Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Semarang

Tak Mau Kalah dari Jenderal Kopassus, Pak RT di Semarang Ini Berani Lawan Ormas Grib yang Minta THR

Fenomena sejumlah oknum yang mengaku dari organisasi masyarakat (ormas) meminta sumbangan atau jatah Tunjangan

|
Penulis: budi susanto | Editor: muh radlis
Instagram/Kulitintamks
ILUATRASI BAWA SENJATA - Potongan gambar anggota Grib Jaya Sulsel yang diduga membawa senjata saat penjemputan Ketua Umum Grib Jaya di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar, Kabupaten Maros, Sulsel, pada Sabtu (5/4/2025). 

Muhammad pun mengambil langkah tegas. 

“Saya bilang, kalau memang sudah ada izin resmi dari Pemkot, ayo saya antar sekalian cari sumbangan. Tapi kalau tidak ada, saya juga siap antar mereka ke Pemkot buat klarifikasi,” katanya.

Mendengar pernyataan tersebut, para oknum langsung pergi dengan tergesa. 

Muhammad menegaskan, dirinya hanya menjalankan tugas sebagai Ketua RT yang ingin melindungi warganya dari tindakan yang bisa merugikan.

“Kalau dibiarkan, nanti masyarakat yang dirugikan. Jadi kita perlu tegas. Jangan sampai praktik-praktik seperti ini terus dibiarkan,” imbuhnya.

Ketum Ditantang

Media sosial tengah diramaikan oleh aksi mantan aktivis mahasiswa Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar angkatan 1985, Andi Jamal Kamaruddin Daeng Masiga, atau yang dikenal dengan nama Bethel.

Ia menjadi sorotan publik setelah menantang tokoh nasional sekaligus Ketua Umum GRIB, Rosario de Marshall alias Hercules, untuk menyelesaikan konflik dengan cara tradisional khas Bugis-Makassar.

Tantangan itu disampaikan Bethel melalui sebuah video yang beredar luas di berbagai platform media sosial dan dikutip oleh Tribun-Timur.com pada Senin (5/5/2025).

Menariknya, tantangan tersebut bukan sekadar adu argumen atau debat terbuka.

Bethel mengajak Hercules menyelesaikan persoalan melalui ritual adat Bugis yang disebut Sitobo Lalang Lipa atau Sigajang Laleng Lipa—sebuah tradisi duel dalam sarung menggunakan senjata badik yang sarat nilai kehormatan dan harga diri.

Tradisi kuno ini biasanya dilakukan ketika seluruh jalan damai telah menemui jalan buntu.

Dua orang pria yang berseteru akan masuk ke dalam satu sarung, dan bertarung hingga salah satunya tumbang, bahkan tak jarang berujung kematian.

Dalam kearifan lokal, yang bertahan hidup dianggap sebagai pihak yang benar, sedangkan yang gugur dinilai kalah secara moral dan sosial.

"Saya tidak mengancam tapi saya akan buktikan dimana pun kau berada," katanya. 

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved