Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Semarang

DP3A Kota Semarang Tekankan Pentingnya Peran Keluarga Cegah Paham Radikal

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang menekankan pentingnya.

Penulis: Eka Yulianti Fajlin | Editor: rival al manaf
ISTIMEWA
ANTIRADIKALISME - Jajaran DP3A dan stakeholder terkait melakukan edukasi antiradikalisme. (IST) 

TRIBUNJATENGMCOM, SEMARANG - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang menekankan pentingnya peran keluarga dalam menjaga anak-anak dari paparan buruk, termasuk paham radikal.

Kepala Bidang PPUG DP3A Kota Semarang, Sih Wahyu Nurhastanti megatakan, media sosial menjadi salah satu tempat paling rawan bagi remaja terpapar paham ekstrem.

“Anak-anak jadi gampang curhat di medsos, yang ini jadi berbahaya karena mudah terpengaruh dan terpapar hal negatif, termasuk mudah radikalisme,” ujarnya, Senin (16/6/2025). 

Menurut dia, komunikasi di rumah sangat penting. Orang tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman agar anak tidak mencari pelarian ke luar. 

Baca juga: Musim Rob, Jalan Perumahan Pondok Martoloyo Tegal Tergenang Air Laut

Baca juga: Menteri Budi Arie Apresiasi Relaunching Tribun Banyumas, Daerah yang Lahirkan Tokoh Koperasi

Mencegah anak mencari pelarian ke luar, DP3A memiliki layanan puspaga. Masyarakat Kota Semarang bisa memanfaatkan layanan Puspaga untuk konsultasi. Pihaknya menyediakan konsultasi gratis dengan lima psikolog profesional.

“Puspaga ini bisa jadi tempat aman buat anak-anak dan orang tua untuk ngobrol dan cari solusi,” imbuhnya. 

Dalam rangka mencegah radikalisme, anak-anak di Semarang pun dibekali pemahaman sejak dini, diantaranya melalui film dokumenter “Road to Resilience. 

Kegiatan edukatif ini diinisiasi oleh Yayasan Anantaka, bekerja sama dengan Kreasi Prasasti Perdamaian dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kota Semarang

Film “Road to Resilience” mengangkat kisah nyata Febri Ramdani dan ibunya, eks simpatisan ISIS yang pernah tinggal di Suriah.

Mereka awalnya tergoda janji kehidupan islami yang lebih baik, namun akhirnya sadar dan pulang ke Indonesia untuk membangun hidup baru.

Proses pengambilan gambar film ini memakan waktu delapan tahun oleh Kreasi Prasasti Perdamaian.

“Isu radikalisme ini masih jarang disentuh dalam kegiatan pencegahan kekerasan di sekolah. Padahal dalam Permendikbud No. 46 Tahun 2023, radikalisme termasuk bentuk kekerasan yang harus dicegah di satuan pendidikan,” ujar Ika Camelia, Direktur Yayasan Anantaka.

Ika juga menyayangkan bahwa sebagian besar sekolah baru fokus pada pencegahan kekerasan fisik atau perundungan. Padahal, penyusupan ideologi ekstrem juga perlu diwaspadai.

“Anak-anak perlu dikenalkan pada isu ini supaya mereka bisa menjadi Pelopor dan Pelapor. Pelopor artinya mencegah dirinya dan teman-temannya dari radikalisme. Pelapor, artinya mereka berani lapor kalau menemukan tanda-tanda yang mencurigakan,” katanya. (eyf)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved