehidupanpublik, dimana segala tata aturan, pedoman, kebijakan, dan keputusan dibuat tanpa
mempertimbangkan nilai-nilai agama, melainkan berdasarkan rasionalitas, ilmu
pengetahuan, dan prinsip-prinsip yang bersifat universal.
Hal ini tentu menjadi tantangan besar bagi umat Islam sebagai salah satu agama mayoritas di bumi pertiwi ini, terutama di tingkat akar rumput. Ideologi ini bukan sekadar konsep politik, tetapi juga alat yang digunakan untuk membentuk pola pikir masyarakat agar menjauh dari nilai-nilai agama
dalam kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Akibatnya, banyak umat Islam di
tingkat akar rumput yang secara tidak sadar mengalami pembodohan sistemik di bawah
pengaruh sekulerisme.
Sekulerisme dan Upaya Dekonstruksi Nilai Islam di Akar Rumput
Sekulerisme berupaya untuk menggeser peran Islam dari ruang publik ke ranah privat. Hal ini
terlihat dalam beberapa aspek:
1. Pendidikan yang Menjauhkan Nilai Islam
Kurikulum pendidikan di beberapa negara muslim termasuk Indonesia, telah
mengalami sekularisasi. Tidak sedikit ilmu pengetahuan yang diajarkan di bangku
pendidikan telah dipisahkan dari nilai-nilai ketuhanan, dan generasi muda lebih
diarahkan kepada rasionalisme tanpa memperhitungkan aqidah, integritas dan
moralitas dalam beragama. Di tingkat akar rumput, hal ini menyebabkan masyarakat
makin jauh dari nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
2. Politik Tanpa Prinsip Keislaman
Sekulerisme mendorong konsep politik yang mengabaikan hukum Islam, baik dalam
kontestasi pemilihan umum yang kerap melazimkan praktik-praktik suap, politik
uang, penyebaran berita bohong, dan manipulasi suara maupun dalam dalam penyusunan kebijakan negara yang menanggalkan aturan main dalam agama, sehingga di tingkat akar rumput-pun banyak kebijakan yang dibuat tanpa mempertimbangkan aspek keadilan sosial sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, yang pada akhirnya semakin memperlemah pemahaman umat terhadap sistem politik
berbasis Islam.
3. Perekonomian yang Menanggalkan Cara Pandang Islam
Sekulerisme telah menjadikan nilai-nilai agama dari kebijakan ekonomi, bisnis, dan
keuangan menjadi terpisah. Dalam sistem ini, aspek moral dan etika Islam—seperti
keadilan, larangan riba, serta kesejahteraan sosial—tidak menjadi pertimbangan
utama dalam pengambilan keputusan ekonomi. Akibatnya, ekonomi sekuler sering
kali lebih berorientasi pada keuntungan material semata, mengedepankan sistem
kapitalistik yang memonopoli perekonomian dengan tanpa memperhitungkan
dampaknya terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan umat.
4. Gaya Hidup Konsumtif dan Individualisme
Sekulerisme juga menanamkan budaya materialisme dan hedonisme yang
mengalihkan umat dari tujuan hidup hakiki. Masyarakat lebih diarahkan untuk
mengejar kesenangan materialistik duniawi tanpa memikirkan tanggung jawab moral
dan sosial yang lebih krusial. Di lingkungan akar rumput, hal ini sering kali terlihat
dalam fenomena pergeseran nilai-nilai kesederhanaan, empati, tenggang rasa, dan
gotong royong ke arah gaya hidup yang lebih liberal, individual, apatis dan
konsumtif.
Pembodohan dalam Sekulerisme di Akar Rumput
Sistem sekuler tidak hanya mendikotomikan agama dari kehidupan, tetapi juga menciptakan
kondisi yang membuat umat Islam kehilangan pemahaman akan agamanya sendiri. Beberapa
bentuk pembodohan yang terjadi akibat sekulerisme antara lain:
● Normalisasi Relativisme Moral: Semua kebenaran dianggap relatif, tidak ada standar
moral yang bersifat mutlak atau universal, dalam konsep ini, baik dan buruk, benar
dan salah, serta etika dan moralitas dianggap bergantung pada budaya, lingkungan,
atau individu, bukan bergantung pada tata aturan yang telah ditetapkan dalam
Islam, sehingga nilai-nilai Islam sering kali diabaikan, dan disamakan dengan
pandangan lain tanpa memperhitungkan prinsip kebenaran absolut dalam Islam.
● Menghilangkan Kesadaran Sejarah Islam: Banyak umat Islam yang tidak mengetahui
kejayaan peradaban Islam di masa lalu, karena seringkali sejarah kejayaan Islam
disisihkan dalam kurikulum pendidikan dan digantikan dengan narasi sekuler, yang
memberikan stigma bahwa kejayaan hanya dimiliki oleh kaum barat sekuler, dan
Islam diposisikan sebagai umat yang tertindas dan terbelakang.
● Membatasi Peran Ulama dalam Kehidupan Publik: Ulama hanya diposisikan sebagai
pengisi ceramah keagamaan yang hanya ditempatkan dalam agenda-agenda
keagamaan saja, sementara peran mereka dalam membimbing kebijakan negara,
bangsa dan masyarakat umum sering kali diabaikan, terutama dalam komunitas akar
rumput yang membutuhkan bimbingan moral – spiritual tanpa mendikotomikan
agama dan urusan publik.
Solusi Menghadapi Tantangan Sekulerisme di Akar Rumput
Agar umat Islam tidak terjebak dalam pembodohan sistem sekulerisme, diperlukan beberapa
langkah strategis, diantaranya:
1. Revitalisasi Pendidikan Islam di Komunitas.
Pendidikan harus kembali memasukkan nilai-nilai Islam dalam berbagai disiplin ilmu,
agar generasi mendatang memiliki pandangan yang integral antara agama dan ilmu
pengetahuan. Di tingkat akar rumput, perlu adanya inisiatif lokal seperti kajian-kajian
Islam yang aktif dalam membentuk pemahaman keislaman yang kuat, yang senantiasa
mengintegrasikan nilai-nilai sains, kehidupan publik dengan nilai-nilai keislaman.
2. Menghidupkan Kesadaran Politik Islam di Masyarakat
Umat Islam harus memahami bahwa politik bukan sekadar permainan kekuasaan,
tidak terbatas pada partai politik, tetapi sarana untuk menegakkan keadilan dan
kesejahteraan berdasarkan prinsip Islam. Di akar rumput, pendidikan politik berbasis
Islam harus digalakkan agar masyarakat memahami pentingnya memilih pemimpin
yang berlandaskan nilai-nilai Islam, sehingga perspektif dalam memimpin dan
mengambil kebijakan selalu membawa dan mempertimbangkan cara pandang islam.
3. Meningkatkan Kesadaran Sosial dan Keumatan
Umat Islam perlu berperan aktif dalam membangun solidaritas sosial berbasis ajaran
Islam agar tidak mudah terpecah belah oleh ideologi sekuler yang mengedepankan
individualisme dan materialisme. Di tingkat akar rumput, komunitas Islam harus memperkuat persaudaraan, kepekaan dan kepedulian sosial untuk menghadapi
tantangan globalisasi yang semakin menjauhkan umat dari nilai-nilai dan cara
pandang Islam.
Sekulerisme telah menjadi tantangan besar bagi Islam, bukan hanya dalam aspek hukum dan
politik, tetapi juga dalam membentuk pola pikir umat, terutama di tingkat akar rumput. Jika
tidak disikapi dengan serius, sekulerisme dapat terus membodohi umat Islam dengan
menjauhkan mereka dari ajaran Islam yang sebenarnya. Oleh karena itu, kesadaran akan
bahaya sekulerisme serta langkah-langkah strategis untuk menghadapinya harus terus
digalakkan demi menjaga kemurnian ajaran Islam dalam kehidupan umat, khususnya di
komunitas akar rumput yang menjadi pondasi utama peradaban Islam.
Islam bukan hanya agama pribadi, tetapi juga sistem kehidupan yang menawarkan solusi bagi
berbagai permasalahan modern. Umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam secara kaffah
(menyeluruh) agar tidak terjebak dalam pembodohan sistem sekulerisme yang terus
menggerus nilai-nilai keislaman dari dalam tubuh umat sendiri. (*)
Komik Audio Visual, Cara Kreatif Guru Tingkatkan Literasi Numerasi Siswa |
![]() |
---|
Layanan Digital Tingkatkan Kepatuhan Pajak, DJP Dorong Wajib Pajak Beradaptasi |
![]() |
---|
Sudah Seberapa Soedirman Kah Kita? Refleksi Sudirman Said di Tanah Kelahiran Jenderal Soedirman |
![]() |
---|
PGSD dan Era Digital: Mencetak Generasi Kritis, Kreatif, dan Kolaboratif |
![]() |
---|
Viral: dari Popularitas ke Profitabilitas Membedah Nilai Ekonomi di Balik Fenomena Viral |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.