Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Grobogan

Dari Tukang Sapu Menjadi Perajin Sepatu, Kisah Sukses Alim Membesarkan UMKM Asteg Jaya Tegowanu

Di balik kesuksesan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Asteg Jaya Tegowanu, terdapat kisah inspiratif yang menjadi pengusaha muda.

TribunJateng/Fachri Sakti Nugroho
UMKM ASTEG JAYA TEGOWANU: Sang pendiri Asteg Jaya, Alim Mustofa, memulai usahanya dari titik terendah, bukan dari modal yang melimpah. Bermula dari menjadi tukang sapu di Jakarta, Alim kini berhasil mendirikan usaha sepatu kulit berkualitas di kampung halamannya, Desa Tegowanu Kulon, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. 

TRIBUNJATENG.COM, GROBOGAN - Di balik kesuksesan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Asteg Jaya Tegowanu, terdapat kisah inspiratif yang bisa menjadi motivasi pengusaha muda di seluruh penjuru Indonesia.

Sang pendiri Asteg Jaya, Alim Mustofa, memulai usahanya dari titik terendah, bukan dari modal yang melimpah.

Bermula dari menjadi tukang sapu di Jakarta, Alim kini berhasil mendirikan usaha sepatu kulit berkualitas di kampung halamannya, Desa Tegowanu Kulon, Kecamatan Tegowanu, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.

Baca juga: Sidang Sengketa Tanah di Grobogan Nyaris Ricuh, Data Gugatan Tak Sesuai Fakta Lapangan

Ingin membuat sepatu dan sandal dengan desain apapun, Alim bisa membuatkannya.

"Pesen sepatu atau sandal desain sendiri juga bisa, bawa contoh atau saya desainkan silahkan datang," kata Alim membuka obrolannya dengan TribunJateng.com.

Perjalanan Panjang Menuju Kesuksesan

Kisah ini bermula saat Alim yang baru lulus SD pada tahun 1984, memberanikan diri merantau ke Jakarta untuk mencari nafkah setelah ayahnya meninggal dunia.

Ia memulai kariernya sebagai tukang sapu di sebuah pabrik sepatu ternama, Neckermann.

Dengan tekad kuat, Alim belajar membuat sepatu pada malam hari setelah bekerja.

Pada tahun 1988, ia berhasil menjadi tukang sepatu di Neckermann dan kemudian bekerja di berbagai pabrik ternama seperti Buccheri, Bata, Homyped, Kickers, Pakalolo, hingga Yongki Komaladi.

"Dulu waktu masih di kampung tepatnya di Desa Tlogorejo, tahun 1984 ayah saya meninggal dan saya baru lulus SD, adik saya ada empat, saya yang bertanggungjawab karena saya yang paling besar saya merantau ke Jakarta namun hanya lima bulan kemudian pulang," kata Alim.

"Tahun 1986 berangkat lagi ke Jakarta saya bisa kerja di pabrik Neckermann tapi sebagai tukang sapu. Karena saya punya keinginan menjadi tukang sepatu, saya belajar membuat sepatu. Paginya menyapu, malamnya belajar. Tahun 1988 saya sudah bisa menjadi tukang sepatu."

"Setelah itu saya keluar dari Neckermann dan masuk ke pabrik Buccheri, kemudian pindah lagi ke Sepatu Bata tahun 1991, pindah lagi ke Homyped selama empat tahun, pindah ke Kickers, Pakalolo dan Yongki Komaladi saya ikut lima tahun," kenang Alim.

Pada tahun 2008, Alim memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya dan membuka usaha sol sepatu di perempatan Karangawen.

Tak seperti yang dibayangkan Alim, mencari uang di kampung halaman ternyata tak semudah di Ibu Kota.

Tak jarang, Alim pulang dengan tangan kosong karena tak ada pelanggan yang mampir di lapak sol sepatunya.

"Tahun 2008 saya pulang kampung dan diminta keluarga untuk tidak ke Jakarta lagi. Saya kemudian harus kerja keras ngesol di pinggir jalan di perempatan Karangawen, karena tidak punya apa-apa itu, saya naik sepeda dari rumah untuk ke Karangawen selama satu tahun setengah," ujar Alim.

Meskipun penghasilannya tidak menentu, ia tetap gigih dan berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

"Saat itu susah sekali, tidak ada pemasukan karena selama berhari-hari tidak ada yang ngesol, terpaksa di sela waktu ngesol saya ikut jadi kuli panggul di pasar, karena anak saya sudah duduk di bangku SMA saat itu dan butuh biaya sekolah," tutur Alim tak bisa menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca.

Asa muncul pada tahun 2009, saat ia menerima pesanan sepatu pertama sebanyak 33 pasang dari seorang calon anggota DPRD, yang menjadi titik balik kesuksesannya.

"Pada 2009 saya bersyukur pertama kali ada pesanan sepatu dari calon Anggota DPRD sebanyak 33 pasang, dari situ saya sudah tidak ngesol lagi dan buka sendiri di rumah, kemudian dari mulut ke mulut usaha saya mulai banyak diketahui orang dan bertahan sampai saat ini," kata Alim tersenyum lebar.

Kini Alim sudah memiliki lima karyawan dan bisa memproduksi puluhan sepatu dalam sehari meskipun bekerja menggunakan mesin-mesin yang semi-tradisional.

"Sekarang saya punya lima pekerja, sayangnya di sini saya masih pakai mesin lama, dengan itu saya cuma bisa memproduksi sepuluh pasang sandal atau sepatu perhari, karena alat-alatnya kurang mumpuni tidak seperti mesin yang baru. Harapan saya sih agar pemerintah saya bisa membantu supaya UMKM saya ini bisa lebih cepat memproduksi," ungkapnya.

Asteg Jaya Langganan Para Pejabat

Dengan pengalaman, keterampilan dan kegigihan yang dimilikinya, Alim membuktikan Asteg Jaya Tegowanu mampu berjaya di tengah pasar produk sepatu yang kian masif dan modern.

Pelanggan Alim berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari masyarakat sekitar, pengusaha, Pegawai Negeri Sipil, dan bahkan para pejabat penting dari Grobogan.

Bahkan ada juga pelanggan Alim yang berasal dari luar Jawa, tepatnya dari Nusa Tenggara Timur.

"Anggota DPRD, Bu Ana dan Bu Lusi menjadi pelanggan setia saya, ada juga pelanggan dari Nusa Tenggara Timur yang sering pesan sepatu," ujar Alim bangga.

Omzet Puluhan Juta Rupiah

Sepatu dan sandal buatan Asteg Jaya Tegowanu dijual dengan berbagai harga yang terjangkau.

Produk unggulan mereka antara lain, sandal seharga Rp150 ribu, sepatu sport seharga Rp250 ribu, pantofel Rp230.000, dan sepatu lapangan Rp450 ribu.

"Tergantung model dan bentunya, kalau sandal harganya mulai dari Rp140 ribu sampai Rp200 ribu. Kalau sepatu harganya Rp230 ribu sampai Rp360, kalau sepatu dinas lapangan harga Rp450 ribu sampai Rp600 ribu," kata Alim menjelaskan.

Dari berbagai produk tersebut, omzet Asteg Jaya Tegowanu kini mencapai kisaran Rp35 juta rupiah perbulan.

"Saya membayar pekerja saya membayar Rp18 juta perbulan, kira-kira omzetnya Rp35 juta perbulan," kata Alim.

Harapan dan Pesan untuk UMKM

Alim tentu tak ingin sukses sendirian, Ia juga berharap agar UMKM di Grobogan, khususnya di Tegowanu, dapat berkembang dan didukung oleh pemerintah.

Apalagi ia ingin mengangkat nama daerah melalui produknya, seperti halnya produk dari daerah lain yang memiliki nama khas.

"Semoga UMKM terutama di Grobogan itu bisa tambah maju dan berkembang, kayak usaha sepatu kan jarang di Grobogan, semoga pemerintah tanggap dan membantu apa yang diinginkan UMKM," harap Alim.

"Saya ingin mengangkat nama daerah, saya punya teman di Tasik itu produknya bernama Asik 'Asli Tasik', kemudian Asgar 'Asli Garut'. Saya tidak mau kalah juga, di Tegowanu ada Asteg 'Asli Tegowanu'," ucapnya.

Ia juga berpesan kepada para pemuda dan pelaku UMKM untuk tidak takut memulai usaha dan selalu bekerja keras, karena kesuksesan dapat diraih dengan tekad dan semangat yang tinggi.

"Kalau usaha jangan takut-takut, harus kerja keras dan gigih, orang yang berhasil pasti dari bawah dan ada kesulitannya, kita harus teguh dan semangat yang paling utama," pungkasnya.

Pelanggan Puas dengan Kualitas Asteg Jaya Tegowanu

Di sela-sela obrolan kami bersama Alim, kebetulan datang pelanggan yang sudah lama membeli produk Asteg Jaya Tegowanu.

Saat kami wawancarai, pelanggan bernama Nita, mengaku puas dengan sepatu buatan Alim.

Baca juga: BUMDes Desa Kuwaron Grobogan Ubah Sampah Jadi Solar, Kini Mampu Hidupi 15 Tenaga Kerja

Tak hanya kerap membeli sepatu, Nita juga sering memperbaiki sepatu yang rusak di Asteg Jaya.

"Sudah lama sekali mendengar nama Asteg ini dari teman-teman dan saudara saya juga sudah pernah ke sini, selain saya membeli tadi saya juga permak sepatu di sini," kata Nita kepada TribunJateng.com.

"Puas dengan produk dan pelayanannya, kalau tidak puas saya tidak akan ke sini lagi," imbuhnya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved