Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Gambaran Rumah Subsidi Jika Cuma 21 Meter Persegi, Joko Suratno: Setara Ukuran Garasi Mobil

Ketua Umum REI, Joko Suratno menyampaikan bahwa luas tanah minimal 25 meter persegi dan luas bangunan paling rendah 18 meter persegi itu tidak ideal.

Penulis: Dse | Editor: deni setiawan
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
TIDAK IDEAL - Ketua Umum REI Joko Suratno. Para pengembang perumahan menyebut tidak ideal juga luasan rumah subsidi dipersempit. Jika dilihat dari draf Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, gambarannya seperti garasi mobil. 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Penyediaan rumah subsidi adalah salah satu program rutin tahunan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hunian layak bagi warga kurang mampu dari sisi ekonomi.

Setidaknya, ini adalah fasilitas bagi mereka yang mencari hunian idaman dengan harga lebih terjangkau, daripada ngekos atau ngontrak.

Untuk memiliki rumah subsidi itu, masyarakat pun dapat melalui sistem angsuran (kredit) yang rata-rata dalam jangka waktu 15 hingga 20 tahun.  

Baca juga: Luas Tanah dan Bangunan Rumah Subsidi Bakal Dikurangi, REI: Harga Tetap Tapi Tidak Ideal

Baca juga: Gabungan Pengembang di Jateng Optimistis Bangun 18.000 Rumah Subsidi di 2025

Namun di sisi lain, masyarakat pun harus bersiap-siap jika luasan rumah bersubsi tersebut lebih sempit dibandingkan sebelumnya. 

Pengurangan luas tanah maupun bangunan di rumah subsidi saat ini sedang dibahas oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Meskipun luasannya dipersempit, berkaitan harga sejauh ini masih tetap, sama seperti di 2024.

Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berencana mempersempit luas rumah subsidi, baik luas tanah maupun bangunannya.

Hal itu sebagaimana tertera dalam draft aturan Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.

Termasuk juga Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan.

Mengacu aturan tersebut, luas tanah rumah subsidi minimal adalah 25 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.

Ukuran ini lebih kecil dibanding sebelumnya, yakni 60 meter persegi dan maksimal 200 meter persegi.

Sementara itu, luas bangunannya paling rendah adalah 18 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.

Ukuran luas bangunan rumah subsidi terbaru ini juga lebih kecil dari yang sebelumnya minimal 21 meter persegi dan paling tinggi 36 meter persegi.

Meski demikian, ketentuan luas tanah ini masih memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Seperti dilansir dari Kompas.com, Minggu (1/6/2025), harga rumah subsidi yang dipasarkan oleh pengembang tampaknya tidak akan mengalami penurunan harga meski luasnya lebih kecil.  

Hal itu terlihat dalam draf aturan terbaru yang beredar dan sedang dirancang oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).

RUMAH SUBSIDI - Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi. Pemprov Jateng bangun 16 ribu rumah subsidi pada 2025, target bisa capai 20 ribu unit, harga maksimal Rp166 juta.
RUMAH SUBSIDI - Pekerja menyelesaikan pembangunan rumah subsidi. Pemprov Jateng bangun 16 ribu rumah subsidi pada 2025, target bisa capai 20 ribu unit, harga maksimal Rp166 juta. (TRIBUNNEWS/ JEPRIMA)

Berdasarkan draf Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, harga rumah subsidi tidak berubah dari ketentuan pada 2024.

Pengaturan harga rumah subsidi masih akan dibedakan sesuai zona wilayah masing-masing.

Berikut ini batas maksimal harga jual rumah umum di setiap zona wilayah.

  • Sumatera (kecuali Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp166 juta
  • Bangka Belitung: Rp173 juta
  • Kepulauan Mentawai: Rp173 juta
  • Kepulauan Riau (kecuali Kepulauan Anambas): Rp173 juta
  • Jawa (kecuali Jabodetabek): Rp166 juta
  • Jabodetabek: Rp185 juta 
  • Kalimantan (kecuali Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu): Rp182 juta
  • Sulawesi: Rp173 juta
  • Maluku: Rp185 juta
  • Maluku Utara: Rp185 juta
  • Bali: Rp185 juta
  • Nusa Tenggara: Rp185 juta
  • Kepulauan Anambas: Rp185 juta
  • Kabupaten Murung Raya: Rp185 juta
  • Kabupaten Mahakam Ulu: Rp185 juta
  • Papua: Rp240 juta
  • Papua Barat: Rp240 juta
  • Papua Tengah: Rp240 juta
  • Papua Pegunungan: Rp240 juta
  • Papua Barat Daya: Rp240 juta
  • Papua Selatan: Rp240 juta.

Aturan batasan harga rumah subsidi tersebut masih sama dengan ketentuan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023.

Kepmen PUPR itu mengatur harga jual maksimal rumah subsidi pada 2023 dan 2024.

Jika belum ada aturan terbaru, maka harga jual rumah subsidi mengacu pada 2024.

Baca juga: Tinjau Rumah Subsidi di Batang, Menteri Maruarar Sirait Dorong Pengembang Tingkatkan Kualitas

Baca juga: Kisah Prahayuda Terjebak di Rumah Subsidi Tepi Jurang Ungaran: Terbebani Cicilan dan Perbaikan

Seberapa besar ukuran rumah subsidi 25 meter persegi? 

Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Joko Suranto menduga, wacana luas rumah subsidi diperkecil disebabkan karena keterbatasan lahan, harga tanah yang mahal, dan upaya untuk menjaga keterjangkauan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam membeli rumah.

Kendati demikian, dia menyampaikan bahwa luas tanah minimal 25 meter persegi dan luas bangunan paling rendah 18 meter persegi itu tidak ideal.

Sebagai gambaran, luas tanah 25 meter persegi setara ukuran garasi mobil kecil atau studio apartemen.

Sementara luas bangunan 18 meter persegi menimbulkan pertanyaan dalam hal penataan ruang.

"Bagaimana mungkin sebuah rumah 18 meter persegi harus mengakomodasi ruang tidur, kamar mandi, dapur, dan ruang keluarga," ucapnya.

Joko menyampaikan, standar rumah ideal sudah diatur WHO dan SNI sehingga bisa digunakan sebagai acuan.

"Kalau untuk SNI luas 36 meter persegi itu dianggap mencukupi, namun masih di batas minimum."

"Kalau WHO lebih tinggi," kata dia.

Dia menjelaskan, standar kelayakan luas rumah menurut acuan internasional dan nasional menurut WHO adalah luas rumah ideal berkisar 10-12 meter persegi per orang.

Artinya, rumah untuk keluarga beranggotakan empat orang, luas rumah idealnya 40-48 meter persegi.

Sementara itu, acuan SNI mengatur bahwa luas rumah ideal ialah 9 meter persegi per orang.

Dengan kata lain, jika rumah ditempati 4 orang, luasnya sebaiknya adalah 26 meter persegi.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah mengatakan, rumah subsidi dengan luas tanah minimal 25 meter persegi dan luas bangunan 18 meter persegi justru akan memicu banyak masalah.

Dia menjelaskan, luasan rumah kurang dari 9 meter persegi per jiwa dianggap tidak sehat dan berpotensi menimbulkan kekumuhan.

Selain itu, penghuni rumah juga tidak akan bisa menambah luas bangunan, membatasi fleksibilitas, dan adaptasi kebutuhan keluarga di masa depan.

Dalam jangka panjang, luas rumah yang terlalu sempit dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak.

Baca juga: PPN 12 Persen, Wiwid : Tahun Depan Bakal Lebih Sulit Cari Rumah Subsidi

Baca juga: REI Jateng Targetkan Penjualan Rumah Subsidi Naik Jadi 18.000 Unit

Program Tuku Lemah Oleh Omah

Di sisi lain, Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi mengajak para pengembang untuk menyediakan rumah subsidi yang layak kepada masyarakat.

Pengembang perumahan menurutnya, memiliki kontribusi besar dalam menekan angka kemiskinan di Jawa Tengah.

“Ke depan Jawa Tengah harus mampu menekan angka kemiskinan melalui layanan dasar yakni rumah."

"Semoga lahannya terjangkau dan bangunan bisa dipertanggungjawabkan,” terang Gubernur Ahmad Luthfi.

Secara rinci, Pemprov Jateng terus menjalankan keterjangkauan rumah bagi warga tidak mampu.

Salah satunya melalui program “Tuku Lemah Oleh Omah”.

Hingga kini Pemprov Jateng telah melakukan perbaikan jutaan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

Ahmad Luthfi mengatakan, perbaikan RTLH akan digenjot pada 2025 ini.

Total tahun ini akan ada 17.000 RTLH yang mendapatkan bantuan.

Ketua DPW Asosiasi Pengembang Perumahan Nasional (Apernas) Jateng, Eko Purwanto menambahkan, masih terdapat 324.803 backlog kepemilikan rumah per Desember 2024.

Salah satu penyebabnya adalah tingginya harga rumah dan minimnya informasi dalam mendapatkan rumah.

Dalam upaya mengurangi backlog perumahan tersebut, pihaknya bekerja sama dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperakim) Jateng.

Selain itu, juga untuk membantu pemenuhan target 3 juta rumah subsidi oleh Pemerintah Pusat.

Dia merinci, program perumahan yang diupayakan mencakup rumah susun perkotaan, rumah pedesaan, dan rumah subsidi oleh pengembang. (*/kompas.com)

Baca juga: Berikut Rincian Anggaran Kebutuhan Sekolah Rakyat, Sudah Termasuk Seragam dan Laptop Siswa

Baca juga: Setiap Siswa Dijatah Rp48,2 Juta per Tahun, Target 100 Sekolah Rakyat Siap Beroperasi Mulai Juni

Baca juga: Siap-siap, Kejari Kendal Isyaratkan Bakal Ada Tersangka Baru di Kasus Korupsi Dana Desa Kertosari

Baca juga: PSIS Dijatuhi Sanksi FIFA, Begini Kata Agung Buwono Direktur Utama Mahesa Jenar Semarang

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved