Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

UIN SAIZU Purwokerto

Adab Sopir dalam Pandangan Islam dan Hukum Positif, Belajar dari Kecelakaan yang Menimpa Tokoh Umat

Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah kehilangan banyak tokoh penting di jalan tol.

Tribun Jateng/Istimewa
Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy,M.E., Akademisi UIN Saizu Purwokerto. (DOK. UIN SAIZU) 

Microsleep akibat kelelahan termasuk bentuk kelalaian. Maka, secara hukum, sopir bisa dikenai sanksi pidana jika kecelakaan terjadi karena ia tetap memaksakan mengemudi dalam kondisi tidak layak. Namun hukum juga harus memahami konteks relasi kuasa dan psikologis antara sopir dan tokoh yang disopiri. Jika sopir tidak berani meminta istirahat karena tekanan sosial dan hierarkis, maka ada dimensi struktural yang harus diperbaiki.

Solusi Sistemik: Jangan Hanya Menyalahkan Sopir

Menyalahkan sopir semata adalah cara pandang yang keliru. Kita harus jujur bahwa budaya pengabdian dalam tradisi santri, meski luhur, juga harus dikritisi jika sampai membahayakan nyawa.

Solusi yang bisa ditempuh antara lain:

1. Kiai dan tokoh harus inisiatif meminta berhenti istirahat. Jadikan ini SOP dalam perjalanan jauh.

2. Gunakan dua sopir. Jika jarak tempuh jauh, dua sopir bisa bergantian dan saling menjaga stamina.

3. Bangun komunikasi terbuka. Kiai harus menciptakan suasana di mana sopir merasa tidak sungkan bicara soal kondisi fisiknya.

4. Pendidikan adab yang kritis. Santri harus memahami bahwa menjaga nyawa kiai juga bentuk tertinggi dari khidmah.

5. Asuransi dan pelatihan berkala. Lembaga atau pesantren yang memiliki sopir tetap harus memberi pelatihan keselamatan berkendara dan pemeriksaan kesehatan rutin.

Menjemput Takdir Terbaik

Kematian adalah takdir yang tak bisa dielakkan, tapi kita diperintahkan untuk ikhtiar menjemput takdir terbaik. Dalam konteks ini, kesadaran bahwa sopir juga manusia, memiliki batas tenaga dan daya tahan, harus menjadi bagian dari nilai bersama—baik dalam kacamata agama maupun hukum negara.

Para kiai adalah penopang moral dan spiritual umat. Kehilangan mereka dalam kecelakaan yang bisa dicegah adalah duka yang mestinya menggerakkan perbaikan struktural dan kultural.

Semoga ini menjadi kecelakaan terakhir yang menimpa tokoh umat. Mari mulai dengan satu tindakan kecil: berani berkata, “Kita istirahat dulu, ya.” Karena kadang keselamatan umat, ada pada satu keputusan sederhana. (*)

Baca juga: Gaungkan Peran Zakat dan Wakaf Global, UIN Saizu Gelar Revolusi Digital Lewat Seminar Internasional

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved